Part five

67 6 0
                                    

     Malam ini kuhabiskan dirumah Ray, lagi. Aku tak tahu apa komentar ibu jika aku pulang nanti. Semoga dia sedang tidur atau lainnya.
"Aku akan mengantarmu pulang..." Katanya, makan malam telah selesai.

"Aku bisa pulang sendiri, lagipula ini masih jam sembilan..." Ucapku, setelah melihat jam dinding yang ada di ruang makannya.

"Tapi aku akan mengantarkanmu, kan aku yang mengajakmu untuk makan malam..."

"Baiklah..." Aku tak bisa menepis, aku ingin lebih lama bersamanya.

---------------

Di dalam city car merah milik Ray aku hanya membeku oleh dingin ac mobil, ditambah lagi keheningan yang merajai. Padahal baru lima menit kami didalam mobil, tapi mengapa begitu menyebalkan. Aku tak ingin keadaan ini berakhir, tapi aku ingin keheningan ini kalah. Ayolah... Kumohon ucapkan satu kalimat bahkan katapun tak apa.

   "Ehem..." Dia sedikit berdeham, mungkin kerongkongannya kering, seperti yang aku rasakan.

  "Jika kau bosan, bisa nyalakan musik..." Katanya.

Aku hanya tersenyum kaku, dia masih sibuk mengendarai mobilnya.  Aku sedikit ragu untuk menghidupkan lagu dari mobilnya, namun karena keheningan yang tak kusukai ini benar-benar memaksaku untuk melakukannya.

  "Baiklah..." Ucapku dalam hati.

Akupun memulai untuk memencet tombol play pada tape mobilnya, namun siapa sangka pungung tangan kami bersentuhan aku bisa merasakan betapa dingin tangannya. Sontak seperti ada aliran listrik yang membuat jantungku berdegup lebih,lebih,dan lebih kencang daripada beberapa detik lalu.

   "Kau tak jadi...??" Tanyanya, saat aku mengurungkan niat untuk menyalakan lagu.

  "kau saja..." Kataku.

Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata, ketika kita berdua.
Hanya aku yang bisa bertanya mungkinkah kau tahu jawabnya...
Malam yang jadi saksinya kita berdua diantara kata yang tak terucap....
Berharap waktu membawa keberanian untuk datang membawa kesempatan....

Saat dia mulai menyalakan lagu, kufikir keheningan mulai mengalah, namun dia makin menggila. Aku tak menyangka lagu dari payung teduh mengalun. Lagu yang benar-benar menggambarkan keadaan kami, lagu yang pas, berdua saja.

     "Kau suka payung teduh...??" Tanyaku. Aku mencoba untuk memulai pembicaraan, karena benar-benar tak tahan dengan keheningan.

"Ya..." Jawabnya, masih fokus mengendarai.

Aku tak tahu harus berkata apa lagi. Tak pernah seperti ini. Saat bersama Bagas, seperti ada saja yang bisa ku ceritakan padanya. Tak mengerti, bukan karena aku sudah lama kenal dengannya. Tapi perasaan gugup ini yang belum pernah kurasakan saat bersama Bagas.

  "Didekat minimarket ya...??" Tanyanya.

"Iya, nanti disampingnya ada jalan masuk aja..." Kataku. Sebelumnya aku telah menjelaskan dengan  jelas alamat rumahku. Dan syukurnya dia tahu persisnya alamatku jadi tak banyak tanya. Tapi juga jadi bumerang bagiku karena diamnya akibat tak banyak tanya menimbulkan keheningan. Dan itu menyebalkan.

  "Oke, disini..." Kataku, sambil mencoba untuk membuka savety belt.

"Ohya, kau mau singgah..???" Tawarku.

The wrong manTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang