[Winter 1] Mimpi

50 8 0
                                    

Pernahkah kau bermimpi tentang seseorang yang kau cintai? Untuk sesaat, kau merasa semua itu nyata, bukan sekedar ilusi semata. Lalu, kau berharap untuk tidak pernah terbangun karena kau takut ia akan pergi jika kau terbangun. Namun pada akhirnya, ia tetap pergi.

Ilusi hanyalah sebagian dari mimpi yang dibuat oleh otak kita. Namun, banyak orang yang berharap bahwa semua itu nyata, bukan?

****

Hyun-Jae menatap nomor yang tertera dalam layar handphonenya. Nomor yang selalu ia hubungi setiap bangun dari tidur. Namun sekarang, nomor tersebut hanyalah sebagian dari kenangan yang selalu mendatangkan luka untuknya. Ia hampir menghubungi nomor tersebut jika saja kenyataan tidak menyadarkan akal sehatnya.

Ini semua karena mimpinya semalam. Semalam, ia kembali bermimpi tentangnya. Untuk sesaat, ia merasa bahwa kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Dan, semua yang terjadi dalam mimpinya bukanlah ilusi semata melainkan kenyataan.

Hyun-Jae menatap telapak tangan kanannya, lalu menghela napas panjang. Bagaimana bisa semalam disebut sebuah mimpi jika ia bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari telapak tangannya? Ia sadar betul bahwa saat itu, seluruh tubuhnya seperti terbakar api walau udara sangat dingin.

Ia menundukan kepalanya dan menopang kedua tangannya di atas lutut. Kedua matanya yang sehitam tinta memerah. Suara sang gadis kembali mengusik pendengarannya.

"Aku mencintaimu, Hyun-Jae. Sangat."

Ia mengusap wajahnya, lalu mengerang frustasi. Bulir air mata terserap ke dalam pori-pori telapak tangannya. Ingin sekali ia berteriak keras-keras sampai suaranya menghilang, namun entah mengapa seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam tenggorokannya.

Sangat mencintai? Mimpi yang sangat lucu.

****

Sorot matanya tenggelam pada pemandangan salju yang terhampar di balik jendela kamarnya. Ia seperti sedang berada di negeri dongeng dan terkurung dalam sebuah pondok kecil yang dikelilingi oleh salju.

"Hyun-Jae, musim apa yang kau sukai?

"Entahlah. Aku menyukai keempatnya."

"Itu bukan jawaban."

"Tentu saja itu jawaban. Kau bertanya, musim apa yang aku sukai dan aku menjawab keempatnya karena aku menyukai semua musim."

"Berhenti membuatku kesal!"

"Tidak akan karena kau terlihat sangat imut jika sedang marah."

"Jangan membuatku bertambah kesal!"

"Baik-baik! Aku akan berhenti. Jadi musim apa yang kau sukai?"

"Musim dingin karena saat itu, kita resmi menjadi sepasang kekasih."

Hyun-Jae melirik sebuah kotak yang tergorok di sudut ruangan dan tersenyum masam.

****

Ia kembali melirik nomor tersebut yang masih bergeming pada layar handphonenya. Tangannya menekan nomor tersebut, kemudian mengarahkannya kepada pilihan delete, namun hatinya menggagalkan pilihannya.

Hyun-Jae menghela napas kesal. Ternyata untuk melupakan seseorang bukanlah perkara mudah. Tidak seperti mencintainya. Namun, sesulit apapun itu, ia tetap harus melakukannya. 

Untuk terakhir kalinya, ia akan memberikan kesempatan terakhir kepada hatinya untuk mengatakan selamat tinggal kepada sang pemilik. Dan setelah itu, ia akan mulai melupakan sosoknya. Mungkin dengan cara ini, ia mulai bisa melupakannya secara perlahan. Hyun-Jae mengetik pesan pada nomor tersebut.

Bisakah kita bertemu di tempat seperti biasanya? 

jika kau tidak akan datang, aku akan tetap menunggumu sampai kau datang.

Kisah SemusimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang