Hanya sekedar mengingatkan kalau cerita ini PG-13 ya guys ;)
***
"Aku mencintaimu, Rin, kita bisa kembali seperti dulu," pria itu menatapku dengan tulus, tapi aku tahu dibalik ketulusannya itu hanya ada kebohongan dan lebih banyak kebohongan lagi di dalamnya.
"Apa yang kau inginkan dariku Loiuse?" tanyaku dingin pada laki-laki yang sudah mencampakan diriku dengan cara yang paling menyakitkan.
"Kembalilah padaku,"
"Agar kau bisa menyakitiku lagi?" aku menarik nafas dalam, mencoba mendorong air mata yang kuyakin akan membendung pertahanku dalam waktu dekat ini.
"Maafkanlah aku, aku khilaf, Rin..." Aku sudah muak mendengar semua kebohongan yang terlontar dari mulut racunnya itu. Aku hanya ingin pergi dari sini, tapi lengannya mencegah kepergianku.
"Lepaskan aku!" ucapku dengan tenang, aku tidak boleh gegabah, laki-laki macam dia tidak boleh melihat betapa rapuhnya diriku.
"OKE, CUT! Bima bisa tolong lebih jelas lagi saat mengucapkan line terakhir? Dan dengan lebih perasaan, OKE?"
Lawan mainku kali ini bernama Bimasakti, kalau dinilai dari ketampanan, ia hanya seperempat atau bahkan seperdelapan dari Kai, dari tubuh Kai jauh lebih bagus, dari suara, suara Kai jauh lebih seksi, dan banyak sekali perbandingan konyol yang terlintas di pikiranku, dan semuanya antara pria A dan KAI.
Tidak terasa sudah hampir satu minggu berlalu sejak pertanyaan anehnya tentang 'apakah aku bahagia?' itu, dan kami tidak pernah memperbincangkan hal itu dalam rentang waktu satu minggu ini lagi. Entahlah, rasanya sedikit aneh, semenjak berada di Seattle ia benar-benar berubah, tidak seratus persen tapi perubahannya cukup besar membuatku kadang bertanya-tanya. Semakin lama berada di sini, kelakuan Kai semakin aneh, apalagi sejak mama menelepon waktu itu.
"Hai," tiba-tiba Kai muncul entah dari mana dengan kemeja putih yang membalut tubuhnya dengan sempurna dan celana hitam, dan hal yang membuat mulutku terbuka lebar adalah fakta bahwa ia tidak sengaja membuka 2 kancing teratas bajunya membuat mataku langsung tertuju pada dada bidangnya yang menyembul malu-malu dari kemejanya.
"Ada apa?" tanyaku mencoba mengalihkan mataku dari rasa aneh menggelenyar di bagian bawah perutku, "Bukankah kau tidak ada scene hari ini?" lanjutku lagi.
"Aku ingin mengajakmu makan malam,"
"Makan malam? Ini belum jam 5 sore Kai!"
YOU ARE READING
Marriage Act [COMPLETED] (EDITING-ON HOLD)
Romantiek[Cerita ini sedang dalam proses pengeditan] Berakting sudah menjadi keseharian dari seorang Arina Devina yang tidak bisa dilepas begitu saja darinya. Menemukan seseorang yang berarti dan ia cintai adalah hal yang tak pernah bisa ia raih. Menikah men...