Hate That I Love You -Chapter 4-

966 34 3
                                    

Chapter 4

-Aiden Lee/Lee Donghae,

Camberwell College of Art, London-

Tak terasa sudah seminggu lebih aku menjalani hari-hari di London, atau lebih tepatnya 9 hari telah berlalu semenjak kedatanganku ke salah satu kota terbesar di dunia ini. Kurasa tidak salah kalau London disebut-sebut sebagai salah satu kota terbesar di dunia bersama tiga kota lainnya—Tokyo, Paris dan New York—karena seperti yang kuperhatikan, kota ini tak pernah sepi. Dalam 24 jam, sama sekali tak pernah istirahat. Kota ini selalu ramai dengan orang-orang, baik itu dari luar maupun dalam negeri. Kalau ditanya bagaimana perasaanku? Sebagai orang Korea asli, aku benar-benar merindukan saat-saat masih di negaraku. Apalagi masakan buatan Eomma yang menurutku tak ada yang dapat menandinginya di tanah kelahiran Ratu Victoria ini. Semuanya serba roti, keju dan susu. Tak ada lagi kimchi makanan favoritku. Hah... rasanya aku harus benar-benar bersabar dan mencoba bertahan untuk dapat hidup di kota ini.

Bukan hanya masalah makanan yang cukup mengganggu untuk dapat beradaptasi di sini, tapi juga kendala bahasa. Aku sadar kalau bahasa Inggrisku tak cukup lancar. Entah mengapa justru aku yang terpilih menjadi wakil kampusku sebagai mahasiswa pertukaran pelajar tahun ini. Padahal aku lebih menjagokan Kyuhyun yang berbahasa Inggris jauh lebih lancar daripada diriku sendiri. Mungkin karena aku lebih tampan dari Kyuhyun, jadi Guru Ma mempercayakanku menjadi wakil kampus. Selain itu, Shin Jiae—adik sepupuku—pasti akan sangat senang kalau si Evil itu yang terpilih. Yeah, Jiae. Hari ini aku berjanji akan menemuinya di kampus. Well, walau sudah 9 hari aku di sini, belum pernah sekalipun aku bertemu dengannya. Bukan karena tak ingin, tapi memang Jiae sedang sibuk menjalani kegiatannya di luar kampus. Dan baru hari ini kita memiliki waktu bertemu.

“Donghae Oppa!” Aku menoleh ketika mendengar suara adik sepupuku itu. Kulihat Jiae muncul di ujung lorong dengan menenteng tas hermes dan beberapa buku di tangannya. Ini tahun keduanya kuliah di sini. Aku benar-benar harus belajar darinya agar bisa mengadaptasikan diri. Dan mungkin meminta beberapa advice agar tak lagi ada keinginan ingin pulang.

Aku berdiri dan menyambutnya dengan merentangkan kedua tanganku, “Hai... Jiae-a! Kuharap kau tidak kecewa karena yang datang bukan Kyuhyun, tapi aku,” godaku dan seperti yang sudah kuduga, wajah cantik Jiae merona. Aku menjerit ketika alih-alih Jiae memelukku tapi ia justru memukul lenganku dengan buku-bukunya yang lumayan tebal itu,. “Aisshh... kau ini!” Kuacak-acak rambutnya yang kini dicat berwarna coklat keemasan, bukan lagi hitam seperti dulu. Mungkin untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannya di sini.

“Bagaimana kabarmu Oppa? Sudah lama kita tak bertemu. Kudengar, sudah seminggu kau di sini,” mulainya sembari tersenyum.

“Bukan seminggu, tapi sudah hampir sepuluh hari aku di sini. Dan kau, baru menemuiku sekarang,” keluhku pura-pura kesal, “Tapi pasti akan berbeda bila Kyuhyun yang berada di tempatku. Pasti kau akan—“

“Ya! berhenti menggodaku!” potong Jiae lalu kembali memukul lengan atasku dengan bukunya yang tebal itu.

“Aisshh... appo!” Aku pura-pura menggerutu dan mengelus lengan atasku yang jujur memang terasa agak sakit. Tapi aku hanya bermaksud menggoda Jiae dengan bertingkah seperti ini.

Alih-alih meminta maaf, gadis itu malah memarahiku dengan berkata, “Salahmu sendiri, kenapa terus menggodaku?”

Aku tertawa lebar. Dia masih seperti dulu. Pemarah sekaligus naif. Ternyata London sama sekali tak merubahnya. Siapa yang tidak tau kalau dirinya sangat menyukai Kyuhyun? Tapi ia malah bertingkah seolah-olah aku yang berbuat kesalahan. “Okay... okay, baiklah. Aku minta maaf untuk itu,” cetusku menyerah “Tapi aku tau kalau semua itu benar,” tambahku buru-buru dan tentu saja hal itu membuat Jiae kembali melotot.

Hate That I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang