11

127K 13.4K 1.3K
                                    

Kereta api mulai melaju di atas rel. Stasiun demi stasiun terlewati dan tentu ada saja penumpang yang naik dan turun disetiap pemberhentiannya.

Gerbong yang ditempati oleh Arlita, Revan dan kawan-kawan pun mulai penuh sesak. Revan dan Dika yang tadinya duduk manis kini sudah mulai berdiri cool seraya memegangi penggangan yang menggantung di atas langi-langit gerbong sebab kursi yang mereka duduki harus mereka relakan kepada dua orang ibu yang menggendong bayi. Tidak mungkinkan mereka tetap duduk manis disaat ada dua orang ibu yang berdiri tepat di depan mereka sambil menggendong bayi.

Sekarang posisi Revan dan Dika berdiri tepat di depan kursi yang diduduki oleh Arlita, Sri, Nada dan Nenden.

"Masih pusing nggak?" tanya Revan pada Arlita yang duduk menghadap ke arah jendela yang tengah menyajikan pemandangan atap-atap rumah.

Arlita menengok ke arah Revan, "Udah nggak," jawabnya. Setelah itu dia kembali menatap ke arah jendela.

"Hahay deuh pemandangan atap rumah lebih indah dibandingkan muka ganteng lo," ledek Dika pada Revan.

Sri dan Nada yang mendengar ledekkan Dika terkikik geli. Mereka berdua sudah tahu kalau Revan cinta mati sama Arlita, namun Arlita nya malah cuek bebek.

Tinggal tiga stasiun lagi yang harus mereka lewati. Percakapan ringan yang mengundang tawa terlontar dari mulut Revan dan Dika. Membuat perjalanan mereka dari Bogor ke Jakarta tidak membosankan.

"Belalang apa yang loncatnya lebih tinggi dari monas?" tanya Dika. Memulai leluconnya yang tidak pernah berhasil mengocok perut.

"Belalang panjang," jawab Revan asal.

Dika langsung menoyor kepala Revan, "Jawaban lo ngasal mulu. Niat jawab nggak sih lo?"

"Niatlah. Kalau nggak niat ngapain gue jawab," timpal Revan seraya menoyor balik kepala Dika.

"Aku tahu," Arlita yang sedari tadi diam memperhatikan akhirnya mau buka suara.

"Apa Tha jawabannya? Awas yah kalau salah nanti hukumannya dicium sama Si Revan."

Sontak Nenden, Sri dan Nada tertawa saat melihat wajah Arlita yang langsung pucat pasi.

"Jangan dengerin si Dika. Dia kalau ngomong asal jeplak. Apa Arl jawabannya?" tanya Revan pada Arlita yang sepertinya merasa tidak nyaman karena ucapan Dika barusan.

Bukannya menjawab Arlita malah menggeleng. Membuat Revan jadi gemas.

"Udah biar gue aja yang jawab," ucap Nenden mengambil alih pertanyaan tersebut dari Arlita.

"Awas lo yah jangan sengaja disalahin. Hukuman ciuman si Revan cuma berlaku buat Arlita," celetuk Dika membuat Revan bukan main kesalnya.

Bener-benet nggak tahu sikon nih si Dika, rutuk Revan dalam hati.

"Lagian siapa juga yang mau dicium sama si Revan. Gue udah punya yang lebih ganteng yah dibandingin si Revan," jawab Nenden penuh percaya diri.

"Udah nggak usah ria diambil cewek lain baru tahu rasa loh," ucap Dika.

Nenden langsung mengetuk-ngetukkan kursi yang dia duduki sambil berucap amit-amit berulangkali.

"Jadi jawabannya apa?" tanya Nada sudah penasaran.

"Belalang naik ke puncak Monas terus loncat-loncat," jawab Nenden sambil tertawa heboh.

Pletak...
Dika menjitak kepala Nenden membuat gadis berparas manis itu langsung memberengut, "Jawaban lo salah. Mana ada belalang naik ke puncak Monas?"

HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang