ANGIN musim panas berembus menggoyangkan ranting pohon dan mengugurkan daun-daun yang sudah mengering. Cuaca yang kurang bersahabat untuk memulai aktivitas tahun ajaran baru kali ini. Namun, hal itu tidak mengurangi antusias seorang siswi yang baru saja mengenakan seragam sekolah barunya untuk pertama kali.
Di tahun keduanya di SMA akhirnya dia bisa kembali ke kota ini. Selama empat tahun ke belakang, pekerjaan kedua orang tuanya memang menuntutnya harus rela berpindah-pindah kota. Namun, itu bukan masalah besar bagi orang sepertinya. Sifatnya yang baik dan mudah bergaul dapat membantunya di saat seperti ini dan tidak lupa kemampuan otaknya yang tak perlu diragukan lagi pasti akan mempermudahnya.
Name tag bertuliskan 'Leya D. Wijaya' tersemat di kemeja bagian kanannya. Masih dengan senyuman lebar dia menatap pemuda yang juga tengah tersenyum ke arahnya itu.
"Selamat datang di sekolah gue, Le!" sapa seorang pemuda berambut cepak di hadapannya.
"Mohon bantuannya!" balas gadis berambut sebahu tersebut.
Ia akan mencari teman sebanyak-banyaknya dalam waktu dua tahun ke depan. Apapun yang terjadi dia akan lulus dari sekolah ini. Jika nanti orang tuanya memintanya untuk kembali pindah sekolah dia akan menolaknya. Dia akan lulus bersama pemuda itu.
"Kita sekelas kan, Ga?" tanya Leya pada pemuda yang saat ini tengah berjalan di sebelahnya. Pemuda itu mengangguk.
"Mustahil seorang Ranggada nggak masuk kelas unggulan, bener nggak?" cibir Leya yang mendapat jawaban tawa kecil dari lawan bicaranya.
"Itu cuma keberuntungan," elaknya yang dibalas decihan oleh lawan bicaranya.
"Nggak usah merendah deh!" Leya tertawa dan memukul lengan pemuda itu.
Keduanya tertawa sepanjang jalan menuju kelas mereka. SMA Katana menggunakan peringkat nilai ujian untuk mengelompokkan siswa-siswanya. Bukan bermaksud untuk membuat diskriminasi atau apa hanya saja sekolah pikir mungkin itu dapat meningkatkan semangat belajar anak didiknya.
Saat sampai di depan pintu kelas, langkah Leya terhenti. Ini adalah hari pertamanya dan dia merasa gugup. Kelas terdengar ramai entah apa yang tengah terjadi di dalam. Leya semakin gugup. Bagaimana jika anak-anak Katana tidak menerimanya? Apalagi anak-anak kelas unggulan.
Menyadari ketidaknyamanan Leya, Angga menepuk bahu gadis itu.
"Banyak yang baik kok dan sebagian besar udah gue kenal sejak kelas satu." Angga tersenyum menyemangati. Leya mengangguk dan tersenyum lega.
"Selamat datang kembali, Leya."
Gadis itu menoleh saat mendengar namanya disebut. Senyumannya semakin lebar ketika melihat sosok itu. Pemuda yang membuatnya semangat untuk pergi ke sekolah ini.
"Lando!" teriaknya, lalu menghambur ke pelukan pemuda itu. Lando terkekeh dan menepuk-nepuk punggung Leya.
"Setelah keliling ke antaberantah akhirnya lo mendarat di sini juga," ujarnya yang membuat Leya tertawa. Leya melepaskan pelukannya dan menatap pemuda itu dengan mata berbinar.
"BERISIK!!"
Teriakan dari dalam kelas membuat ketiga orang yang masih berdiri di depan kelas terlonjak kaget. Lando dan Angga menghela napas. Mereka sudah bisa menebak suara teriakan siapa yang baru saja mereka dengar.
'BRAK'
Leya bernapas lega ketika refleks Angga cukup cepat untuk menariknya menjauh dari pintu. Karena jika tidak sekarang pasti ia sudah tersungkur karena terhantam pintu.
"Thanks, Ga," ucapnya tulus. Angga mengangguk.
Mereka bertiga sudah menepi saat seorang gadis dengan aura yang cukup membuat Leya menahan napas berdiri dengan kilat amarah di manik hijaunya. Leya tidak tahu siapa gadis itu, tetapi siapa pun dia gadis itu pasti memiliki pengaruh yang cukup besar. Buktinya setelah teriakannya kelas berubah hening dalam sekejap.