Semua orang pasti pernah mencintai seseorang secara diam-diam. Memilih menjadi seseorang yang tidak terlihat, namun diam-diam memperhatikannya seperti bayangan yang selalu berada di dekat sang raga. Diam-diam menabur bibit harapan jika suatu saat nanti sang raga akan sadar atas keberadaan sang bayangan.
****
Aku berjalan di antara rak-rak buku yang berlomba-lomba mengintimidasi tinggi badanku yang hanya berkisaran 150 cm-itu juga kalau tidak salah karena aku sudah lama tidak mengukur tinggi badanku. Berjalan di antara mereka seperti sedang melalui jejeran para raksasa. Langkah kakiku berhenti di depan sebuah rak yang memuat buku-buku tebal berselimutkan debu. Kugeser sebuah buku klasik yang tebalnya melebihi ketebalan kamus.
Pandangan mataku langsung terpusat kepada seorang pria yang sedang membaca buku yang tidak kuketahui judulnya karena tertutupi oleh tangannya yang kekar. Guratan-guratan halus terlihat jelas di keningnya. Mempertemukan kedua alisnya yang berbentuk semak belukar. Sesekali, pupil matanya yang gelap membesar, lalu kembali mengecil. Tanpaku sadari bibirku sudah mengukir senyum malu-malu. Meninggalkan sengatan hangat di kedua pipiku.
Keping-keping harapan di dalam hatiku kembali tersusun dan membentuk sebuah gambar ilusi yang tidak mungkin menjadi nyata. Bagaimana bisa hatiku berharap kepada seseorang yang tidak pernah sekali pun menoleh ke arahku? Aku ini hanya sebatas bayangan yang selalu berdiri di belakang sang raga.
****
Dia bangkit dari duduknya, lalu merapihkan buku-bukunya yang berserakan di atas meja. Sesaat, hatiku yang gundah kembali normal. Kulirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Sudah saatnya untuk mengucapkan, selamat bertemu besok.
Aku menghela napas frustasi. Jika saja, hari ini, Shuo tidak mencari masalah denganku pasti aku tidak akan datang terlambat ke sini dan waktuku untuk melihat sosoknya akan lebih banyak. Jika kalian bertanya, siapa Shuo? Dia adalah setan pengganggu yang tinggal di depan rumahku-aku tidak pernah sudi mengakuinya sebagai tetangga-dan entah buah kesialan apa yang sedang terjatuh ke dalam kehidupanku sehingga harus sekelas dengannya.
****
Kuambil buku dengan asal ketika pria tersebut akan pergi, lalu mengekorinya menuju meja yang diduduki oleh paman Shu. "Jiang, kau ini benar-benar anak yang rajin. Di saat anak-anak yang lain liburan musim panas, kau malah sibuk belajar," komentar paman Shu sembari memberikan cap pada kartu peminjaman. Jiang yang mendengar pujian paman Shu membalasnya dengan seukir senyum ramah.
Aku berusaha bersikap normal walau sebenarnya ingin sekali untuk berteriak kencang karena berhasil mengtahui namanya. Jiang yang berarti sungai. Nama yang sangat mencerminkan sifat aslinya. Di saat-saat sedang berbahagia pasti selalu saja ada yang menghancurkan. Munculah sang setan pengganggu di belakangku sambil membawa komik naruto edisi terbaru.
Ujung matanya mengerling ke arah buku yang sedang kupegang, lalu berkomentar dengan suara yang sengaja dikeraskan, "Sejak kapan kau bisa membaca buku berbahasa inggris? Bukannya kau sangat payah dalam bahasa inggris. Nilai bahasa inggrismu saja-"
Aku langsung membekap mulutnya. Shuo yang jorok menjilati telapak tanganku sehingga aku langsung melepaskan tanganku dari mulutnya. Mataku yang sebesar biji kelereng melotot tajam ke arahnya, namun ia sama sekali tidak peduli. Aku yang sudah tidak bisa menahan amarah menginjak kakinya kuat-kuat membuatnya mengaduh kesakitan.
Paman Shu dan Jiang yang mendengar teriakan Shuo menoleh ke arah kami. Aku langsung mengangkat kakiku dari sepatu Shuo yang kumal, kemudian tersenyum amat manis. "Dasar manusia berbulu domba," celetuk Shou yang langsung kubalas cubitan di lengannya.
"Kalau begitu saya permisi terlebih dahulu," pamit Jiang sembari memasuki buku-buku pinjamannya ke dalam tas dan tersenyum ke arah kami. Mendatangkan gemuruh dalam perutku. "Hati-hati di jalan," sahut paman Shu.
Paman Shu meregangkan badannya yang mulai dilapisi keriput. "Sepertinya aku harus mencari seorang karyawan baru untuk membantuku. Badanku sudah mulai sering sakit-sakitan." Aku yang mendengarnya seperti mendapatkan kupon undian. "Jika paman tidak keberatan, aku bisa menjadi orang tersebut," kataku sembari memasang sorot mata memohon.
Ia terdiam cukup lama sambil mengelus-ngelus jenggotnya yang semakin panjang, mempertimbangkannya. "Baiklah, jika kau tidak merasa keberatan, kau kuterima. Besok mulailah bekerja." Bibirku membuahkan senyuman lebar. Sekarang, aku memiliki banyak waktu untuk bisa melihatnya. "Terima kasih, paman Shu. Aku pasti akan bekerja keras," kataku sambil menjabat tangannya.
****
Dengan semangat, aku membersihkan tumpukan debu yang bersarang pada buku-buku, lalu merapihkan buku-buku yang tidak tersusun rapih. Paman Shu yang dari tadi mengawasiku berkata, "Sepertinya kau sedang dalam suasana hati yang baik." Tentu saja, sepanjang hari ini, aku tidak melihat si setan pengganggu. Mungkin, ia sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya yang suka mengganggu itu. Aku mengangguk dan mengembangkan senyuman paling lebar yang kupunya kepada paman Shu.
"Baguslah, kalau begitu, kau bisa membantuku menyusun buku-buku ini ke rak yang terletak di sebelah sana," ujar paman Shu sembari menujuk ke sebuah rak yang terletak di belakang meja yang sering diduduki Jiang. Aku langsung melakukan perintah paman Shu walau harus menanggung beban dari tumpukan buku yang kubawa.
"Biar kubantu," ucap seseorang mengambil separuh tumpukan buku yang sedang kubawa. Pandangan mataku yang sudah tidak terhalangi mendapati sosok Jiang yang membantuku. Benar-benar, orang yang baik hati.
Kami menyusun tumpukan buku tersebut ke dalam rak buku tanpa banyak bicara. Diam-diam, kuperhatikan sosok Jiang yang bagaikan air. Diam, tenang, tetapi mampu menghayutkanku ke dalam pusaran cintanya. Tanpa sengaja, tangan dan bahu kami saling bersentuhan. Mengingatkan sang memori akan pertemuan pertama. Pertemuan pertama yang meninggalkan cinta sebagai jejaknya.
****
Karena Summer memiliki cerita yang cukup panjang, aku membaginya menjadi tiga part. Selamat membaca dan jangan lupa untuk meninggalkan vote:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Semusim
Romance[Spring] Cinta itu candu, kawan. Sekali kau merasakannya maka kau tidak akan pernah bisa terlepas darinya. Bayangan gadis tersebut selalu menempel di dalam memori sang pria seakan ada lem yang membuat bayangan tersebut sulit terlepas dari memor...