Pria itu cukup keren dengan setelan formalnya dan kacamata yang membuatnya jadi kelihatan culun.
"Permisi...." Ucapnya.Dia berada tepat diantara aku dan Emily yang tengah duduk. Kami berdua hanya terpaku dan bersiap menjalankan rencana yang beberapa detik lalu baru saja kami buat, yaitu....
"Mala, lari.....!!!!" Teriak Emily.
Lagi-lagi aku terjebak kegilaan karena-nya, tapi aku cukup bahagia dan mampu menghilangkan ingatanku tentang Bagas yang memilih menikah, untuk beberapa saat.
"Mala, pokoknya malam ini kau jangan minum..." Kata Emily.Sepulangnya dari resepsi pernikahan kami pergi ke tempat biasa kami minum. Aku memang terkenal suka minum, tapi itu kulakukan jika sudah tak bisa menahan diri untuk menegakkan kepala dan menatap kedepan lalu mengatakan 'aku baik-baik saja' hahaha, terlalu berlebihan. Intinya aku akan minum jika aku sedang sedih. Akhir-akhir ini saja kebiasaanku kambuh karena terlalu sedih mengetahui tentang pernikahan Bagas, biasanya aku selalu bahagia karena kebaikan Bagas.
"Iya, memangnya aku tak boleh ikut ya....???" Tanyaku.
Emily akan pergi ke Bandara untuk menjemput kekasih 'long distance relationship'-nya. Lalu meninggalkan aku sendiri menikmati kesendirian, bukan. Aku tak menikmatinya, namun tersiksa karenanya atau harus meratapi kesendirianku.
"Kau hanya akan jadi pengganggu saja..." Katanya.
"Baiklah, aku pergi dulu ya..." Sambungnya, setelah berhasil meneguk setengah gelas orange juice kesukaannya.
Sendiri, sudah pasti aku sedih dan aku tahu harus melakukan apa. Tapi sedikit ragu karena aku sendiri. Jika aku melakukannya mungkin akan bermasalah saat aku pulang nanti. Ya, jika aku minum lalu mabuk pasti akan sulit untuk pulang.
Baiklah aku tak dapat menahan diriku dan memutuskan untuk memesan minuman kesukaanku. Kumohon....hanya sebotol.
"Sial...." Ucapku.
Bagaimana tidak, baru tiga gelas kuteguk tapi kepalaku sudah sakit. Biasanya satu botol berhasil habis. Tiba-tiba aku merasa tak enak badan, mengapa hidupku mendadak menderita seperti ini sih.
Akupun bangkit dari dudukku, setelah membayar pesananku juga Emily. Aku memilih pulang kerumah sebelum sakit kepalaku bertampah parah dan sebelum aku ingin minum kembali. Namun, saat sampai diluar kafe aku benar-benar ingin pingsan. Penglihatan terakhirku adalah wajah kesal pria yang kuambil gaunnya semalam karena aku memuntahkan kemeja putih yang dikenakannya didalam jas hitam keren miliknya.----------------------------
Aku tak tahu sekarang pukul berapa, tapi yang aku tahu kini aku sedang tertidur didalam mobil yang sedang bergerak.
"Mobil...???"
Aku tersadar, lalu bangkit dari tidurku. Mendapati aku tengah berada di jok belakang mobil pria yang kuambil gaunnya.
"Hentikan mobilnya...." Teriakku.
Aku tahu dia akan melakukan sesuatu padaku, aku punya firasat buruk tentangnya. Dia pasti dendam padaku karena mengambil gaun yang akan dibelinya dan diberikan kepada kekasihnya. Sehingga dia mengikuti dari resepsi pernikahan sampai kafe. Dia benar-benar psikopat."Hei!!!hentikan mobilnya...." Teriakku. Walau aku masih benar-benar sakit kepala, tapi benar-benar tak ingin berada didalam mobil dengan seorang psikopat sepertinya.
Aku membuka pintu mobilnya saat lajunya mulai pelan dan keluar.
"Aaaaaa.....!!!!" Teriakku.
Ya, aku benar-benar bodoh. Mungkin orang lain akan melakukan hal yang sama jika sedang mabuk, takut dibunuh psikopat, dan baru pulang dari pernikahan seseorang yang disukainya.
Aku terluka, karena aksi heroik yang baru saja kulakukan. Namun entah kenapa sakitnya tak terasa bagiku mungkin karena ada yang lebih sakit baru saja kurasakan, ya melihat Bagas menikah.
Jalanan yang sunyi membuatku beberapa saat hanya tertidur di aspal jalan. Tapi dari kejauhan kulihat sorotan sinar lampu mobil yang aku yakin milik pria tadi. Seperti difilm-film ber-genre thiller sang pembunuh yang psikopat tak akan bahagia sebelum membunuh secara langsung korbannya. Astaga... Aku kebanyakan nonton film seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The wrong man
Teen FictionWanita yang selalu bertemu dengan pria yang salah, diusia nya sudah berkepala tiga seakan takdir mengutuknya untuk bahagia dengan pria yang tepat. Apakah dia, Himalaya ditakdirkan untuk tak bahagia? Bahagia dengan pria pilihannya? Bahagia dengan pri...