Part seven

55 4 0
                                    

     Aku terbangun, mendapati diriku bukan berada di kamarku. Aku tahu ini dimana. Ray, iya rumahnya dan kamarnya. Mengapa dia melakukan ini padaku, setelah membuatku menangis dia memungutku, berharap aku bisa memaafkannya? Aku tak mengerti.

  "Sudah bangun mbak...??" Tiba-tiba pembantunya masuk, sambil membawa nampan berisikan segelas susu putih dan roti.

Aku hanya tersenyum sambil terus melihatinya yang berjalan kerarahku. Kemudian dia meletakkan segelas susu dan roti tersebut. Dia adalah wanita paruh baya yang sangat bersahaja, dengan rambut putih yang diikat kebelakang dan digulung.

"Ray mana bu..??" Tanyaku.

"Kalau minggu pagi seperti ini Ray, olahraga mbak..." Jawabnya.

Aku hanya mengangguk, dan menyadari bahwa pakaian mini ku sudah berganti dengan piyama biru langit polos.

"Gaun ku dimana bu..??" Tanyaku, sembari mencari sekeliling.

"Sedang dicuci mbak..." Jawabnya agak terkejut dan ragu.

"Ooo..." Kataku.

"Saya permisi ya mbak..." Ucapnya, kemudian berbalik kearah pintu.

Sebenarnya aku tak bosan berada lebih lama lagi dikamarnya, tapi aku benar-benar ingin melihatnya dan menanyai apa yang terjadi semalam hingga aku bisa berada di rumahnya.

Kutinggalkan ranjang empuk itu, berjalan menuju pintu kamar dan sampainya di lorong, aku melihat pintu kamar sebelah sedikit terbuka. Aku memang ornag yang penasaran, kuintip sedikit dan agak bingung saat melihat gaun yang kukenakan semalam berada disana. Digantung pada manekin tanpa kepala, seperti yang berada di butik-butik atau mall.

Kupegangi gaunku, sambil memikirkan sedikit keanehan, mengapa ia menggantungnya, seperti sangat mengaguminya. Kemudian kulihat sekeliling, didepanku ada meja rias yang memiliki kaca lumayan besar, mampu merefleksikan separuh tubuhku. Ada banyak macam make up yang jujur saja, tak pernah ku beli dan tak pernah ada dirumahku.
Tiba-tiba fikiranku kembali pada saat aku melihat Ray berada di toko make up beberapa waktu lalu, dan merupakan awal dia mulai menjauhiku. Kuputar tubuhku, dibelakangku ada lemari besar tak berpintu, ada banyak gaun indah yang kuyakin itu tak murah dan kesemuanya di tutupi oleh plastik transparan. Di sebelah kananku juga ada lemari kecil, aku memberanikan diri berjalan kearahnya, kubuka satu lacinya, lemari kayu berwarna putih itu benar-benar terlihat mewah dan cocok berada dikamar berukuran 4x4 meter dan ber cat putih ini.

"Pakaian dalam....???" Celetukku, menyadari suaraku sepertinya akan membuat orang lain datang, aku langsung menutup mulut dengan kedua telapak tanganku.

Kubuka laci dibawahnya, yang lebih lebar. Tapi....

"Apa yang kau lakukan..???" Aku benar-benar shock saat mendengar suaranya. Aku terdiam, tak berani berbalik dan melihatnya.

"Aku...." Astaga...apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar merasa bersalah. Ditambah lagi saat mendengar suara Ray yang begitu sangat emosional.

"Apa yang kau lakukan...???tanyanya, sedikit lebih keras dan kini dia telah berada didepanku. Walau aku menunduk, bisa kulihat kakinya yang tengah memakai sendal polos berwarna hitam, dan celana pendek selutut yang dipakainya.

"Aku...tak sengaja, saat aku turun aku melihat gaunku dan...." Belum berhasil aku menyelesaikan perkataanku, dia mulai menyentuh daguku dan menegakkan wajahku. Memaksaku untuk melihatnya, seketika lagi-lagi kurasakan perasaan aneh yang menyiksa namun menyamankan.

The wrong manTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang