1

356K 20.4K 2.3K
                                    

Meski tidak ada yang tahu tapi Allah pasti tahu karena tidak ada yang dapat disembunyikan dari Allah meskipun hanya bisikkan yang terbersit di dalam hati.

🕊 🕊 🕊

Terlalu pagi untuk memulai semuanya. Jam masih menunjukkan angka lima namun Arlita sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Pita-pita kecil berwarna merah yang telah dibentuk tertempel apik di jilbab putihnya, kalung yang terbuat dari puluhan permen dari rasa dan merk berbeda menggantung di leher, tas kardus terbungkus kertas kado bertengker di bahu dan yang terakhir sepatu dan kaos kaki beda warna telah terpasang di kakinya.

"Biar Kak Rio yang antar kamu, lihat tuh di luar masih gelap. Mana hujan," sang Mama tercinta tidak tega melihat putri semata wayangnya pergi sendiri ke sekolah di waktu matahari saja belum berganti tugas dengan bulan.

"Nggak boleh, kata Kakak kelas harus pergi sendiri. Mulai belajar mandiri. Masa udah SMA masih dianterin."

Meski sang adik sudah menolak namun si Kakak sudah bersiap-siap untuk mengantar, sama hal dengan Mamanya. Ia tidak akan tega membiarkan adik tersayangnya pergi ke sekolah sendirian.

"Biar Kakak antar aja Dek, toh Kakak kelas kamu nggak akan tahu ini," bujukkan itu dilontarkan saat sang adik bersikeras menolak.

"Kakak kelas Arlita memang tidak akan tahu, tapi Allah Maha Tahu."

Mamanya langsung diam, tak merayu lagi saat Arlita sudah menyebutkan tentang Kemaha tahuan Allah.

"Arlita pergi dulu. Assalamualaikum," Arlita mencium pipi dan punggung tangan Mamanya dan tak lupa ia pun mencium punggung tangan Kakaknya dan seperti biasa Kakaknya mencium pucuk kepala adiknya.

"Beneran kamu nggak mau dianterin, kalau di jalan ada yang ngira kamu orang gila. Terus kamu diangkut dibawa ke rumah sakit jiwa gimana?"
Rio masih tidak putus asa. Terus merayu adik tercintanya.

"Ih kak Rio doanya jelek," Arlita melotot marah. Mencubit kesal tangan kanan Kakaknya.

"Udah kakak anter aja yah!"

"Arlita udah janji sama Kakak kelas kalau nanti berangkatnya sendiri. Nggak dianterin!"

"Yasudahlah terserah kamu," kesal juga rasanya saat tawaran kebaikkannya terus ditolak, namun meskipun berkata demikian secara diam-diam Rio tetap mengantarkan adiknya. Ia sangat menyayangi adiknya maka apapun akan ia lakukan untuk menjaga keselamatan Adiknya.

Arlita Saila Amran, lahir di Bogor 27 September 2001. Ibunya seorang guru di salah satu Sekolah Dasar Islam Terpadu, sedangkan sang ayah seorang TNI. Dia memiliki satu orang Kakak yang umurnya empat tahun di atasnya, kini Kakaknya tercatat sebagai mahasiswa di IPB, fakultas Ekologi Manusia. Arlita memiliki ciri fisik yang enak untuk di pandang. Tingginya 160 cm, beratnya 50 kg, kulitnya putih bersih khas warna kulit yang sering dimiliki oleh para gadis Sunda, matanya sedikit sipit karena dia masih keturunan China dari jalur ibunya, hidungnya mancung namun tak semancung orang Arab, dan kedua pipinya di hiasi oleh lesung pipit yang sangat manis di lihat saat dia tersenyum.

Arlita menghentikan angkot bertuliskan angka 08. Dia melipat payung yang dia gunakan sebelum masuk ke dalam angkot. Setelah duduk manis di bangku penumpang yang sudah di isi oleh dua orang ibu yang sepertinya hendak pergi ke pasar karena kedua ibu itu membawa keranjang belanjaan yang terbuat dari anyaman dan seorang bapak yang berpakaian rapi, Arlita menoleh ke kiri dan menangkap sosok Kakaknya yang berdiri dekat persimpangan jalan.

HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang