Part 15 PERHATIAN

12.6K 41 4
                                    

Adira tak akan suka dengan cara Alvian mengendarai mobil dengan kecepatan seperti pembalap F1 ini. Tetapi kali ini Adira tak peduli, karena sekarang yang dia pikirkan adalah keadaan bapaknya yang memburuk dan sedang dirawat di rumah sakit. Adira terus menangis karena rasa khawatirnya.

"tenanglah, bapak akan baik-baik saja" Alvian terus menggenggam tangan Adira dan tak melepaskannya.

Jika saja kondisinya berbeda, maka Adira akan segera melepas genggaman Alvian. Tetapi kali ini Adira benar-benar tak peduli dengan semua yang dilakukan oleh Alvian. Tetapi perasaan Adira perlahan mulai membaik. Genggaman Alvian membuatnya tenang. Usapan tangan Alvian begitu lembut dan menengkan hatinya yang gelisah dan khawatir.

"aku sangat mengkhawatirkan kondisi bapak." kata Adira disela-sela tangisnya.

"aku tahu. Tapi cobalah untuk tenang" nada suara Alvian meninggi. Alvian terkejut dengan suaranya yang seolah marah kepada Adira.

Adira yang mendengarnya lebih terkejut. Karena tak pernah sekalipun dalam kurun waktu pernikahannya dengan Alvian, suaminya itu membentaknya.

Alvian menepikan mobilnya. Suasana hatinya yang sedang di penuhi oleh amarah membuatnya memutuskan untuk berhenti sejenak. Alvian menghela nafas panjang dan berat.

"aku tak bermaskud untuk membentakmu." Alvian menyesali tindakannya yang tanpa sengaja membentak Adira. Tetapi Alvian tak akan minta maaf, karena dia lakukan demi kebaikan Adira.

"aku tahu." suara Adira masih terdengar lirih. Adira berfikir bahwa Alvian tak bermaksud untuk membentaknya.

"lebih baik kamu tenang dan berdoalah agar kondisi bapak baik-baik saja." nasehat yang dikatakan oleh Alvian benar. Tak seharusnya dirinya menangis. Seharunya aku berdoa untuk kesehatan bapak, kata Adira dalam hati.

Adira membenarkan semua yang dikatakan Alvian. Tak seharusnya aku menyusahkan Alvian, karena Alvian telah rela tak masuk kerja demi mengantarkan dirinya, Adira merenungkan semua nasehat Alvian.

"kamu benar. Tak seharusnya aku terus menangis." Adira tersenyum. Membalas usapan tangan Alvian. "terimakasih, karena telah menasehatiku."

Alvian terkejut dan secara otomatis menarik tangannya karena usapan Adira yang tiba-tiba. Usapan tangan Adira memberi aliran listrik yang membuat Alvian tersengat. Tersengat hingga ke lubuk hatinya yang berdetak dengan cepat.

"kita lanjutkan perjalanannya." karena usapan tangan Adira, wajah Alvian memerah seperti warna buah apel.

Sepanjang perjalanan Adira lebih banyak diam dan bedoa dalam hati untuk kesehatan bapaknya. Alvian pun tak tahu harus bicara apa lagi. Karena Adira tak lagi menangis Alvian menjadi lebih tenang.

Pepohonan yang berjajar lebih mendominasi pemandangan di sepanjang jalanan yang sepi. Langit yang berwarna hitam membuat jalanan menjadi lebih gelap. Karena tak satupun lampu yang meneranginya. Lampu yang menerangi hanya berasal dari mobil yang dikendarai oleh Alvian.

Perjalan dari rumah Alvian menuju rumah sakit tempat dimana bapak Adira dirawat cukup jauh membutuhkan waktu sekita enam jam. Tetapi kecepatan yang digunakan Alvian melebihi batas normal. Karena Alvian ingin segera sampai sebelum matahari mulai menampakkan diri.

Tetapi waktu telah menunjukkan pukul setengah lima pagi dan hanya tinggal satu jam setengah matahari akan bangun dan menunjukkan sinarnya. Waktu yang diperkirakan Alvian ternyata tak sesuai. Karena perjalanan masih cukup jauh untuk ditempuh hanya dalam waktu satu setengah jam. "mungkin akan membutuhkan waktu lebih panjang" kata Alvian lirih. Alvian melihat Adira tertidur dengan pulas. Wajah Adira terlihat cantik saat tertidur, batin Alvian. Alvian terus memperhatikan wajah Adira. "wajahmu terlihat seperti bayi" kalimat yang baru saja dia ucapkan membuatnya terkejut. Alvian bingung dengan perubahan sikapnya terhadap Adira, tanpa dia sadari. Hati Alvian telah bergejolak dikarenakan kedekatan antara mereka.

I Steel Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang