SEHARIAN ini Vela benar-benar menepati janjinya untuk memberikan semua waktunya untuk Lando. Sejak keluar dari rumah sakit dia membiarkan Lando membawanya pergi ke mana pun dan melakukan apa pun seperti apa yang dikatakan pemuda itu. Dan sejauh ini semuanya masih normal.
Lando mengajaknya ke tempat-tempat baru dan melakukan sesuatu yang selama ini belum pernah ia lakukan. Jika dipikirkan lagi, Vela tidak sedang memberi sesuatu pada Lando melainkan dia kembali menerima dari pemuda itu.
Berjam-jam Lando mengajaknya bermain di mall hingga mereka keluar dengan sebuah boneka beruang besar berwarna krem dan beberapa paperbag di tangan. Pemuda itu juga mentraktirnya makan siang dan sekarang Lando tengah membelikannya es krim.
Vela mengusap peluh dan mengipas-ngipas tangannya di depan wajah. Badannya terasa lengket dan panas. Bayangkan saja pukul tiga sore di saat cuaca terik, Lando mengajaknya bermain sepeda. Awalnya Vela menolak keras selain karena malas dia juga tidak bisa naik sepeda. Ya, Vela memang tidak bisa naik sepeda karena dia memang tidak pernah mencobanya. Lando yang mengetahui hal itu langsung mengolok-oloknya dan justru semakin memaksa Vela untuk naik sepeda. Dan hasilnya, sore itu mereka habiskan untuk mengajari Vela mengendarai sepeda.
“Nih, rasa stroberi kan?”
Lando menyodorkan satu cone es krim stroberi di depan wajah Vela dan langsung saja disambar oleh gadis itu. Mata Vela yang berbinar saat melihat es krim membuat Lando tanpa sadar tersenyum tipis.
“Thanks,” ucap Vela sebelum mulai menjilat es krimnya. Lando mengangguk, lalu mendudukkan dirinya di sebelah Vela.
Mereka berdua duduk di sebuah bangku taman yang menampilkan pemandangan matahari terbenam tanpa penghalang apa pun. Tanpa diketahui satu sama lain keduanya sama-sama mengulas senyum. Baik Vela maupun Lando tak pernah sekali pun bermikir atau pun berimajinasi untuk melakukan semua hal yang telah mereka lakukan hari ini. Mungkin Lando pernah memikirkannya; menonton senja ditemani dengan es krim bersama seseorang. Tetapi, dia tidak pernah sekali pun berpikir bahwa seseorang itu adalah Vela Anastasha.
Mengingat bagaimana hubungan mereka selama ini membuatnya hampir tidak percaya bahwa mereka berdua ternyata bisa duduk bersebelahan tanpa harus berdebat dan adu tatapan tajam.
“Mama, aku mau es krim!”
“Iya, Sayang, besok ya? Atau nanti kita beli di minimarket depan aja gimana?”
Vela yang baru saja akan menjilat es krimnya yang sudah mulai meleleh mengurungkan niatnya saat melihat seorang anak perempuan lewat di depannya sambil merengek pada sang ibu meminta es krim. Dia melirik benda dingin nan manis yang ada di tangan kanannya, lalu beralih pada anak perempuan berkucir kuda itu. Setelah mengembuskan napas cukup panjang, Vela beranjak dan menghampiri kedua orang itu.
“Mau ke mana, La?”
Lando menolehkan kepalanya saat merasakan Vela beranjak dari tempat duduknya. Tatapan pemuda itu mengikuti ke mana Vela pergi dan tak dapat menahan rasa terpukaunya saat melihat apa yang tengah dilakukan gadis yang menggunakan beanie hat berwarna marun itu. Vela memberikan es krim yang dia belikan pada anak perempuan yang tadi berjalan melewati mereka.
“Sial,” umpat Lando pelan.
Tangan kirinya terangkat untuk menyentuh dadanya yang tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Lando tidak tahu bahwa efek senyuman Vela akan sehebat ini. Dia bahkan masih mematung di tempat saat Vela sudah kembali duduk di sebelahnya.
“Beli minum yuk! Terus abis itu pulang,” ajak Vela.
Lando mengerjap dan tanpa direncanakan tangannya sudah terjulur pada Vela. “Lo mau es krim gue?”