AWAL semester baru Katana diselimuti suasana yang menyenangkan. Setelah menghabiskan libur semester yang cukup lama, anak-anak kembali ke sekolah. Bersiap untuk menjalani rutinitas mereka sebagai pelajar.
Beberapa anak memasang wajah berseri, mungkin karena liburan mereka menyenangkan dan sudah rindu dengan teman-temannya. Ada pula mereka yang memasang wajah murung dan tidak bersemangat. Mungkin liburan mereka masih kurang dan tak ingin segera kembali dipusingkan dengan tugas-tugas yang menumpuk.
Di awal semester ini Katana mendapat kabar gembira dari beberapa klub ekstrakurikuler yang selama liburan berhasil mengharumkan nama sekolah di berbagai cabang. Dan salah satunya adalah ekstrakurikuler basket. Meski tim putri gagal di babak final, tim putra berhasil membawa pulang piala bergilir Prida Cup.
Kabar tersebut merembak dengan cepat membuat para pemainnya mendapat penggemar-penggemar baru. Memang sudah menjadi rahasia umum jika pemain tim basket putra memiliki badan bagus dan wajah yang bisa dibilang tampan. Jadi, tidak heran jika kafetaria mendadak ramai saat beberapa anak basket menginjakkan kaki di sana.
"Ya ampun, Alan! Beberapa minggu nggak ketemu makin ganteng aja."
"Eh, si Ariel juga makin cakep ya?"
"Itu badan apa kasur sih? Gue jadi pengen rebahan."
"Ih si Kevan juga ternyata nggak kalah ganteng dari Alan ya?"
Lita mendengus mendengar ocehan orang-orang di sekitarnya ketika melihat ketiga teman cowoknya berjalan memasuki area kantin. Gadis itu memutar mata malas saat Alan berpamitan pada kedua temannya dan memilih untuk berjalan menuju mejanya.
"Ciee yang udah jadi artis," goda Obi menaik-turunkan alisnya.
"Bisa aja lo," balas Alan, lalu menarik kursi duduk di sebelah Lita. Matanya mengedar mencari seseorang. "Vela mana?"
"Nggak masuk."
Alan mengerutkan dahi mendengar jawaban Obi. Dia hampir lupa jika sekarang Obi teman sekelas Vela.
"Kenapa?" tanyanya penasaran.
Obi hanya mengangkat bahu. Meskipun sekarang mereka berdua akan satu kelas, tetapi mereka belum sedekat itu.
"Jangan-jangan pergi sama Lando?" tebak Lita berspekulasi.
Alan mengangguk setuju. Hari ini pemuda itu juga tidak masuk kelas. Tadi pagi mereka berangkat bersama dari rumahnya. Iya, selama liburan Lando memang menginap di rumahnya. Saat sampai di gerbang, Lando memintanya untuk pergi terlebih dahulu. Namun, sampai siang Lando tak kunjung menyusul.
"Coba telfon Lando," pinta Lita. "Soalnya gue telfon Vela nggak bisa."
Belum sempat Alan mengeluarkan ponsel yang baru dibelinya beberapa hari lalu itu, seseorang yang mereka cari muncul di pintu masuk. Kedatangam keduanya tentu berhasil membuat berpasang-pasang mata melirik ke arah mereka.
Lita melambaikan tangan dan tersenyum lebar melihat Vela ternyata benar-benar datang dengan Lando seperti dugaannya. Namun, ketika kedua temannya itu semakin dekat Lita yang awalnya berniat untuk menggoda mereka mengurungkan niatnya saat melihat ekspresi keduanya.
Orang yang tak mengenal Vela mungkin akan berangkapan ekspresi gadis itu biasa aja. Namun, Lita yang sudah mengenal Vela cukup lama tahu bahwa wajah itu sedih. Di samping Vela, Lando yang biasanya akan memasang wajah konyol--menurut Lita--sekarang tak menunjukkan ekspresi apapun.
"Cie barengan! Makin deket aja nih kayaknya," goda Obi saat Lando dan Vela sampai di meja mereka.
"Makasih," ucap Vela terdengar agak ketus ketika Lando menarikkan kursi untuknya. Dia mengabaikan godaan Obi.