Sixth : I Love You

212 7 0
                                        


Hembusan angin malam yang ditemani rintiknya hujan membuat suasana puncak semakin sunyi. Suara-suara hewan malam yang menemani Marcell duduk di teras villa seolah tau apa yang Marcell rasakan. Hampa. Liburan yang sudah dia harapkan karena bertemu Silvi hanya menjadi angan. Namun tidak dengan perasaan para sahabat Marcell. Siska dan Leo yang tau Silvi tidak datang merasa bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama Marcell. Hujan yang semakin deras membuat Marcell terbangun dari kenyamanannya dan masuk kedalam kamar.

"Coba lo cek di twitter. Siapa tau Silvi lagi on RP" Alibi Leo supaya terlihat perduli dengan Silvi.

"Iya. Pinter juga lo" ucap Marcell sambil mengambil ponselnya yang sedari tadi didalam tas. Marcell membuka akun Silvi. Berharap ada kabar. Tapi nihil. Silvi on 12 jam yang lalu dan tweet terakhirnya mengucapkan selamat malam ke Marcell.

****

Sementara di lain tempat, terlihat Siska sedang sibuk membuatkan cokelat hangat untuk sahabatnya. Marcell. Secangkir hot chocolate. Siapa sangka, seorang Siska yang terlihat anti dengan 'cinta' kini menyimpan sejuta rasa ke seorang Marcell. Laki-laki absurd yang hidup untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Tanpa memperhatikan sekitarnya. Siska membawa satu selimut tebal dan satu cangkir cokelat panas ke dalam kamar Marcell. Terlihat Marcell sedang tiduran di kasur sambil mendengarkan lagu melalui, earphone.

"Cel, nih gue bikinin cokelat hangat. Sama gue bawain selimut biar lo gak kedinginan"

"Eh atas dasar apa lu tiba-tiba perhatian banget ke gue? Btw, thanks ya nyet" ucap Marcell sambil meneguk cokelat hangat dan menutupi setengah badannya dengan selimut yang dibawa Siska.

"Gapapa lah masa gaboleh perhatian sama sahabat sendiri. Yaudah lo tidur aja ini udah malem" ucap Siska sambil menutup jendela yang sedari tadi terbuka.

Marcell merasa aneh melihat tingkah siska yang berubah. Tapi rasa gengsi Marcell yang terlalu tinggi membuat Marcell tetap terlihat 'bodoamat' dengan perubahan sikap Siska. Siska duduk di sofa dekat jendela kamar Marcell sambil membaca majalah. Marcell melihatnya aneh, kalau Siska ada di sini, bagaimana Marcell bisa istirahat? Siska melirik Marcell yang salah tingkah. Siska ikut salah tingkah. Seketika suasana hening. Marcell sibuk dengan ponselnya dan Siska hanya membolak-balik majalahnya. Malam semakin larut, kedua manusia itu masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing hingga Leo datang dan memecahkan keheningan.

"Woy woy pada kumpul disini gak ngajak gue. Wah parah lo" ucap Leo yang langsung melompat ke kasur Marcell. Siska yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.

"Gue keluar dulu ya mau nyari angin. Gerah banget" ucap Marcell sambil berjalan menuju teras. Leo mengerutkan dahinya, merasa aneh dengan sikap kedua sahabatnya itu. Siska melirik Leo yang sedang kebingungan. Akhirnya Siska memutuskan untuk keluar dari kamar Marcell dan menyusul Marcell ke teras. Terlihat Marcell sedang sibuk dengan ponselnya. Siska duduk di bangku dekat Marcell duduk. Siska memperhatikan Marcell, dia menatap bahu Marcell penuh kasih sayang. Marcell belum sadar bahwa ada Siska didekatnya. Hingga Siska menyadarkan Marcell.

"Cel, pernah berfikir gak kalau sahabat bisa jadi cinta?" perkataan Siska yang membuat Marcell beku. Marcell tersentak kaget. Dia menatap Siska tajam seolah bertanya sesuatu.

"Apaan? Elo sama Leo?" ucap Marcell datar. "Gue comblangin nyet!" lanjutnya sambil menepuk bahu Siska.

Siska membisu. Bagaimana bisa Marcell tidak sadar akan perasaan Siska? Siska hanya tersenyum pait mendengar jawaban Marcell. Siska minta izin untuk kembali ke kamarnya. Siska tidak ingin Marcell tau apa yang sedang dia rasakan sekarang. Rintikan hujan yang masih setia menemani Marcell membuat Marcell lupa akan keberadaan Silvi yang masih menjadi teka-teki. Marcell memejamkan matanya, mencoba melupakan semua masalah yang ada hari ini. Menikmati semilir angin yang membelai tubuhnya hingga tanpa sadar dia semakin terlelap. Leo yang melihat sahabatnya tertidur di teras segera membangunkannya dan menyuruh untuk tidur dikamarnya. Setelah Marcell pergi, Leo duduk di teras. Dia merenung, Leo ingin sekali mengungkapkan perasaanya pada Siska tapi dia tau, gadis yang dicintainya itu lebih menyukai sahabatnya. Marcell. Bagaimana bisa Leo menyembunyikan perasaannya serapi ini? Bahkan dia berpura-pura tidak tau apa yang terjadi.

***

Siska p.o.v

Jam menuju pukul 07.00 tepat. Hari ini, aku berniat untuk jalan-jalan menyusuri puncak. Udara di sini masih sangat alami. Kabut yang masih tebal dan gemercik air sungai yang sangat membuat tenang suasana. Aku berjalan sambil sesekali mengambil beberapa foto.

"Lo ngapain disini?" suara bariton yang mengagetkanku. Aku menganga melihat Leo yang tiba-tiba sudah berada dibelakangku. Apa dari tadi Leo mengikutiku?

"Eh. Lo kok ada disini?" aku duduk di bawah pohon besar di samping sungai. Leo juga mengikutiku dan duduk disampingku.

Hening.

Leo tidak membalas pertanyaanku. Dia hanya diam dan matanya menatap lurus kedepan. Ada apa? Kok Leo yang biasanya grasak-grusuk sekarang menjadi pendiam seperti ini. Someone please help me.

"Gue mau ngomong" ucap Leo datar. Sangat datar. Bahkan matanya belum beralih dari pandangannya.

"Ngomong apa? Gausah sok serius gitu. Geli" ucapku seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Gue mau ngomong. Kalau gue-"

"Woy!"

Belum saja Leo menyelesaikan omongannya, Marcell sudah datang dan memecah keheningan. Terimakasih Tuhan. Sudah mengirimkan orang yang membuat keadaan awakwrd  ini berakhir. Marcell duduk di sebelahku. Dan tiba-tiba merangkul pundakku. Apa ini? Kenapa jantungku berkerja lebih cepat? Pasti saat ini pipiku sudah seperti tomat rebus. Semoga Marcell tidak menyadarinya.

"Lo pada ngapain disini? Gue ditinggal sendirian di villa lagi. Kalo gue kenapa-kenapa gimana? Ntar lo pada gak punya sahabat cogan lagi dong" ucap Marcell dramatis. Oh God! Kenapa aku bisa menyukai cowok kayak gini? Sadar Sis, Sadar.

"Yaelah lebay lo bocah. Lo aja dari tadi tidur. Yakali gue harus bangunin lo dulu gitu. Terus mohon-mohon biar lo nemenin gue jalan-jalan?" ucap Leo tak kalah dramatis.

"Lo berdua bocah. Udah sono pacaran aja. Cocok kok!" ucapku menengahi perdebatan mereka lalu kembali ke villa. Kenapa ini? Kok aku berharap Marcell menahanku? Sadar Sis. Gak mungkin.

"Sis!"

Aku masih meneruskan langkahku. Itu pasti suara Leo. Terus Leo mengejekku kalau jalan jangan kayak model gagal. Huh dasar!

"Siskaaaa!"

Aku menoleh. Bener kan, itu suara Leo. Aku mematung ditempat sambil menatap mereka berdua. Marcell hanya melirikku sekilas lalu mengarahkan pandangannya ke arah lain. Kok aku berharap di liatin Marcell sih? Back to earth, Siska!

"Why?" ucapku enteng. Sambil meletakkan tanganku didepan dada.

Tidak ada respon. Leo yang tadi memanggilku malah menatap Marcell seolah memberi kode. Kode apa? Kode hape? Ah enggak lah. Aku kesal melihat mereka. Akhirnya aku meneruskan langkahku untuk balik ke villa. Saat jarak kami lumayan jauh, aku mendengar teriakan dari Marcell yang membuatku membeku ditempat.

"SISKAAAA I LOVE YOUUUU!! SISKAAA!!!"

Apa? Itu beneran Marcell yang teriak? Kok? Ah gak mungkin. Aku berjalan lagi. Tanpa menoleh ke arah mereka.

"KATA LEO TADI SIS! DIA TADI MAU BILANG GITU TAPI MALU. MENTAL TEMPE MAKLUMIN!"

Deg! Leo? Aku kikuk. Kenapa? Kok Leo bukan Marcell? Padahal aku kan berharapnya Marcell. Aku mengabaikan mereka. Dan kembali ke villa.

Siska p.o.v end.

"Kampret! Lo kenapa ngomong gitu ke Siska bego? Ini hati bukan tai. Gabisa dikeluarin seenaknya"

Leo terus mengoceh tidak jelas dan Marcell hanya tertawa mendengarnya.

"Mau sampek kapan lo diem mulu? Buruan kali tembak. Sebelum gue bertindak nih" ucap Marcell sambil mengangkat satu alisnya. Leo bergidik ngeri melihat ekspresi Marcell.

"Lo mau ngapain? Gausah aneh-aneh"

"Wait aja. Someday lo pasti bakal ucapin terimakasih ke gue"

"Najis ew"

*******

Part paling absurd. Serius. Gaboong.

ROLEPLAYERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang