Pelangi

79 2 0
                                    

Aku tersenyum kepada teman lama ku. Dia adalah teman masa kecil yang sering bermain denganku. Aku memanggilnya Awan. Dia berdiri dengan gagahnya dan menggunakan sepatu kets berwarna biru. Ia menatapku seperti tidak suka. Aku jadi bingung, karena biasanya dia selalu datang dan memeluk. Tapi sekarang dia berbeda, dia seperti mengacuhkanku. Aku menggeleng dan menghilangkan pikiran buruk itu. Tidak mungkin Awan seperti itu. Ia begitu dekat denganku dulu, 5 tahun yang lalu kami masih bercanda. Dan kenapa sekarang dia diam.

"Awan." Aku menatap sendu ke arahnya. Awan benar-benar marah kepadaku. Apa ? Mungkin dia pernah kecewa denganku ? Tapi setahuku hubungan kami baik-baik saja sebelum dia pergi ke Jepang 5 tahun silam.

"Jangan panggil aku Awan, Namaku Adit. Dan kuharap kamu jangan dekat-dekat denganku."

Kenapa Awan seperti ini ? Bukannya dia baik-baik saja dulu. Bodoh. Pelangi, mungkin kamu melakukan sesuatu kesalahan tapi tidak menyadarinya. Mungkin kamu menyakiti hatinya tanpa disadari.

Apa masih bisa aku minta maaf ?

Terlambat, kini Awan pergi menjauh. Ia benar-benar pergi meninggalkan aku sendiri dipadang rumput ilalang tempat biasa kita bermain.

Setelah Awan pulang, mereka berjanji akan bertemu di tempat ini lagi. Tapi kenapa tempat ini menjadi saksi perpisahan aku dengannya.

Pelangi tersenyum perih. Bodoh, seharusnya aku tahu, 5 tahun yang lalu tidak mungkin tetap sama seperti sekarang.

* * *

"Bunda denger, Awan lagi di Jakarta."

Aku berusaha untuk mengacuhkan Bunda. Dia begitu mengenal Awan, karena kami sangat dekat dulu. Awan sering kesini dan bermain dengan Pelangi hingga larut malam.

Aku kembali mengingat kenangan bersama Awan 5 tahun silam. Saat itu aku diganggu oleh segrombolan anak yang berasal dari komplek sebelah. Dia melempari aku dengan batu.

Awan datang menghampiri mereka dan memukulnya dengan kerikil-kerikil. Aku menangis menjerit, Awan datang memelukku dan mencoba menenangkanku.

"Semua akan baik-baik saja."

Prang! Bunda sepertinya menjatuhkan panci. Aku jadi buyar dan menghampirinya di dapur.

* * *

"Kenapa dari tadi lo diam dan melihat anak baru itu ?"

Septi temanku mencoba menyadarkan ku. Aku menggeleng. "enggak. Gue enggak merhatiin dia kok." kilahku.

Tentu saja Septi tidak akan percaya, dia adalah teman dekatku yang paling mengerti kondisiku.

"Lo suka sama Adit yah ?" Tanyanya.

Namanya Awan bukan Adit.

Septi menjentikkan jarinya. "Lo suka Adit ? Iya kan ?"

Aku menggeleng menutup telingaku. "Enggak, gue enggak suka dia." Jeritku.

Septi terkekeh. "Biasa aja kali. Gue kan cuman nanya, kalau enggak suka yah justru bagus."

Aku mengernyit bingung. Kenapa harus bagus ?

"Gue suka sama dia La. Banget." Tuturnya.

Aku tersenyum senang. Septi teman dekatku menyukai sahabatku. Tapi kenapa aku merasakan sesak. Disini.

* * *

Pelangi dan Awan[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang