Di pelataran Perpus
Ada beberapa petugas dari kepolisian yang berlalu-lalang dan beberapa reporter yang mengambil gambar dan juga menanyai beberapa orang di sekitar gedung perpus.
Dari jarak yang lumayan jauh, terparkir mobil sedan hitam (benar2 hitam keseluruhan, bahkan dari kaca depan pun kau tak bisa melihat siapa yang berada di bangku kemudi) dari dalam mobil itu tampaklah Max yang sungguh tampak kacau. 'Aku pernah meninggalkanmu, apa ini hukumanmu untukku?? Kembalilah.... kumohon....kembalilah...'
"Apa sudah ada kabar dari orang2 kita?" Tanya Max pada orang yang berada di belakang roda kemudi.
"Maaf Tuan, aku belum mendapat kabar apa pun" jawab orang tersebut. Yang langsung saja membuat Max berpaling menatap jendela dengan frustasi.
"Sania... Maaf, tak seharusnya kau terlibat lagi denganku. Ini salahku yang datang lagi dalam hidupmu. Harusnya aku bisa menahan rindu dan kekhawatiranku, kau hidup dengan lebih baik tanpaku." ucap Max dengan kesedihan tertahan.
Marah bukanlah jawaban untuk menyelesaikan masalah ini, dia harus bisa menemukan Sania dan jika ingin hal itu tereujud dengan segera ia harus berpikir dingin dan bersikap selogis mungkin seperti biasanya.
"Panggil beberapa orang terbaik yang kita punya. Tidak, cukup tiga orang saja. Aku tak mau bisnis juga terganggu gara-gara insiden ini. Suruh mereka menghadap di ruanganku satu jam lagi." perintah Max pada bawahan sekaligus orang kepercayaannya.
Orang tersebut lalu berkutat dengan handphonenya, setelah selesai dengan handphonenya, dia menengok ke arah Max, "kita berangkat sekarang Tuan?" Max menjawab dengan anggukan samar, tapi langsung ditanggapi dengan cekatan oleh orang yang berada di belakang kemudi tersebut.
Mobil hitam itu pun meluncur dengan mulus meninggalkan pelataran perpus, ada seseorang polisi berpakaian preman yang memperhatikan mobil tersebut saat melintas, matanya menyiratkan keheranan namun segera dia mengalihkan pandangannya saat temannya memanggil.
"Kau sudah bertanya pada orang perpus tentang gadis itu?" tanya seorang polisi pada seorang anak buahnya. "Iya pak, ini profil gadis yang hilang tersebut" jawab bawahan tersebut seraya menyerahkan map berisi profil Sania.
Polisi yang pangkatnya lebih tinggi itu memperhatikan isi dalam map tersebut dengan seksama. Kasus ini sesungguhnya amat sederhana, tak ada orang yang melaporkan kehilangan si gadis juga, sebenarnya bisa saja dia memutuskan untuk menutup kasus ini dengan mengatakan bahwa gadis ini menghilang atas kehendaknya sendiri. Tapi yang jadi masalah adalah, gadis ini Sania, kami mengenalnya. Memang tak ada yang melapor ke kantor polisi distrik tentang hilangnya Sania, tapi semua orang, hampir 75% di distrik ini mengenalnya, mengetahui dia bukanlah gadis yang akan dengan sukarela meninggalkan distrik ini, tanpa berpamitan pula.
Maka dari itu, kasus ini mau tidak mau harus dilanjutkan, tapi kami butuh orang yang melaporkan kehilangan Sania, cukup satu orang saja sebenarnya hanya untuk formalitas. Tapi siapa?
Sementara itu beberapa pegawai perpus sepertinya sedang duduk menunggu giliran interogasi di ruang kepala perpus yang dijadikan ruang interogasi sementara oleh para polisi. Beberapa barang Sania yang memang tertinggal sejak kejadian berlangsung sudah ada dalam plastik flip yang diberi label BARANG BUKTI.
TBC