ANGIN sepoi-sepoi menerbangkan anak rambutnya. Cuaca cerah dengan terik matahari yang cukup menyengat tidak membuat Vela berniat untuk beranjak dari rooftop sekolahnya. Hanya ada Vela di tempat ini. Atap sekolahnya memang sepi, jarang ada yang pergi ke tempat ini. Padahal, menurutnya, atap adalah tempat yang paling tepat untuk belajar setelah kamar mandi.
Ujian tengah semester sudah benar-benar berada di depan mata. Ia tidak boleh bermain-main lagi jika tidak ingin mendapat pelajaran yang sangat tidak ingin dia terima. Sesulit apapun kali ini Vela harus berhasil mengalahkan Lando. Dia tidak bisa terus menerus berada di bawah pemuda itu. Vela harus menjadi nomor satu apapun caranya.
Vela membawa semua buku yang ia simpan di lokernya dan semua pulpen warna yang dia miliki. Dia mulai membaca dan menggarisi semua kalimat yang menurutnya penting.
Vela melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul lima lebih. Dua buah buku yang berisi bahan untuk ujiannya besok sudah penuh dengan coretan warna-warni. Kebiasaan Vela saat belajar adalah mewarnai deretan huruf itu dengan berbagai warna hingga membuatnya tidak lagi malas untuk membacanya. Vela suka buku berwarna dan buku bergambar. Oleh sebab itu, ia lebih menyukai komik daripada novel.
Vela mengemasi semua barangnya ke dalam tas dan menengadah. Langit sudah mulai berubah jingga. Vela berjalan mendekat ke arah pembatas setinggi dadanya. Dari atas sini dia bisa melihat hampir seluruh bagian Katana.
Katana terdiri dari Taman kanak-kanak, SD, SMP, dan SMA. Keempatnya ada dalam satu kompleks dan merupakan sekolah favorit di masing-masing angkatan. Seluruh pelosok kota pasti mengetahui Katana. Selain karena terkenal dengan fasilitasnya yang mewah, prestasi siswa-siswa Katana juga tidak perlu diragukan lagi. Sudah banyak dari mereka yang menjuarai berbagai event, baik akademik maupun non-akademik.
Vela memejamkan mata menikmati angin sore yang menerpa wajahnya. Ia menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
"Kalau pengen aku rengking satu, kenapa Mama masukin aku ke sini?" gumamnya sendu.
♣♣♣
Vela berjalan dengan santai di lorong sekolah yang sudah mulai sepi. Sudah tidak ada lagi siswa yang berkeliaran di sekolah kecuali dirinya. Vela tertawa kecil, tidak mungkin dia menemukan siswa Katana berkeliaran di musim ujian seperti ini. Sudah pasti mereka semua tengah giat-giatnya belajar.
Saat melewati ruang musik, sepertinya Vela harus meralat perkataannya. Tidak semua siswa Katana belajar di musim ujian seperti sekarang ini. Contohnya mereka; klub musik yang beranggotakan anak-anak kelas 2-E dan 2-F.
Vela menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruang musik. Kadang Vela berpikir ingin masuk ke kelas-E atau F yang berisi anak-anak berumur enam belas tahun yang sebenarnya. Menikmati masa SMA mereka dengan bersenang-senang. Bukan menjadi kutu buku dan berlomba-lomba menjadi yang terbaik dan kesayangan guru seperti yang dia lakukan saat ini.
Senyuman tipis terukir di bibirnya saat mendengar anak-anak itu bernyanyi dan memainkan alat musik dengan riang tanpa memedulikan bahwa besok mereka harus ujian. Langkah Vela membawanya duduk di salah satu bangku panjang yang ada di koridor. Ia berniat untuk mendengar anak-anak itu memainkan apa yang mereka suka.
Vela memejamkan mata dan menggerakkan kaki mendengar lagu kesukaannya dimainkan oleh mereka. Vela menyukai musik walaupun tidak sebesar rasa cintanya pada basket. Suka ataupun tidak Vela dituntut untuk bisa bermain musik karena hal tersebut masuk ke dalam mata pelajaran sekolah ini. Bukankah dia harus menguasai semuanya untuk dapat menjadi nomor satu?
"Keren, guys!" Suara tawa dan tepuk tangan terdengar sesaat setelah bait terakhir selesai mereka nyanyikan.
"Semoga besok kita nggak dapet nilai di bawah 50!"