"Bagaimana ini, gelap sekali..... handphone dimana??" Sania meracau sendirian di tengah suasana mencekam di dalam perpustakaan yang gelap.
Perpus terang hanya saat ada kilat menyambar. Baru sekarang Sania merasa bersyukur sekaligus ketakutan di saat bersamaan. Tapi karena cahaya kilat tersebut dia bisa melihat handphonenya. Segara diambilnya hp tersebut dan dinyalakan mode senter. Lalu mencoba menggapai kotak telpon kantor di atas mejanya. Hanya terdengar suara desisan dari balik telpon. Nampaknya sambungan telpon pun bermasalah. "Bagaimana ini.... hiks...." isaknya penuh dengan kekalutan. Sania mencoba memberanikan diri untuk berjalan ke pintu, namun baru saja tiga langkah ia berjalan petir menyambar lagi. "Aaaaargh....." dia menjerit sambil terjongkok memeluk lututnya sendiri. Badannya masih menggigil bukan karena dingin (walau memang keadaannya dingin) tapi lebih dikarenakan ketakutan yang sudah tak bisa ia kendalikan di dalam dirinya.
Dalam kegelapan ini semua kenangan di kala hujan, yang hampir semuanya adalah kenangan pahit pelan-pelan membanjiri ingatan Sania. Matanya yang tadi basah karena air mata, kini mulai tak fokus, pandangannya memang mengarah ke depan tapi entah apa yang dilihatnya tiba-tiba tubuh itu tersungkur ke depan.
Ada bayangan hitam berkelebat masuk ke dalam gedung Perpus. Dengan cekatan dia membuka pintu entah dengan kunci apa, yang jelas pintu itu terbuka. Gerakannya yang sangat terampil walau juga masih terlihat tergesa-gesa, mungkin karena kegiatannya dalam kegelapan itu tak ingin diketahui oleh orang lain. Secara perlahan dia mendekati tubuh yang terbujur tak jauh dari pintu yang dia masuki.
Dengan gerakan super hati-hati bayangan hitam itu mengangkat tubuh Sania yang sudah tak sadarkan diri. Kelihatannya aku tak membutuhkan obat apapun untuk membiusmu, Nona ucap orang tersebut sambil tersenyum melihat ke wajah Sania. Lalu dia pun pergi meninggalkan gedung perpus. Ada satu hal yang terlupakan, biasanya dia sangat teliti dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tapi kali ini mungkin karena dia menggendong Sania dia lupa menutup kembali pintu yang tadinya terkunci.