8. Sudut pandang Erick

1K 121 14
                                    

Aku mengerjapkan mata pelan mengusir rasa pusing yang mendera kepalaku saat ini. Kepalaku tertunduk, dengan kedua tangan yang bertumpu di meja.
Sialan, rasa pusing ini tak kunjung hilang.

Kemudian aku memilih untuk tidur, mengistirahatkan tubuhku yang lelah akibat pekerjaan. Namun sesuatu yang membuatku kesal, Reno datang tiba tiba menganggu waktu tidur berhargaku.

" Apa apaan kau?! ",desisku yang hanya dihadiahi cengiran tanpa dosa dari Reno.

" Didepan ada teman gue, mau ngelamar kerja disini. Plis diterima ya, gue mohon " pintanya memelas.

Aku melotot mendengar permintaannya yang lebih kepada pemaksaan . apa apaan dia? Belum juga memberikan surat lamaran, wawancara dan sebagainya aku harus menerimanya bekerja dikantorku?! Mana aku tahu dia kompeten dalam bekerja .

" Yaudah kau liat dulu deh, dijamin cantik pake banget " aku mendengus, bukan cantik yang kuinginkan.

" Sialan kau Reno, kau menganggu waktu istirahatku! " geramku saat dia menarik tubuhku paksa .

" Yang mana! " aku melihat punggung seorang wanita yang hampir meloncat saat mendengar gertakanku.

Lama aku menunggu, wanita itu tak kunjung membalikan tubuhnya.

"Angkat kepalamu nona " Reno berdecak dan wanita itu tersentak.

Dia membalikan tubuhnya, dan sesuatu dalam diriku berkata bahwa ini tidak asing. Aku memandanginya dalam diam, sampai dia mengangkat kepalanya aku tersentak.
Adrenalinku meningkat, tanganku mengepal secara otomatis. Beraninya wanita sialan ini kembali muncul setelah melarikan diri dan meninggalkan banyak masalah.

Sama terkejutnya denganku, matanya membulat. Buta jika aku tidak mengetahui gelagatnya yang berusaha terlihat biasa. Namun usahanya gagal, tubuhnya terlihat gemetar ketakutan.

Dan aku hanya bisa menampikkan senyum kecut. Pemandangan indah didepanku ini tidak boleh ku lewatkan. Bertahun tahun aku menunggunya, bukan untuk memeluknya saat dia kembali. Tapi untuk menghancurkannya sebagaimana dirinya tega menghancurkanku dulu.

" Tinggalkan kami berdua "

Tubuh wanita itu menegang, sedetik kemudian melorot dan meluruh hingga tubuhnya terhempas di sofa.
Aku menadangnya dengan tajam, layaknya singa yang siap menerkam mangsanya.

" Setelah sekian lama menghilang sekarang muncul dengan tiba tiba "

Dia tetap tertunduk, sekilas aku melihat gerakan tangannya seperti menghapus air mata . Gadis bodoh, dia fikir aku mau dibohongi dengan air mata palsunya. Setidaknya, tidak akan terulang lagi.

" Kak.. "

" Jangan memanggilku seperti itu! Adikku yang manis sudah lama mati " potongku cepat, dan dugaanku benar. Sorot matanya meredup penuh luka,

" Maaf.. " kata kata ini yang kutunggu sejak lima tahun yang lalu. Letak kesalahannya adalah kenapa dia harus mengatakannya sekarang. Dulu dia pergi, meninggalkan semua akibat akan perbuatannya tanpa rasa bersalah. Benar, penyesalan akan selalu berada diakhir tapi persetan akan hal itu!

Selanjutnya hanyalah aku berbicara sesuka hati. Menyindirnya, menyalahkannya, menghakminya, serta melukainya dalam waktu yang bersamaan. Mulutku tanpa bisa dicegah dengan lantangnya mengatakan dia seorang pembunuh. Ucapanku tidak sepenuhnya salah, nyatanya dia memang pembunuh Clarissa. Seolah belum puas, aku kembali mengatakan hal yang kembali melukai hatinya. Dia berhutang lima ratus juta padaku,

Kali ini dia mendongkak, hidungnya memerah meyakinkan diriku bahwa dirinya sedang mati matian menahan tangis. Kujelaskan apa yang telah terjadi selama dia pergi, kalau tidak karena aku. Mungkin sekarang dia sudah menjadi tawanan polisi .

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang