Shadow pov
Bagaimana ini? Apa kutinggalkan saja gadis ini, aku tak mau berlarut2 berurusan dengan segala kesialan gadis ini.
Aku melihat gadis itu masih bisa dengan santai menikmati sarapannya. Ini aneh. Batinku lagi. Seorang gadis seharusnya takut pada orang yang telah menculiknya bukan? Kenapa dia bersikap seolah aku bukan penculik? Bukannya takut malah bersahabat?
Aku masih memegang hape q, masih ragu, antara menghubungi Max atau kulanjutkan aksiku. Keadaannya sedang kacau, dia tak bisa bicara. Sekilas kupandang Sania. Tiba-tiba gadis itu termenung lalu berdiri, seperti mencari sesuatu? Seseorang? Apa? Siapa?
Dia berjalan ke arahku. Matanya mengisaratkan tanda tanya yang aku pun tak mengerti apa yang ingin dia ungkapkan.
"Apa yang ingin kau ucapkan?" Tanyaku setelah jarak kami cukup dekat.
Dia mengambil hapeku. Dia mengetikkan sesuatu di hp.
'Apa disini hanya ada kau dan aku?' Aku membaca tulisan di layar hpku.
Aku menjawabnya dengan anggukan. Dia terdiam lalu mulai mengetik lagi.
'Lalu tadi suara siapa? Suara seorang pria, tapi bukan kamu' tulisnya lagi.
"Aku tak tahu apa yang kau katakan, aku sedang pusing. Mungkin itu cuma suara di kepalamu!" Jawabku sekenanya, kupikir gadis itu mulai bermasalah dengan isi kepalanya.
Aku menatapnya kasihan. Beberapa kemungkinan & peluang yang kumiliki: 1. Aku akan langsung hilang dari dunia ini jika gadis ini kuserahkan pada Max sekarang. 2. Dia berada di sini, aku harus mengobatinya hingga dia sembuh, baru kuserahkan pada Max. Atau 3. Aku kabur dan menganggap tak pernah terjadi apa pun, tapi kabur kemana? Hingga ujung dunia pun Max akan terus mengejarku jika dia sampai tahu perihal gadisnya yang kini kubuat bisu.
"Aaaargh!!!!" Teriakku frustasi yang langsung membuat gadis di depanku ini berekspresi kaget, tapi kemuadian dia tersenyum lalu kembali ke meja makan dan membersihkan meja makan dan beranjak ke dalur, akan mencuci piring kupikir.
Hei! Dia memang gadis tak waras, dia tadi tersenyum padaku? Apa aku ini tak dianggap sebagai penjahat olehnya? Wah harga diriku terluka.