[21] Aku Bertekad

161 9 0
                                    

           Kak Vano kembali menghilang! Ya, dia kembali menghilang seperti seminggu kemarin.

          "Udah-lah, Sha. Jangan dipikirin terus. Kasian mie ayam lo, tuh, diaduk-aduk doang daritadi."

          Aku menoleh dan seketika berhenti mengaduk mie ayamku. Dara benar, untuk apa juga aku memikirkan kak Vano terus. Toh, dia saja tidak peduli denganku.

           "Kenapa sih, kak Vano ga masuk aja segitu gelisahnya, Sha?" tukas Dara lagi. Aku hanya bisa diam seraya memasukkan gulungan mie ke dalam mulut.

           "Emang dia masih belum ngabarin kamu juga, sampai sekarang?" kali ini Livia ikut membicarakan. Kepalaku hanya bisa tergeleng lemah dan kembali memasukkan gulungan mie berikutnya.

           Tak lama, Farah dan Vita datang dari arah penjual minuman. Hari ini, memang merekalah yang bertugas memesankan minum. Dua gelas jus alpukat, segelas es kelapa, juga dua gelas es jeruk sudah berada di tangan mereka masing-masing. Aku pun segera meneguk es jeruk untukku.

          "Yaudahlah ga usah dipikirin lagi, okay?" bisik Dara lembut seraya menepuk pundakku pelan. Aku mengangguk dan tersenyum kecil.

          "Eh iya, minggu depan ada tanding futsal SMA kita, loh. Kalian ikut nonton ga?" ujar Livia yang ku tahu berusaha mengalihkan pembicaraan.

          "Oh ya?! Serius, Liv? Wihh gue harus nonton, nih." ujar Dara bersemangat. "Ayo guys, nonton yuk." bujuknya dengan menarik-narik tangan kami. Macam anak yang memaksa ibunya ingin dibelikan permen.

           "Ihh ih, kenapa sih? Biasa aja kali," Vita hanya menanggapi dengan malas. "Wah gue tau nih, pasti ada seseorang yang mau lo liat, ya? Iya kan?" tuduhnya diikuti tatapan menyelidik kami berempat.

           "Hah? Ihh engga, kok. Beneran. Cuma pengen nonton aja." sangkal Dara, namun wajahnya seketika memerah. Sepertinya, terkena syndrom blushing juga nih anak.

           Eh, tunggu tunggu. Apa tadi? Tanding futsal? Minggu depan? Berarti, kak Vano.... Ya! Kak Vano akan tanding minggu depan bersama tim futsalnya. Ah, aku harus melihatnya!

            Tapi, apa iya? Apa kak Vano tidak keberatan kalau aku hadir disana? Ah, bukannya dia sedang marah denganku? Mana mungkin aku hadir disana.

           "Kapan tandingnya? Minggu depan?" ganti Farah yang kini menanggapi. "Yah, kalau minggu depan gue ga bisa, terlanjur ada janji sama kakak gue."

           Aku tersenyum maklum. "Mau jalan lagi ya, sama kakak lo?" tebakku. Farah mengangguk.

           "Ih Farah, enak banget sih lo, punya kakak yang bisa diajak jalan. Sementara gue?" ujar Vita memelaskan wajah.

           "Nasib lah, Vit. Ga punya kakak." Dara pun ikut memelaskan wajah. Di antara kami berlima, memang hanya mereka-lah yang tidak memiliki kakak. Bahkan, Vita adalah anak tunggal di keluarganya. Pantas saja jika ia suka iri melihat kami yang memiliki saudara kandung. "Ayo, jadi siapa aja nih yang ikut nonton pertandingan?" sambungnya kembali ke topik semula.

           "Aku ikut!" jawab Livia dengan sedikit antusias. Entah kenapa, padahal setahuku ia selalu menolak bila diajak menonton pertandingan semacam ini. Tapi kali ini, justru dia-lah yang pertama kali mengetahui infonya dan antusias untuk ikut.

           "Gue ikut juga, deh. Tapi kalau bisa ya, masalahnya minggu depan gue ga tau ada acara atau engga." Justru sebaliknya, Vita yang biasanya antusias, sekarang terlihat malas-malasan dan tidak tertarik. Sebenarnya ada apa, ini?

When I Saw YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang