Hembusan angin menggoyangkan daun-daun di pohon cemara. Awan hitam kian pekat, semakin bersatu sama lain, merapat erat mencegah cahaya matahari menembus lapisan langit. Tampaknya hari ini akan hujan, air mata dari langit pun mulai berjatuhan satu persatu walau dalam intensitas ringan. Namun, bukan berarti cuaca lebih buruk tidak dapat terjadi. Atau mungkin cuaca kembali normal, entahlah tak ada yang tahu. Tapi sepertinya cuaca memang tidak akan baik hari ini.
Semua orang kian mempercepat langkah dan kendaraan mereka. Menghindari kemungkinan cuaca buruk menimpa mereka diperjalanan. Termasuk gadis ini, ia semakin mempercepat langkahnya kala hujan mulai berjatuhan dengan intensitas yang semakin tinggi. Ia berlari berharap sampai di sekolahnya sebelum langit menumpahkan air matanya ke tempat ia berpijak.
"Sial, harus nya gue tadi bawa jaket. Dingin banget lagi, hujannya juga udah turun. Bisa gagal ke sekolah deh gue ni" Sivia mendumel di depan minimarket karena langit kini telah benar benar menumpahkan seluruh air mata yang dimilikinya.
Tit tit tit..
Bunyi klason mobil menghentikan dumelan Sivia. Pasalnya mobil tersebut berhenti tepat di depannya. Kaca mobil diturunkan oleh si empunya. Terlihat jelas kini siapa yang berada di dalamnya, membuat gadis yang berdiri dengan penuh harap ini membuang muka dan melirik malas ke pemuda tersebut. Ya pemuda itu, pemuda yang mengganggu hidup Sivia, Cakka.
"Hey ngapain lo buang muka begitu?" Tanya Cakka mematikan mesin mobilnya.
"Bukan urusan lo. Ngapain lo disini?" Jawab dan tanya Sivia ketus.
"Lo mau ikut gak?" Tanya Cakka menaikkan alisnya.
"Nggak"
"Serius? Hujan-hujan gini lo mau ngelanjutin perjalanan lo tanpa membawa payung atau jaket?" Tanyanya Cakka kembali.
"Iya, kenapa? Gue bisa kok dan gak butuh bantuan lo. Gue bisa tunggu hujan reda." Sinis Sivia.
"Yaudah kalau gitu, eh satu hal yang pengen gue beri tahu sama lo. Kalau lo mau menunggu hujan berhenti, sampai nanti malam ni hujan gak bakal berhenti. And satu lagi, gak menutup kemungkinan kalau hujan bakal lebih lebat lagi dan ada petirnya." Cakka menaikan kembali kaca mobilnya dan mulai menghidupkan mesin mobilnya.
Duarr
Suara petir menggelegar ke seluruh kota. Sivia dengan spontan berteriak kaget dan segera masuk ke dalam mobil Cakka dan mengatur napasnya.
"Lho, kenapa lo masuk? Bukannya tadi lo bilang gak perlu bantuan gue ya?" Cakka tersenyum penuh kemenangan. Ia sudah menduga hal ini pasti terjadi.
"Is, udah cepetan jalan ke sekolah kalau lo gak mau terlambat. Cepetan!!" Paksa Sivia, "Dan satu lagi ingat gue mau pergi sama lo cuma karena gue pengen ke sekolah dan datang tepat waktu." Lanjutnya.
"Terserah lo deh." Cakka tersenyum tipis dan menggerakkan kopling mobilnya lalu melajukan mobilnya menuju tujuan utama mereka -sekolah-
***************************************
Barisan mobil pagi ini lebih ramai dari pada biasanya. Ya, orang orang, termasuk siswa sekolahan lebih memilih menggunakan mobil sebagai transportasi mereka saat cuaca sedang tudak bersahabat.Dengan satu alasan pasti, tidak ingin basah.
Cakka dan Sivia telah sampai di parkiran sekolah. Sivia langsung membuka pintu mobil dan langsung berlari menuju sekolah karena tempat parkir outdor yang terletak beberapa meter dari sekolah. Ia keluar dan berlari tanpa mengucapkan terimakasih kepada Cakka. Cakka hanya mendengus atas sikap Sivia, kapan gadis itu akan menerima dirinya? Tak pernahkah dia tahu kalau ia sangat mengharapkan Sivia? Oh Tuhan... Kalau aku jodohnya, maka dekatkanlah. Tapi kalau bukan, coba dicek lagi atau buatlah aku menjadi jodohnya, batin Cakka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai dalam Diam
أدب المراهقين"Cinta tidak harus memiliki". Apa yang kalian lakukan kalau kalian terjebak dalam cinta yang tak kan mungkin kalian dapatkan? Takdir yang menyebutkan kalau kalian hanya bisa mengagumi tanpa dicintai. Terjebak dalam perasaan yang sebenarnya kalian s...