"Sania, ayo kita makan siang dulu." Ajak Ima teman kerjaku, yang sontak membuatku tersadar, aku masih di perpus, lalu apa yang kukerjakan dari tadi? "Ah, iya sebentar. Kau duluan saja Ima." Jawabku seraya bangun dari duduk.
Kupandangi sekelilingku, ini masih di ruang regulasi, oh iya aku tadi sedang mengecek sirkulasi buku. Ada beberapa orang yang terlambat mengembalikan buku, apa aku harus menghubungi mereka? Ah, nanti sore saja, biar kutunggu hari ini, mungkin sehabis istirahat makan siang mereka akan datang.
Aku berjalan menyusuri lorong 3 sambil mengembalikan buku ke rak dan merapikannya, aku aasih sibuk sendiri dengan pikiranku, hingga tanpa kusadari ada orang di sampingku yang membuatku terkejut. "Ah... ya ampun! Kau membuatku kaget saja Ima" ucapku seraya menurunkan tanganku yang tadi reflek membekap dada saat aku terkejut. "Ya ampun Sania, kau masih saja seperti itu, terlalu asyik dengan pikiranmu sendiri dan tak tanggap dengan sekitarmu. Ucapnya menyindirku, aku hanya bisa tersenyum kecut. "Ini kubawakan roti dan air mineral, aku tak mau kau sakit, ini sudah musim hujan, kau harus makan tepat waktu untuk jaga kesehatanmu." Lanjutnya penuh perhatian. Aku tersenyum lagi "Terima kasih.... aku sangat beruntung punya teman sepertimu. Terima kasih Tuhan..." ucapku seraya merangkul manja pinggangnya. "Apaan sih? Lebay deh!" Jawab Ima seraya menepuk-nepuk tanganku yang masih bertengger di pinggangnya.
Dalam hatiku, aku sungguh sangat bersyukur karena masih ada orang2 di sekitarku yang memberi perhatian padaku. Aku tau tak mudah bagi mereka ada di dekatku, aku orang yang tak diinginkan, bahkan oleh sanak kerabatku sendiri. Aku orang yang terbiasa ditinggalkan, terlupakan, sendirian. Tuhan, terima kasih karena Kau masih mau menemaniku.