PART 3 - Musuh adalah Musuh

1.7K 75 7
                                    

"Agni"

"Loh Alvin, ngapain lo ke sini malam malam?!!" Agni celingukan takut takut adek nya menuduh nya yang enggak enggak.

"Lo tunggu di situ, gue turun ke bawah." Agni segera keluar kamarnya dan turun ke bawah. Namun ia tak menemui siapa pun di situ. Saat melintasi kamar adeknya pun sepertinya tanpa penghuni, mungkin dia main bareng Ray dan Ozy, pikirnya.

"Hay Ag" sapanya melambaikan tangan.

"Basa basi lo ngapain di sini?!" Agni heran belum pernah sekalipun ada sejarahnya musuh bebuyutan menjadi baik seperti ini dengan tiba tiba.

"Aku cuma ngajak kamu jalan malam mingguan." Katanya sambil menunjukkan senyum mautnya. Namun tidak bagi gadis itu, menurutnya itu sungguh menjijikkan.

"Ha?? Kok gue sih?" Ia pun sedikit bergidik saat Alvin memanggilnya dengan sebutan "kamu"

"Gak papa, pengen aja, sekali sekali gitu kan kita gak musuhan." Alvin masih menampilkan senyumnya tersebut.

"Sampai kapan pun Lo dan gue itu musuh abadi, A-B-A-D-I!! Ingat itu di kepala lo!"

"Kenapa sih lo begitu banget sama gue? Itu kan juga salah lo, kenapa harus nyalahin gue segala. Lagian gue datang ke sini itu baik baik"

"Bodo amat, gue gak peduli. Yang penting saat itu kan lo ada di situ. Udah deh lo pergi dari rumah gue dan cari cewek yang mau di kecengin sama koko koko mendok kayak lo." Selesai mengucapkan kata terakhirnya, Agni kembali masuk ke dalan rumahnya namun..

Byurrrr...

"Aaaaaa..."

"Ahahaha..." Agni mendengar tawa khas orang itu, Alvin dan...DEVA!

"Puas lo?! Puas? Sekarang gue udah basah malam malam gini! Gue udah duga lo pasti ada apa apanya baik sama gue!! Lebih baik lo cepetan enyah dari rumah gue!!! Dan lo Deva..lihat apa yang akan terjadi sama lo selanjutnya." Agni mengatakannya dengan satu tatlrikan napas, kemudian ia segera masuk ke dalam rumah dengan membanting pintu karena tidak tahan dengan hawa dingin yang menusuk tulang tulangnya. Agni masih mengerutuki Alvin serta mengeluarkan sumpah serapah nya untuk pemuda tersebut. Dan yang lebih tidak ia terima sekarang adalah adeknya sendiri kini telah beraninya membantu pemuda tersebut.

"Deva sialan lihat aja lo entar, lihat!!" kilat kilat dendam terlihat di matanya. Dengan segera ia mengganti baju serta menutup gorden balkonnya. Ia lalu kembali ke fokus awalnya -Tidur-

"Dev, lo keren banget tadi, pas banget situasinya." Alvin masih tertawa mengingat rencananya berhasil. Menurutnya ini hanya rencana kecil sebagai pembuka lembaran baru permusuhannya di bulan yang baru.

"Ahaha, iya kak. Eh iya, tapi gue juga takut ni kalau kalau kak Agni marah sama gue." Sedari tadi itu yang dicemaskan oleh Deva. Kakaknya bukan lah orang yang bisa diajak kompromi, kalau sudah menaruh janji sampai titik darah penghabisannya pun akan dia lakukan jika belum terpenuhi. Terlebih lagi Agni bersama teman teman nenek sihirnya itu adalah orang terekstrim yang pernah ia temui.

"Lo tenang aja, entar kalau ada apa apa lo tinggal hubungin gue aja. Kita buat pembalasannya ke mereka, asal lo selalu mau aja bantuin gue. Gimana?" Seperti bisa membaca raut muka Deva, Alvin menawarkan hal yang untung baginya dan untung juga buat Deva. Semacam simbiosis mutualisme.

"Ah gak mau gue. Entar lo macam macam lagi minta ini itu."

"Ya elah elu serius amat. Ya gak bakalan lah gue kayak di film film yang lo tonton itu. Lagian itu untung buat lo juga, kalau lo mau nolak pun gak masalah buat gue. Tapi masalahnya lo udah terjebak sekarang. Lo tahukan kakak lo itu bakal balik ngerjain lo dengan kompeni kompeninya? Kalau lo terima tawaran gue, gue pastiin lo aman, tapi kalau lo tolak kan lo tahu sendiri akibatnya. Jadi pilihan ada di tangan lo."

Mencintai dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang