12

125K 12.2K 1.4K
                                    

Arlita dan Revan tidak bisa menahan tawa mereka saat tubuh mereka telah kembali terlindung dari butiran air hujan. Mereka menertawakan tindakan bodoh mereka yang berani-beraninya menerobos hujan. Untung saja hujannya sudah tidak terlalu besar hingga tubuh mereka tidak basah kuyup.

"Pas lo masih kecil lo suka hujan-hujanan nggak Arl?" tanya Revan pada Arlita.

"Suka. Aku suka hujan-hujanan sama Kak Rio. Tahu nggak Van setiap tetesan air hujan itu mengandung berkah."

Revan terus memperhatikan Arlita yang tengah menjelaskan tentang keutamaan hujan. Dia tidak menyangka kalau Arlita akan kembali bersikap ramah padanya, padahal seminggu belakangan ini Arlita sangat jutek padanya. Kalau ditanya ngejawabnya singkat, kalau dikasih senyum malah buang muka dan yang paling bikin sebel adalah semenjak dia mengungkapkan perasaannya yang langsung dia ralat Arlita tak lagi membawakan makan untuknya, padahal dia sudah kecanduan dengan makanan buatan Mamanya Arlita.

"Woy lama amat. Pacaran dulu yah?!" Seru Dika yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Arlita dan Revan.

"Suka asal lo kalau ngomong," gerutu Revan sambil mencomot bibir Dika dengan tangan kanannya.

Dika langsung menggeplak tangan Revan, "Tangan lo membahayakan bibir seksi gue. Anak-anak dah nunggu di sana!" Dika menunjuk meja yang ada dipojokkan, "Gue mau pesen dulu. Lo berdua mau pesen apa?"

"Samain aja," jawab Arlita dan Revan kompak.

"Ciye... Ciye.. yang udah jadian. Jangan lupa PJnya yah," celoteh Dika tak karuan.

"Nih PJnya," ucap Revan seraya menunjukkan kepalan tangannya.

Dika langsung beringsut mundur, "Jangan ada kekerasan diantara kita Van," ucapnya seraya memasang wajah melas.

Arlita tidak dapat menahan senyumnya. Wajah Dika benar-benar lucu.

"Gila yah pantesan Revan cinta mati sama lo Arl. Ternyata lo kalau lagi senyum kaya bidadari yang baru turun dari kahyangan," puji Dika setelah itu dia langsung ngacir menghindari tatapan membunuh dari Revan.

"Lo langsung ke anak-anak aja Arl. Gue mau ke Dika."

Arlita mengangguk, baru saja dia akan melangkahkan kakinya menuju kursi yang ditempati oleh teman-temannya Revan kembali memanggil namanya.

"Ada apa?" tanya Arlita pada Revan.

"Lo nggak marah kan?"

"Marah kenapa?"

"Omongan Dika barusan."

Arlita menggeleng.

"Arl."

Arlita yang sudah hendak pergi mau tidak mau menghentikan lagi langkahnya, "Ada apa lagi?"

"Lo mau es krim nggak kalau mau nanti gue beliin?"

Arlita langsung menggeleng, "Masa hujan-hujan makan es krim."

Revan merutuki kebodohannya, "Terus lo mau gue beliin apa?"

"Nggak mau dibeliin apa-apa," setelah mengatakan itu Arlita langsung pergi meninggalkan Revan yang menghela napas panjang.

***

Revan terus memperhatikan Arlita yang kini sedang fokus mendengarkan Nada yang sedang menceritakan bagaimana rasanya naik wahana Tornado, saking asiknya mendengarkan cerita Nada tentang wahana ekstream tersebut Arlita seakan lupa akan keberadaan makanan yang kini sudah tersaji dihadapannya.

"Arl makan dulu!" ucap Revan mengingatkan Arlita agar tak melupakan keberadaan makanannya.

Arlita menoleh pada Revan yang kebetulan duduk di depannya, "Aku nggak laper," perlahan Arlita mendorong makanannya ke arah Revan, "Kamu yang makan yah," itulah kebiasaan Arlita di sekolah. Bila dia merasa tidak nafsu makan, bekal yang sudah dia bawa dari rumah akan dia berikan pada Revan.

HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang