19

104K 11.1K 1.5K
                                    

Arlita menarik napas dalam-dalam, menghembuskan secara perlahan. Berulangkali dia merapalkan kata-kata. Nih Van coklat dari Nindia anak baru dari kelas XI IPS1. Dan hal itu membuat dia tidak konsen dalam mengikuti pelajaran Bahasa Sunda yang sedang berlangsung.

Bu Lilis, guru Bahasa Sunda sedang menulis beberapa huruf aksara Sunda di papan tulis.

Bu Lilis, guru Bahasa Sunda sedang menulis beberapa huruf aksara Sunda di papan tulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bu Lilis menerangkan semuanya menggunakan Bahasa Sunda. Beberapa anak yang mengerti mengangguk-ngangguk sedangkan untuk yang tidak mengerti hanya bisa memasang wajah beloon.

"Gila mending bahasa Jepang sekalian kalau gini ceritanya," protes salah satu murid yang berasal dari daerah Minang. Sungguh demi apapun dia tidak mengerti dengan apa yang Bu Lilis terangkan.

Bu Lilis yang mendengar ucapannya itu langsung berjalan ke arahnya, "Kamu bisa Bahasa Jepang, Indra?"

Dengan penuh percaya diri Indra mengangguk, "Bisa Bu cuman belum pasih."

Bu Lilis tersenyum lebar, "Ibu bangga kamu bisa bahasa Jepang tapi ibu akan lebih bangga kalau kamu bukan cuma bisa bahasa Jepang tapi bisa juga bahasa Sunda biar nilai-nilai bahasa Sunda kamu nggak do re mi fa terus pas ulangan."

Sontak anak-anak sekelas terkikik geli.

Dari bangku Indra kini Bu Lilis berpindah ke bangku yang diduduki oleh Revan, murid kesayangannya.

"Coba kamu maju ke depan tuliskan kalimat ini pake aksara Sunda," Bu Lilis memberikan buku dan spidol yang dia pegang ke arah Revan.

Revan mengangguk, dia langsung maju ke depan, tidak lama setelah membaca sederet kalimat yang ada di buku yang Bu Lilis berikan padanya dia mundur kembali menghampiri Bu Lilis, "Ibu yakin saya harus nulis ini."

Bu Lilis mengangguk.

Karena Bu Lilis yang menyuruhnya akhirnya Revan menulis kalimat tersebut dengan menggunakan aksara Sunda. Setelah papan tulis penuh dengan huruf aksara Sunda yang sudah Revan rangkai, Bu Lilis berjalan ke arah Arlita yang tengah menunduk.

"Apa yang sedang kamu pikirkan Arlita? Pakaian kotor yang belum dicuci apa cucian yang belum diangkat dari jemuran?"

Arlita langsung mendongak, "Eh..Nggak Bu."

Anak-anak kembali terkikik geli. Bu Lilis yang suka melontarkan kalimat-kalimat kocak namun menusuk membuat pelajaran yang dianggap tidak penting oleh beberapa murid menjadi asik dan sayang untuk dilewatkan.

"Kalau nggak ada yang kamu pikirkan bisa kamu bantu Ibu bacakan puisi yang ada di papan tulis?"

Arlita langsung menatap ke arah papan tulis, keningnya berkerut bingung saat melihat rangkaian huruf aksara Sunda yang sudah terangkai rapi memenuhi papan tulis, dan dia sangat yakin kalau itu hasil dari tulisan Revan. Tulisan Revan itu sangat rapi lebih rapi dari tulisannya dan sangat mudah untuk dibaca, dengan suara yang pelan Arlita mulai membaca puisi itu.

HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang