"Yahhh..., hujan turun nih, deras lagi. Gimana dong?" lirihku sambil menatap langit yang sedang menumpahkan tangisnya.
Seperti hari sebelumnya, Nathan akan mengantarkanku pulang sekolah dulu. Tetapi, kemarin motor besar kesayangannya itu masuk bengkel. Jadi, kami berencana jalan kaki saja hari ini. Eh, hujan malah turun dengan seenaknya.
Aku menoleh kepada Nathan yang masih bergeming, lantas menyenggolnya pelan.
"Gimana nih? Apa mau naik bus aja? Tapi rumahku 'kan ga sampai 1 km. Mubazir, donk." Aku menghela napas panjang.
Tiba-tiba, Nathan menyodorkanku jaket abu-abu miliknya. Aku menatapnya bingung, "buat apa?"
"Yah buat dipakai lah," jawabnya pendek.
"Ngapain?" tanyaku.
"Pakai aja," perintahnya lagi.
Aku mengerucutkan bibirku, namun tetap melaksanakan permintaannya.
"Nah, udah dipakai. Sekarang apa?" tanyaku sambil memamerkan jaket yang kebesaran itu ditubuhku.
Nathan tidak menjawabku melainkan menarik tanganku hingga mendekat kepadanya. Kemudian, ia memakaikan kupluk jaket itu di kepalaku dan menutup resleting nya.
Pipiku memerah melihat betapa dekat wajahnya denganku. Jantungku masih berdetak kencang, efek yang masih sama dengan satu tahun yang lalu.
Setelah memastikan sekujur kepalaku tertutup, ia menggenggam erat tanganku. "Kenapa kita ga tembus hujan aja?" ajaknya.
Aku terbelalak sempurna. Aku baru saja ingin menolaknya tetapi ia sudah menarikku lari dari naungan gedung sekolah ini.
Derasnya air hujan langsung menikam kulitku. Walau, kepalaku sedikit terlindungi oleh kupluk jaket ini.
Seharusnya aku merasa dingin, tetapi genggaman erat Nathan menghantarkan rasa hangat yang mengaliri setiap aliran darahku.
Di sampingku, Nathan tampak tertawa bahagia, begitu juga denganku. Tangan kami terjalin erat, seperti hati kami yang akhirnya disatukan oleh takdir.
.
.
.
.
.
Di belahan bumi bagian lainnya, setiap orang pasti mempunyai ceritanya masing-masing. Suatu cerita yang membuat pemiliknya tersenyum ketika mengenangnya kembali.
Aku yakin, seberapa pelik suatu kisah cinta, pasti tetap ada akhir bahagia yang menanti. Dan kita juga tidak bisa mengatakan itu sepenuhnya bahagia, tetap akan ada beribu masalah yang datang. Dan dibalik permasalahan itu, selalu ada sesuatu yang dipelajari atau dipetik.
Sama halnya denganku, pertemuanku dengannya yang diawali dengan hujan deras di tengah lapak kota.
Banyaknya rintangan yang datang silih berganti.
Banyaknya angin, hujan, petir yang melewati jalan kita.
Adanya pihak-pihak yang disakiti meninggalkan luka mendalam.
Namun kita semua tahu, tidak akan ada hujan terus-menerus. Aku juga tidak akan mengatakan adanya pelangi setelah hujan-karena aku juga sangat jarang melihatnya.
Yang aku tahu, akan ada secercah cahaya matahari yang muncul setelah hujan seperti hujan deras yang kulihat pagi hari itu. Sekilas seperti mengintip permukaan, namun kelamaan sinar itu akan muncul sepenuhnya menyinari daratan ini.
Sekali lagi, sama seperti hubungan kita.
Kita tidak bisa menjamin munculnya pelangi setelah hujan, tapi akan ada cahaya matahari yang muncul menggantikan langit yang kelabu.
Kau tau? Disaat aku menyalahkan hujan yang turun saat itu, disaat aku berkata lebih baik hujan tidak turun saat itu, aku menganggap maka semuanya akan baik-baik saja, kita juga tidak akan bertemu dan aku juga tidak perlu melewati segala kepahitan ini.
Tapi, aku salah selama ini.
Seandainya saja kalau hujan tidak turun saat itu, apa itu menjamin kita tak akan bertemu?
Kita tidak akan pernah mengetahui jalan main dari sang takdir.
Dan aku percaya, kita adalah takdir. Takdir yang memang sudah diatur oleh Sang Pencipta.
Sejak pertama kali aku melihat senyummu ditengah derasnya hujan saat itu, kita sudah dimainkan oleh takdir, melalui permainan dramatis yang naik-turun hingga akhirnya permainan selesai.
Dan kini permainan selesai, ada pihak yang dikalahkan, dan ada pihak yang menang. Dan yang menang adalah kau, Tuan Hujan.
Kini, aku yakin aku tidak salah pilih. Karena itu kau,
Kau lah yang kupilih pada akhirnya.Dan ditengah derasnya hujan,
Kau datang kepadaku.
Ditengah derasnya hujan,
Kau tersenyum kepadaku,
Dan ditengah derasnya hujan,
Kau mengenalkan arti cinta sesungguhnya kepadaku..
.
.
.
.
.
||THE END||
***
Huaaa, akhirnya selesai juga cerita ini. Akhirnya sampe puluhan part, padahal rencana awalnya cuman 5 part doang wkwkwk. Yea, life quite a surprise, tho.
Jadi, aku udah buat cerita baru. Kali ini, ga gitu menye-menye lg kayak ITPR yaa.. So, let's check it out! #sekalianpromosigpplayaw
Short(ies)
"Haiii, pendek." Alex menyapa Alexa dengan nada suara yang dibuat-buat.
Alexa meliriknya sinis, "pendek? Lo ga pernah ngaca, ya? Pendek kok teriak pendek?"
================================
Alex dan Alexa. Mereka memiliki banyak kesamaan, mulai dari kemiripan nama, wajah yang terlampau imut untuk ukuran anak SMA, dan sama-sama bertubuh pendek. Namun, persamaan itu tak membuat mereka akur. Alex yang selalu mengganggu dan menjahili Alexa membuat kedua orang itu tidak pernah melewati hari tanpa bercekcok mulut.
Namun, ketika ibu Alex meninggal, Alex terpaksa harus tinggal di rumah sahabat lama ibunya. Dan ternyata itu adalah rumah dari musuh sekuntetnya, Alexa. Mau tidak mau, mereka harus tinggal seatap.
Akankah hal itu membuat aura permusuhan mereka memudar? Atau, sebaliknya? Atau lebih hebatnya lagi, akan membuat kedua orang itu merasakan perasaan yang awalnya mereka sumpahi tidak akan pernah terjadi?
================================
Well, it's going to be rom-com teenfiction. Walau gue yakin bakalan garing but i tried my best, yow!
Sooooo, kalau tertarik, let's check it out, guys!
Love you the most,
Haru.

KAMU SEDANG MEMBACA
In The Pouring Rain
Ficção AdolescenteSalahkah bila hati telah memilih? Salahkah bila hati mulai berpaling? Salahkah bila hati mulai berkhianat? Kau, aku, dan dia. Jika cinta sudah memutuskan, apa yang bisa kita lakukan? Bertahan dengan kau yang selama ini berdiri tegap di sampingku, At...