Max. Nama itu sangat familiar bagiku, karena dia itu satu paket lengkap yang Tuhan beri untukku, dia bisa menjadi teman yang asyik, kakak yang perhatian, sosok ayah yang membimbing bahkan sosok adik yang manja. Walau itu semua hanya bisa kurasakan selama 15 tahun saat kami masih bersama.
Pertama kali kami bertemu saat usiaku masih 3 tahun, dan Max berusia 5 tahun. Dia sudah 1 tahun berada di panti asuhan ini, sedangkan aku yang masih anak baru dan tidak punya teman hanya bisa menangis saat ditinggal oleh Paman dan Bibiku di tempat asing ini. Max mendatangiku dengan membawa permen lollypop yang sudah patah. "Ini, aku menyimpan ini dari tahun baru yang lalu aku ingin memakannya saat ulang tahunku bulan depan, tapi melihat anak kecil sepertimu menangis seperti ini aku tak tega. Makanlah, rasakan manisnya dan tersenyumlah bersamaku." Anak umur 5 tahun itu menghiburku, menemaniku, selalu ada untukku sejak saat itu.Entah memang dunia tak mengharapkan kami, atau kesialan yang kami bawa, tak ada satu keluarga yang mau mengadopsi kami. Bahkan Bunda Yuni (pengasuh panti asuhan) sudah menyerah mengiklankan kami kepada para orangtua yang bermaksud mengambil anak untuk diadopsi. Kami selalu menjadi daftar hitam bagi mereka. Mungkin karena aku yang introvert dan Max yang selalu tampil ganas. Mereka sama sekali tak ada yang menginginkan anak seperti kami.