5. Setitik harapan yang sirna

983 96 30
                                    

Terlatih dalam kesengsaraan membuatku tahu akan arti kehidupan.
Hidup bukan hanya bahagia karena harta, bukan juga karena cinta serta kasih sayang dari orang orang sekitar.
Tapi hidup sesungguhnya adalah dia yang tegar menjalani hidup sekalipun tiada harta dan cinta didalamnya.

Seperti aku,
Hidup sendiri, bertahan hidup dengan berjuang sendiri. Bila terjatuh aku menangis sendiri, semuanya ku lakukan sendiri.
Pengalaman pahit merubah hal itu menjadi sebuah kebiasaan.
Dulu masih ada keluarga yang menjadi sandaranku, tapi keadaan serta kesalahan membuat semuanya berubah.

Hidup bahagia bukanlah tujuanku saat ini, yang kulakukan hanyalah bertahan hidup sampai tuhan berkata waktunya pulang.

Ironis memang, aku hanyalah gadis dua puluh dua tahun yang ingin mencicipi setidaknya sedikit apa itu dan bagaimana rasanya bahagia.
Tapi tuhan tidak mengizinkannya, setidaknya tidak untuk saat ini.

" Loh ndah, udah pulang? " Rani membuka pintu kamarku dengan menenteng beberapa kantong plastik.

aku hanya mengangguk pelan,

" Bukannya kemarin bilangnya empat hari? ini baru hari kedua dan lo udah pulang " ujarnya dan sebelah alisnya terangkat keatas.

aku menghembuskan nafas kasar, ingatan ku berputar pada kejadian semalam. Ternyata ucapannya semalam tidak main main. setelah dia mengatakan pulang, detik itu juga kami segera meninggalkan kota Bali. Heran, sampai sekarang aku tidak tahu apa yang ada di dalam otak cerdasnya itu. Dan aku tentu saja hanya bisa menurut tanpa sanggup membantah

" Bos nya minta pulang semalem, terus gue bisa apa? " balasku dan Rani mengangguk mengerti.

Rani menyodorkanku sebungkus cemilan yang kuterima dengan senang hati, cuaca dingin membuatku lapar dan ingin makan apa saja. Sayang isi dompet tidak sesuai dengan kehendak perutku.

" Eh ndah, tadi pas di supermarket gue ngeliat cowo yang sempet deket sama lo waktu itu "

" hah? siapa? "

Mulut Rani berkomat kamit tak jelas, menjelaskan ciri ciri fisik pria yang ia temui di supermarket tadi.
Aku mendengarkannya dengan seksama, hal terakhir yang kudengar saat dia mengatakan "cool" saat itu aku langsung sadar siapa pria yang dia bicarakan.

" Reno? " aku tersenyum kecut saat menyebutkan namanya. Mengingat pertemuan terakhir kami menyisahkan kenangan tidak baik, singkat cerita pada saat itu Reno langsung menyatakan cintanya padaku. Dan parahnya, dia bukan hanya mengungkapkan perasaannya tetapi juga memaksaku untuk menjadi miliknya. Sejak saat itu aku menghindar, luka dan trauma masa lalu menjadi penyebabnya. Lagipula aku tidak menjamin bisa menyisahkan sedikit rasa untuk orang lain, sedangkan hatiku masih hah sudahlah. Mengingatnya sama saja membuka luka lama untukku,

" Lo gak mau coba dulu? "
aku segera menoleh padanya dan menatapnya bingung

" Coba apa? "

" Ya coba buka hati lo lagi. Lagian ya ndah, ga selamanya lo bakal stuck pada masalalu. Perjalanan hidup lo masih panjang dan terus berjalan kemasa depan bukan mundur ke masalalu." aku mendengarkannya dalam diam. Aku tahu kehidupan akan terus berlanjut, tapi berharap bukanlah caraku untuk saat ini.

" Jangan maju mundur cantik maju mundur cantik terus Ndah.. Cobalah hal baru, kalo gagal kan bisa diulang. kaya maskot barunya syahrini yang sekarang, Hempas datang lagi... hempas datang lagi, cantikkk " Aku tertawa mendengar guyonannya, setidaknya ada satu orang yang selalu berada disampingku saat gundah.

" Gue sayang lo Ra, " kataku dan mencium pipinya cepat.

" Jijik ndah! Ntar om abu abu cemburu loh! " ujarnya sambil menghapus jejak bibirku di pipinya.

Aku tertawa keras mendengarnya menyebut nama om abu abu, sekedar informasi om abu abu yang dimaksud Rani adalah Christian Grey dalam film Fifty Shades Of Grey. Entah motivasi dari mana, Rani memanggilnya seperti itu.

----

" Ndah, dipanggil Pak Erick tuh "

Mendadak atmosfere disekitarku terasa mencekam, bahkan untuk bernafas sekalipun aku merasa kesulitan. Aku mencoba bersikap biasa dihadapan Dea, setelah mengucapkan terimakasih aku menyusun tekad bulat untuk menemuinya kembali.

Dia meletakan map nya keatas meja saat melihatku, tangannya terlipat didada memperhatikan penampilanku dari atas sampai kebawah. Risih, tapi mau bagaimana lagi? menegurnya sama saja kembali menyulitkan kami untuk berdamai dengan masa lalu.

" Ada apa pak? " tanyaku sesopan mungkin, tapi dia tetap saja tidak mengalihkan pandangan matanya pada tubuhku.

" Pakaian mu terlalu minim "

" hah? " aku melongo tak percaya saat dia mengatakan itu. Lalu pandanganku turun ke bawah memperhatikan penampilanku yang sedikit berbeda hari ini. Kemeja hitam dan rok selutut menurutku masih pada tahap wajar untuk seorang wanita yang bekerja dikantor.

Memang biasanya sehari hari aku selalu menggunakan blezer kebesaran untuk berkerja, tapi berhubung aku hanya mempunyai satu pasang blezer sedikit membuat nyaliku ciut. Terutama kemarin, saat telingaku tidak sengaja mendengar percakapan para karyawan lainnya sedang menggosipkanku. Mereka bilang aku terlalu lusuh dan tidak berpenampilan menarik, terlebih pakaian yang kukenakan untuk berkerja hanya itu itu saja dan tidak pernah berganti. Meskipun dihina, dicaci maki dan direndahkan merupakan hal biasa untukku. Tapi mau tidak mau ego ku sebagai wanita menggelitik ku untuk sedikit memperhatikan penampilan. Setidaknya mereka tidak perlu tahu, bahwa hidupku lebih mengenaskan dari pada penampilanku.

" Aku tidak suka saat laki laki menatapmu dengan lapar " katanya tersirat seperti posesif. Aku terpaku, lupa cara bernafas dan hatiku menghangat dalam waktu yang bersamaan. Perkataannya mengingatkanku pada masa lalu, saat dia dengan cerewetnya memintaku segera mengganti pakaian yang lebih tertutup dengan alasan tidak suka dengan cara pandang laki laki lain saat melihat adiknya.

Salahkah aku jika merindukan perhatian seorang Erick? Setidaknya perhatian kakak kepada adiknya,

" Memangnya mereka pikir tubuhmu sebagus apa? " Katanya tertawa. Lebih kepada ejekan, untuk seperkian detik hanya seperkian detik dia membuatku terpaku. Tidak mengerti dengan maksud ucapannya

Dia menatapku, bukan dengan tatapan lembut tapi dengan tatapan merendahkan..

" Tubuhmu tidak menarik, sekalipun jika kau bertelanjang. jadi hentikan semua cara kotormu untuk menarik perhatian laki laki disini dengan berpakaian kurang bahan seperti itu " Katanya tajam dan berhasil menyayat hatiku.

Dia berhasil, membawaku melambung tinggi namun hanya seperkian detik dia kembali menjatuhkanku dengan mudahnya.

Aku melupakan fakta, bahwa Erick mempunyai seribu satu cara untuk membuat hatiku terluka..

dan satu hal yang membuatku kembali merasa menjadi orang terbodoh didunia ini, adalah ketika aku dengan rasa percaya dirinya sempat berfikir bahwa Erick kakaku telah kembali. Mataku memanas, segera kupalingkan wajahku untuk tidak terlihat lemah dihadapannya.

Aku hanya bisa menerima hinaan tanpa mampu untuk membalas,

Entah apa yang ia bicarakan selanjutnya, aku hanya bisa menanggapinya dengan otak kosong. Aku tertawa getir saat menyadari kebodohanku.
Sirna sudah setitik harapan yang kufikir merupakan awal yang baik.











-------

Thanks gaes, voment ya ;)





Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang