5

156 11 0
                                    

"Siniin HP lo."

"Ha? Enak aja," bantahku.

"Gue mau tanya ke Faisal. Buruan, siniin HP lo."

"O-G-A-H!"

"Batu banget," cibir Dira kesal.

"Biar gue aja yang tanya. Lo tinggal bilang mau tanya apa, gue yang ketik," pintaku. Kenapa aku jadi suka chat sama Faisal?

"Bukannya lo paling males ngetikkin chat ke orang lain ya? Jangan-jangan lo suka Faisal?" tebak Dira.

"Gue gak tau juga. Udah ah, cepet mau tanya apa, gue ketikkin."

***

"WOY KEBO! BANGUN!" teriakku tepat di telinga Dira. Ya, Dira menginap semalam di rumahku.

"KEBO DIRA! BANGUN KALI!" ulangku. Hasilnya sama.

"GUE MAU NIKAH!"

Geblek. Ngapain gue ngomong gitu segala? Yang ada ntar gue diinterogasi sama Dira lagi.

"ANJRIT! APAAN?! LO MAU NIKAH?! SAMA SIAPA?! KOK GUE GAK DIUNDANG? JAHAT LO YA!"

Kan, bener apa dugaanku.

"Salah sendiri kebo. Sana mandi trus siap-siap sekolah! Lo pikir ini liburan?"

"Gue mager banget sumpah," ujarnya malas sambil mengacungkan dua jari berbentuk V.

"Gue tunggu 10 menit atau lo gue tinggal."

Aku pun berjalan keluar kamar.

"TINGGAL AJA KALI! GUE BISA JALAN KAKI!" serunya. Mungkin ia belum tahu ini udah jam berapa.

"KAMPRET! KOK LO GAK BILANG INI UDAH JAM BERAPA SIH?! TUNGGUIN GUE, BEB!" Aku tertawa terbahak-bahak saat mendengar Dira mencak-mencak sendiri.

"Ogah gue dipanggil beb! Jibang!" seruku.

"BEBEK!" sahutnya tanpa dosa.

***

Aku hendak menggigit sepotong terakhir roti yang kubuat sarapan. Tiba-tiba,

"Daripada lo pelototin rotinya, mending gue makan. Mumpung gue laper."

Nyam nyam nyam nyam

"DIRAAAAAAAAAAAAA!!!" pekikku kencang.

"Apa?" tanyanya dengan wajah tak berdosa.

"KAMPRET LU, DIR! ANJIR! TAI! PE'A! GEBLEK! ITU GIGITAN TERAKHIR GUEEEE!!" Aku memaki Dira terus. Sedangkan, dia sendiri malah diam dan menutup kedua telinganya. Bahkan, ia masih sempat-sempatnya mengambil roti lagi untuk sarapan.

"Salah sendiri diliatin doang," jawab Dira santai. Aku menggeram.

"Awas lo ya nanti!"

***

"Turun, Dir. Udah nyampe noh," suruhku. Tapi Dira tetap tidak bergeming. Ia terus saja menyenderkan kepalanya di punggungku. Bagaimana aku bisa turun jika seperti ini?

"Dir, turun woy!" Aku menepuk-nepuk kakinya.

"Buruan turun, Geblek! Punggung gue pegel nih!"

Ngoook... Ngoook...

Tunggu. Suara apa itu? Aku pun bergeser sedikit dan melirik ke belakang untuk melihat Dira.

Dia.... TIDUR!

"WOY KEBO GULE! BANGUN OY! JANGAN MOLOR MULU!" teriakku.

"Apaan sih lo. Ganggu aja. Masih ngantuk gue," ucapnya.

"LO DILIATIN KEPSEK NOH!" Terpaksa. Ya, terpaksa aku bilang begitu.

"HAH?! MANA MANA?!" Aku menahan tawa saat melihat wajahnya yang benar-benar ambigu.

"Gak. Gue bercanda. Salah sendiri molor mele," ujarku enteng lalu melangkahkan kaki memasukki gerbang.

"TUNGGUIN OY!"

***

"Halo, Pak," sapaku ramah pada pak satpam, seakan lupa dengan janji yang kemarin.

"Eh, kamu yang kemarin mau nraktir bapak serabi kan?" tanyanya.

Aduh! Mampus gue! Kenapa bapaknya inget sih? batinku kesal.

"Ss-saya pak? Pasti bapak salah orang deh. Bukan saya kok," bohongku. Bener-bener kualat.

"Iya kok, benar kamu. Bapak ingat wajahmu," sahutnya.

Yah, bapaknya gak asik ah.

"Bukan, Pak. Beneran, bukan saya," bohongku untuk kedua kalinya.

"Ih, gausah ngeyel deh. Saya benar-benar ingat bagaimana kamu memohon pada saya untuk membukakan gerbang karena terlambat. Sudah, pokoknya kamu haripus traktir bapak sesuai janji kamu!"

Pak satpam bacot deh. Sebel gue jadinya! gerutuku dalam hati.

"Dir, gue itung sampe tiga, abis itu lari sekenceng-kencengnya ya," bisikku. Dira menaikkan alisnya.

"Satu..."

"Dua..."

"Untuk apa?" tanya Dira polos.

"TIGA! LARIIIIIII!!!" teriakku yang sudah berlari mendahului Dira. Dira menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"AYO BURUAN LARI PE'A!" seruku. Dira pun ikut berlari.

"WOY! JANGAN KABUR KAMU!" seru pak satpam. Aku hanya tertawa.

***

F A K ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang