KERIBUTAN siang tadi berhasil dilerai oleh guru BK dan kepala sekolah. Akibat kelakuannya Lando lagi-lagi harus memanggil Herman untuk menjadi walinya. Pemuda itu menyeringai ketika semuanya bisa dengan mudah dibereskan hanya dengan uang. Manusia-manusia picik, maki Lando.
Awalnya dia diberi hukuman skorsing selama tiga hari karena sudah memukul teman dan merusak fasilitas sekolah. Namun, saat Lando menolak dan memilih untuk dikeluarkan saja perempuan yang sudah dua tahun menjabat menjadi kepala sekolah itu justru malah membebaskannya dari segala hukuman. Lando tahu betul apa yang ada di pikiran wanita itu. Mana mungkin sekolah ini mau rugi melepaskan otak jenius dan sumber dana terbesarnya.
Saat keluar ruangan, Lando tidak menyangka akan bertemu dengan Angga dan Leya. Kelihatannya mereka berdua sengaja menunggunya
"Sorry, buat yang tadi, Ga," ucap Lando tulus.
Pemuda itu menepuk bahu Angga ketika mereka berpapasan. Tanpa mengatakan apapun lagi Lando berajalan melewati pemuda itu.
Lando sadar semarah apapun tak seharusnya dia juga melampiaskannya pada Angga. Karena bagaimanapun selama beberapa tahun ke belakang pemuda itulah yang setia menjadi temannya.
"Lando!"
Kaki Lando berhenti melangkah ketika Leya memanggil namanya. Dia tidak berbalik. Dia hanya berhenti, Memberi kesempatan untuk Leya mengutarakan apa yang ingin gadis itu sampaikan. Lando tahu Leya tengah menangis saat ini. Namun, hal itu belum cukup kuat untuk membuatnya berbalik.
"Apa persahabatan kita harus berakhir dengan cara kayak gini?"
Lando menghela napas panjang. Dia juga tidak ingin pertemanan mereka hancur seperti ini.
"Kalo kalian nggak ikut benci Vela mungkin persahabatan kita akan baik-baik aja," jawab Lando. Pemuda itu berbalik dan menatap keduanya dengan seulas senyum.
"Kenapa harus Vela sih, Do? Kenapa?"
Leya mempertanyaan alasan kenapa Lando melakukan semua ini. Kenapa dari ribuan hal yang dapat merusak pertemanan mereka kenapa harus Vela yang menjadi alasan itu?
"Buka mata lo, Do! Vela nggak pantes buat lo bela. Dia cewek ular! Monster," seru Angga sebelum Lando sempat menjawab. "Paling-paling dia baikin lo cuma buat manfaatin lo! Dia pengen jadi nomor satu," lanjut Angga yang mulai kembali terpancing emosi setiap kali mengingat Vela.
"Gue peringatin sekali lagi, Ga," ancam Lando penuh penekanan. Kedua tangannya mengepal erat guna mengontrol emosinya agar tidak kelepasan lagi. "Jangan hina Vela di depan gue!"
"Lando..."
Leya kembali menangis, bahkan air matanya semakin deras ketika mata mereka sempat bersitatap. Manik cokelat Lando terlihat begitu gelap dan penuh luka. Tatapan pemuda itu terasa begitu asing baginya.
"Selama ini kalian yang nemenin gue. Sekarang biarin gue nemenin Vela. Gue harus nebus rasa bersalah gue. Gue mau jadi kayak lo berdua buat Vela."
Sebelum benar-benar pergi Lando sempat mengulas senyum dan berujar, "Dan asal kalian tau Vela nggak pernah ngebaikin gue. Meskipun, nyebelin dia nggak pernah munafik dan pake cara curang buat dapetin apa yang dia mau. Usaha Vela nggak seremeh apa yang selama ini kalian bayangin. Jadi, gue harap kalian ngerti."
♣♣♣
Di tempat lain Vela tengah melakukan fisioterapi setelah sebelumnya selesai menjawab semua soal ujian yang dibawakan oleh Alfa. Kali ini dia latihan berjalan menggunakan tongkat ditemani oleh Adel dan Ratih. Ibunya tengah membicarakan sesuatu dengan wali kelasnya dan dia tidak begitu ingin mengetahuinya. Paling-paling hanya tentang hal sepele seperti bagaimana nilai dan sikapnya selama ini di sekolah khususnya di kelas.