6. Kesunyian hidup

1K 108 8
                                    

Bulan mulai muncul seiring menghilangnya matahari dan menggelapnya langit malam. Mataku tiada henti nya menatap bulan dan menghitung jam.
Tanganku terulur, memperhatikan sebuah lingkaran bertinta merah pada kalenderku.
6 jam lagi, usiaku genap dua puluh tiga tahun. Aku tersenyum, tidak terasa aku semakin hari semakin bertambah dewasa. Juga dengan pribadiku, aku bukan lagi gadis manja dan bodoh yang menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan apa yang aku inginkan.
Pengalaman hidup yang pahit mengajarkan ku untuk berubah, lebih baik tentunya.

Kepalaku berputar mencari sesuatu hal menarik untuk sekedar merayakan hari lahirku, tentunya sesuai dengan kemampuan isi dompetku.
Tapi ingatan menyentakku, untuk apa aku ingin merayakan ulang tahun?
Bahkan tidak ada yang perduli, lima tahun belakangan ini aku selalu merayakan hari bahagia ku dalam kesunyian.
Kadang jika aku merasa tak sanggup, aku menangis dalam sunyi nya malam. Mengutuk dan menyalahkan takdir tuhan yang menurutku tidak adil.
Tapi sekali lagi, hal itu menjadi kebiasaan untukku.

Kepalaku menunduk kebawah, mengusap setetes air pada lingkar merah kalenderku. Tidak terasa air mataku jatuh lagi, dan inilah yang aku lakukan sepanjang malam. Menangis di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia dalam hidupku,

-

Sentuhan lembut dipucuk kepalaku sedikit mengusik tidurku, lama sampai akhirnya aku mencoba membuka mata.

Kulihat Rani yang sedang menatapku dengan mata yang memerah, tangannya terulur untuk membantuku bangkit dari tidurku. Aku yang tidak mengerti hanya menurut, sampai akhirnya aku sadar dia sedang menangisi kondisi ku menangis dalam keadaan tidur tak lupa dengan kalender yang tak lepas dari genggamanku.

" Happy birthday sahabatku, tak banyak yang kuharapkan. Aku hanya berharap semoga kebahagiaan yang kau inginkan segera datang. SeIndah namamu "

Serentet kata yang diucapkan Rani berhasil membuat pertahananku runtuh, dalam hitungan detik air mata itu kembali terurai dengan derasnya mengaliri pipiku.
Pelukan Rani semakin erat seiring kerasnya isakan tangisku, menggelengkan kepalaku sedikit keras akhirnya aku menyadari tindakan bodohku yang menyalahkan takdir Tuhan.
Tidak, Tuhan masih baik kepadaku dengan memberikan sahabat seperti Rani.

Menjelang pagi aku terbangun, tak lepas dari lingkaran hitam dibagian bawah kelopak mataku.
Benda kecil yang kuletakkan diatas meja bergetar menandakan ada sebuah pesan yang masuk.

" Selamat hari lahir Indah, aku harap kebahagiaan selalu menyertaimu "

Aku tersenyum saat membaca isi pesan itu, membayangkan senyum seseorang yang mengirimkan pesan tersebut.
Jemari lentikku dengan cepat membalas pesannya tak lupa dengan senyuman yang menghias dibibirku,

" Terimakasih Andre, " aku menghentikan gerakan tanganku.
Lalu dengan isengnya aku menambahkan kata yang membuatku sendiri merasa geli.

" semoga kau selalu disampingku " Aku tergelak kala tanganku tidak dengan sengaja memencet tombol send,
Dengan segala kebodohan aku menepuk keras dahiku, Indah bodoh!
Aku tidak dapat membayangkan bagaimana reaksi Andre saat membaca pesan keramat itu, menggigit pelan sedikit jempolku akhirnya aku hanya pasrah.

Berbicara tentang Andre. Sosok laki laki yang kukenal saat dibali beberapa waktu yang lalu.
Satu bulan belakangan ini dia yang selalu berada disampingku, sikapnya yang baik dan sopan mau tak mau membuatku merasa nyaman. Bukan untuk hubungan sepasang kekasih, apalagi menjalin cinta. Aku dan dia hanyalah bersahabat. Kehadiran Coco, anak kandungnya tak sama sekali menyulitkan ataupun mengganguku. Sejauh yang kulihat, Coco adalah anak yang manis. Meski tak jarang dia bertingkah menyebalkan, terlepas dari sosok sang mama yang tidak pernah hadir dalam hidupnya.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang