Bab 2 : DETAK JANTUNGKU

16.1K 80 1
                                    

Karena tawaran itu, semalaman aku tidak bisa tidur. Aku juga masih belum mengatakan hal ini pada ibu. Semua tawaran itu masih terngiang di kepalaku. Membuatku gelisah dan membuat jantungku terus berdegup tak beraturan.

"jika kamu menerima tawaran yang aku berikan. Kamu bisa kembali kuliah dan tak perlu lagi bekerja di kantor ini. Bapakmu bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit yang berkualitas." Penawarannya terus berputar di kepalaku.

Penawarannya itu yang menjadi pertimbangan untukku. Tawaran yang sangat menarik dan tak mudah untuk menolaknya. Apa benar jika aku menerima tawarannya itu, aku bisa membantu keluargaku. Terutama untuk kesembuhan bapak. Semuanya demi keluargaku. Demi masa depan adik-adikku.

"yah, aku akan menerima tawaran itu!" kataku berusaha meyakinkan diri sendiri. Namun pernyataan itu masih setengah hati, Karena setengah hatiku yanng lain masih belum sepenuhnya yakin. Apa boleh buat, kataku dalam hati.

Besok aku akan memberinya jawaban atas tawarannya atau aku katakan sekarang saja ya? Batinku berkecamuk. Aku bingung dan takut. Jika aku menunggu besok, aku takut laki-laki itu akan berubah pikiran.

Akhirnya aku memutuskan untuk memberitahunya sekarang. Menekan tombol-tombol angka untuk menghubunginya. Tak harus menunggu lebih lama, terdengar suara dari seberang ponselku.

"halo!" suaranya benar-benar membuatku bergetar.

"saya akan menerima tawaran yang bapak berikan." kataku to the point

"waaahh.. ternyata lebih cepat dari yang aku perkirakan." dari nada suaranya, ada sedikit keterkejutan mendengar aku begitu cepat memberikan jawaban.

Ataukah aku memang terlalu cepat memberinya jawaban. Namun ini semua demi keluargaku, kataku dalam hati. Jika saja aku tidak sedang dalam kondisi yang seperti sekarang. Mungkin aku akan menolak tawaran yang dia berikan. Karena aku tak akan menikah dengan orang yang tidak aku cintai.

"oke, kita bicarakan lagi besok di kantor." perintahnya singkat. Lalu terdengar suara telpon ditutup.

"sialan, sombong banget!" aku mengomel sendiri. Karena jengkel dengan sikapnya yang begitu angkuh.

Aku tak akan pernah bisa membayangkan menikah dengan orang sombong seperti dirinya. Pasti sangat merepotkan. Namun aku berjanji pada diriku untuk tidak mencintainya. Karena pernikahan ini hanya di dasari oleh sebuah perjanjian untuk mendapatkan harta warisan bukan cinta. jadi untuk apa aku mencintainya jika dia tak juga mencintaiku.

Laki-laki itu menikahiku hanya karena harta yang akan diwariskan oleh sang kakek kepadanya. Namun aku harus bagaimana untuk memberitahu semua ini kepada bapak dan ibu. Aku juga tak mungkin memberitahukan yang sebenarnya.

Dira

Cuaca pagi begitu dingin hingga merasuk ke dalam tulang. Aku menggigil kedinginan. Tetapi aku menahan rasa dinginnya. Semalam hujan baru saja turun membasahi jalan yang belum kering karena hujan yang turun dari kemarin begitu derasnya. Cuaca yang tak menentu ini semakin membuatku tak bersemangat untuk pergi ke kantor pagi ini. Alasan utamanya, karena aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semua tentang pernikahan sementara, begitulah dia menyebutnya.

Tapi mengapa hatiku jadi gugup. Aku tak pernah menyukainya. Bos muda yang menjabat sebagai seorang direktur di salah satu perusahaan terbesar di negeri ini memang tampan. Begitu dipuja oleh banyak wanita. Tak seorang wanitapun yang mampu menolak pesona yang dimiliki, kecuali aku. Benarkah aku dapat menolak pesonanya. Kenapa hatiku mulai tak yakin. Aaarrrrgggg.... Aku tak mau ambil pusing.

Bila seorang laki-laki memiliki ketampanan yang begitu mempesona namun sikap dan sifatnya seperti yang dia miliki. Aku orang pertama yang akan mengajukan ketidaksukaanku kepadanya. Walaupun begitu banyak wanita di luar sana sangat mendambakannya dan tergila-gila dengan ketampanannya.

Namanya Alvian Putra Zafran. Selebihnya aku tak tahu. Karena memang tak seorang pun yang tahu siapa dia, dan dimana tempat tinggalnya. Semua itu membuatnya menjadi misterius.

Aku menghela nafas berat sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki memasuki ruangan sang direktur tampan. Tetapi sepertinya saat aku masuk sang direktur sedang menerima telpon dari seseorang yang membuatnya marah. Terdengar dari suaranya yang keras terdengar hingga keluar ruangan.

"sialan!" katanya mengumpat dengan suara tertahan. Raut wajahnya terlihat menahan amarah.

"selamat pagi, pak direktur." aku membungkuk memberi salam dengan sopan kepadanya.

Sang direktur mempersilahkan aku menunggu. Seraya sambil menunggu sang direktur menyelesaikan dokumen-dokuman yang harus dia tandatangani aku membaca majalah yang tergeletak di atas meja ruang tamu.

Di sampul depan sebuah majalah terpampang dengan sangat jelas sebuah foto besar. Foto itu aku sangat mengenalnya karena orangnya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya.

"huh, fotonya terlalu mencolok." kataku lirih. Tapi sepertinya sang direktur mendengar apa yang baru saja aku katakan. Karena tiba-tiba dia menghentikan pekerjaannya dan berjalan menghampiriku.

"ada apa?" tanyanya ketus.

******************

maaf ya kalo banyak typo nya...

harap dimaklumi.. hehe..






I Steel Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang