Suasana pagi di akhir pekan sedikit lebih damai dibandingkan hari biasanya. Jalanan lebih renggang dan terlihat beberapa orang melakukan aktifitas yang sangat minim mereka lakukan -olahraga-
Masih dengan keringat yang mengucur deras di pelipis matanya. Dengan Fuelband activity tracker dan sport armband yang melingkar di tangan kanannya serta sebotol air mineral di kirinya. Ia berhenti sebentar untuk menetralkan denyut jantungnya yang memburu. Ia milirik Fuelbandnya sekilas, ia bisa memastikan planningnya kali ini gagal lagi dan sekarang sudah hampir jam 9. Ini sudah ke 3 kalinya ia tidak mencapai target, Ia tahu, stres yang melanda dirinya akhir akhir menyebabkan daya tahan tubuhnya sedikit menurun dan mudah kecapaian.
Ia menoleh ke arah belakang, pemuda yang tadi bersamanya masih tertinggal jauh di belakang dengan napas yang sudah tersengal-sengal.
"Dasar koko koko, bisanya cuma ngitung duit doang." Cibirnya saat orang yang di tunggunya terbaring terlentang di sebelahnya. Pemuda yang di ejek tersebut pun melemparkan handuk kecil yang di bawanya ke pemuda yang mengejeknya.
"Ngomong itu di jaga Yo..enak aja lo! Gue itu tadi kan kalah star sama lo makanya gue kalah" ucap pemuda tersebut tidak terima.
"Alasan lo kodok. Gara gara nungguin elo, hari ini target gue gak tercapai lagi ni! " Pemuda yang dipanggil Rio itu menunjukkan Fuelband nya ke depan pemuda yang Ia panggil Kodok tadi.
"Ah elo masih aja pakai tu Fuelband, punya gue aja entah kemana tu." Jawab Alvin ringan
"Pantasan aja lo gendut." Cibir Rio dengan membaringkan tubuhnya di sebelah Alvin.
"Sembarangan lo! Six pack (?) nih"
"Dari kolong jembatan iya."
"Cih" Alvin mengecek Handphonenya yang ia rasakan bergetar sejak tadi. Rio yang melihat hal itu hanya bisa memutar bola matanya, ia tak habis pikir sampai kapan pemuda ini akan meninggalkan handphonenya saat lari pagi.
"Gue udah ngelarang berapa kali sih gak usah bawa handphone, kenapa lo bawa juga kodok cina sipit" Jitak Rio geram.
"Sabar dulu kenapa, ini ada yang nelpon pesek."
"Hallo Va, kenapa lo telpon gue pagi pagi?" Tanya Alvin seraya menyeka keringatnya.
"Kak, tolong gue plisss..itu nenek sihir udah di bawah ngumpul. Dan gue mau pergi ke rumah Ray buat kerja kelompok. Firasat gue bisa tamat hidup gue kalau gue nekat turun. Tolong gueee" mohon Deva dengan nada bergetar. Deva selalu begitu, terlalu berlebihan dengan sesuatu mau itu bahagia atau sedih sekali pun. Sekarang? Terlalu takut berlebihan, berbanding terbalik dengan kakaknya.
"Ya Ampun Deva..gue kira tangga di rumah lo runtuh atau tiba tiba atap lo hilang pas lo bangun pagi, tahu nya cuma itu doang." Alvin menghela nafas sambil memutar kedua bola matanya.
"Kak Alvin..tolong gue kenapa, mereka pasti udah nyiapin rencana buat gue..ayo dong..ini karena gue nolongin lo juga kan?"
"Iya iya, lagian lo itu cowok kali lawan aja apa susahnya. Agni mah gak ada hebatnya, yaudah gue ke rumah lo sekarang." Ia mematikan telpon dengan malas.
"Kenapa?"Tanya Rio masih dengan posisi tidurnya.
"Gak perlu gue jelaskan juga lo udah tahu. Ayo temanin gue."
"Berapa?" Tanya Rio kembali.
"Berapa apanya?" Alvin mengernyitkan keningnya.
"Lo berani bayar berapa buat energi dan ide kesana?" Rio bangkit berdiri menyusul Alvin yang berjalan lebih dulu.
"Lo itu perhitungan banget sih. Sekarang gue tahu satu hal, ternyata yang mata duitan itu bukan koko aja, tapi orang pribumi pesek kayak lo juga mata duitan." Ejek Alvin tanpa membalik badan.
![](https://img.wattpad.com/cover/59285651-288-k13665.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai dalam Diam
Teen Fiction"Cinta tidak harus memiliki". Apa yang kalian lakukan kalau kalian terjebak dalam cinta yang tak kan mungkin kalian dapatkan? Takdir yang menyebutkan kalau kalian hanya bisa mengagumi tanpa dicintai. Terjebak dalam perasaan yang sebenarnya kalian s...