"Sandwich satu, Mba." pesan gue tanpa basa-basi setelah menjejakkan kaki di depan salah satu stan penjual roti-rotian. Semacam sandwich, kebab, burger dan kawan-kawannya.
Asal lo tau, dari sekian banyak stan penjual makanan di kantin, cuma ini satu-satunya yang kosong. Sisanya, penuh sama lautan manusia.
Padahal, setelah bel istirahat tadi, gue langsung melarikan diri pergi ke kantin secepat kilat. Asli. Cacing di dalem perut gue udah bener-bener ngajak ribut. Ga bisa diem banget.
"Sandwich-nya isi apa, dek?" gue yang sedang sibuk memaki-maki cacing di perut gue pun langsung mendongak.
"Emang adanya apa aja?" tanya gue balik. Mbak-mbak itu langsung menyebutkan menu sandwich satu persatu yang ga gue denger dengan jelas-gue juga ga peduli sebenernya.
"Yaudah, apa aja deh, Mba, yang penting cepet. Soalnya saya udah laper banget ini." curhat gue. Mbak-mbak itu mengangguk paham dan mulai membuat sandwich.
Mata gue menatap ke seluruh penjuru kantin yang penuh sesak. Berharap ga ada kak Riky yang akan menggagalkan niat kabur gue hari ini. Yap. Sebenernya sekarang waktunya latihan futsal seperti biasa. Tapi gue terlalu malas buat latihan.
"Woy! Vano!" panggil seseorang yang sontak membuat gue menoleh. Dia langsung memukul lengan gue pelan.
"Eh? Wey, Ngga!" gue langsung menyalami tangannya-ala cowok-dan menepuk pundaknya. "Gila. Apa kabar lu, bro?"
"Baik. Ada juga gue kali yang nanya kabar lu," gerutunya, gue hanya terkekeh. "Eh iya, gabung yuk sama yang lain. Udah lama, kan ga kumpul bareng?" ajaknya yang langsung gue balas dengan anggukan. Sejujurnya gue juga kangen saat-saat kumpul bareng mereka.
Angga langsung membawa gue ke meja tempat teman-temannya-teman gue juga-sedang berkumpul menikmati makanannya masing-masing. Sama seperti Angga, mereka juga langsung histeris begitu melihat gue datang bersama Angga.
"Eh? VANO?" teriak Rino salah satu teman gue yang paling pertama melihat kedatangan gue.
"Mana Vano? Eh iya! VANO!!" jerit Dido teman gue yang emang terkenal cempreng, diikuti teriakan-teriakan lainnya yang ga bisa gue denger dengan jelas karna terlalu banyak.
"Sini, Van. Duduk duduk," ujar Evan akhirnya. Gue pun duduk di kursi paling pinggir dekat dengan Rino yang tadi bergeser memberikan tempat.
Mereka semua tampak senang dan menyambut kedatangan gue. Senyum mereka masih sama seperti dulu. Gaada yang berubah. Begitupula pertemanan kami, sampai saat ini. Meskipun sekarang jarang ketemu, mereka ga pernah ngelupain gue. Dan gue seneng akan hal itu.
"Lo kemana aja, sih, Van? Sibuk banget kayaknya, sampe jarang banget ketemu kita lagi. Iya, ga?" ujar Evan diikuti anggukan teman-teman gue yang lain.
"Yee, ada juga lo lo pada yang sibuk. Dikit dikit PM, try out. Yahh gimana kita mau ketemu." mereka semua terkekeh.
"Makanya, ikutan UN juga dongg," ledek Dido yang gue balas dengan jitakan di kepalanya, diikuti gelak tawa yang lain. Cecurut yang satu itu emang 11-12 sama Adji. Sama-sama ngocol.
Kemudian, mbak-mbak penjual sandwich tadi datang menginterupsi obrolan kita dengan membawa pesanan gue.
"Ya ampunn, ga salah, Van? Sekarang lo makannya beginian? Kayak bocah?" ledek Angga diikuti gelak tawa semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Saw You
Teen FictionLatisha Deandra Putri, seorang gadis yang baru beberapa bulan menjejakkan kakinya di SMA, akhirnya harus merasakan perasaan anehnya pada kakak kelas yang sering dilihatnya, Reevano Diaz. Entah itu hanya sebuah kebetulan, atau bahkan takdir. Keduany...
