SAAT Vela tiba di kamarnya, hal pertama yang menyambutnya adalah teriakan dan pelukan dari Lita. Gadis itu menangis dan menanyakan banyak pertanyaan yang justru memancing Vela untuk tertawa.
“Ngilang kemana lo? Kata Pak Alfa lo sakit dan pulang ke rumah. Bohong kan? Tante Hera dateng ke rumah dan kata Mbak Lana lo nggak pulang sejak Selasa. Lo kemana? Dan ini pipi lo kenapa?” todong Lita.
Vela menyeka air mata sahabatnya itu dan menepuk pipinya. Dia mengerling, lalu merangkul Lita untuk duduk di tempat tidur gadis itu.
“Gue bakal ceritain semua hal yang pengen lo tau, tapi entar, oke?” Vela mengipas sebelah tangannya, lalu melemparkan ponselnya di atas ranjang Lita. “Gue mandi dulu.”
Tanpa menunggu jawaban dari Lita, Vela berbalik badan menuju lemari pakaiannya. Saat dia mengambil handuk di gantungan dekat pintu kamar mandi, Vela tak sengaja melihat Winnie melirik ke arahnya. Hal itu membuat Vela sadar bahwa penghuni kamar ini bukan hanya dirinya dan Lita.
Sebelum membuka pintu kamar mandi, Vela mengedarkan matanya dan tidak menemukan Leya di mana pun. Namun, tidak ingin peduli dan ambil pusing dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.
Hampir setengah jam waktu yang dibutuhkan Vela untuk membersihkan diri. Gadis itu keluar dengan legging hitam dan sweter biru tua. Kepalanya masih tertutup dengan beanie hat pemberian Lando.
Dan hal itu jelas saja kembali memancing pertanyaan baru di kepala Lita. Gadis berkucir kuda itu yakin pasti ada sesuatu yang Vela sembunyikan karena jika tidak untuk apa Vela menggunakan topi di dalam ruangan? Kecuali jika memang Vela maniak topi, tetapi sayangnya dia tahu Vela bukan.
Setelah Vela selesai menjemur handuknya di gantungan, Lita kembali mencecar sahabatnya itu dengan pertanyaan. Namun, bukannya menjawab Vela justru memperhatikan Leya yang sejak sepuluh menit sudah lalu duduk di atas tempat tidur. Leya terlihat tengah tersenyum karena sesuatu yang ada di layar ponsel gadis itu.
“Vel,” tegur Lita ketika Vela masih saja menatap Leya dengan seringaian di bibirnya.
Yang dipanggil menoleh dan duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan Lita. Vela bersedekap dada dan menyilangkan kaki kirinya di atas kaki kanannya.
“Lo mau gue cerita dari mana?”
Lita cukup kaget Vela menanyakan itu, dia melirik kedua temannya yang lain. Pertanyaan Vela jelas saja cukup untuk menarik perhatian dua penghuni lainnya yang semula tengah asyik dengan ponsel masing-masing.
“Vel, lo yakin nggak papa cerita di sini?” bisik Lita. Vela mengangguk, lalu balas berbisik.
“Satu pertanyaan aja yang nggak ada hubungannya sama Nyokap.”
Lita menggangguk. “Lo kemana aja, Vel?”
“Ngerayain ulang tahun bareng Lando.”
“Apa?!”
Lita memekik paling keras. Ketiga gadis itu sangat kaget saat mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Vela. Dari sekian banyak kemungkinan ke mana hilangnya Vela sejak jam makan siang kemarin hingga malam ini, tidak satu pun dari mereka bertiga yang menebak jika hal itu ada hubungannya dengan Lando. Walau ada sedikit kemungkinan karena hari ini pemuda itu juga izin tidak masuk.
Vela mengangguk dengan seringaian bermain di bibir. Dia menunjuk beanie hat yang menutupi kepalanya.
“Gue dapet ini dari dia.”
“Lo pikir gue percaya sama bualan lo?” sinis Leya, tertawa mendengus, lalu kembali untuk memainkan ponselnya. “Bilang aja lo ngarep.”
“Gue nggak minta lo percaya.” Vela menaikkan kedua bahunya tak acuh, lalu memberi isyarat agar Lita mengikutinya keluar kamar.