6

163 8 0
                                    

"Kenapa sih lo pake lari segala? Capek tau," keluh Dira.

"Jadi, gini ceritanya..."

(Lihat ke atas, ada awan-awan bergumpal)

"BUSET DAH! KUALAT LO! ANJIR!" pekik Dira kencang setelah kuceritakan kejadian kemarin.

"Sssstt! Diem, bego." Aku menutup mulut Dira yang ngomong asal ceplas-ceplos.

"Bener-bener dah. Temen gue kok jadi gini amat sih?"

"Kualat lo bakalan! Jalan lo masih panjang, tobat sono! Sumpah ya, lo bisa kualat kalo gini!" lanjut Dira berteriak dengan semangat 45 yang berkobar.

"Yeee, malah nyumpahin gue. Iya-iya otw tobat nih. Btw, ngaca dong mbak," sindirku. Ia menatap tajam kepadaku.

"Lo sih, pake janji palsu ke satpam segala. Emang lo buaya laut apa? Pake ngasih janji palsu segala. PHP tau, lo gak boleh gitu dong! Itu namanya...."

"JANGAN CERAMAHIN GUE KENAPA?"

***

"Kantin, yok!" ajakku. Aku langsung menggeret tangan Dira yang sedang asyik men-dribble bola basket.

"Oy oy oy oy! Pelan-pelan kali!" gerutu Dira.

"Salah sendiri malah main basket. Udah tau istirahat," ucapku enteng.

Dira menoyor kepalaku.

"Istirahat mulu yang dipikiran lo! Ini masih jam pelajaran olahraga, Oon!"

"Bercanda lo gak lucu. Sumpah."

"Gue gak bercanda. Geblek lo!" Dira menoyor kepalaku, lagi.

Lama-lama kepalaku bisa copot kalo ditoyor mulu-_-

"Yaudah, balik yok," putusku akhirnya.

"Sarap lo. Edan. Plin-plan. Labil," komentarnya.

"Biarin. EGP!" sahutku tak mau kalah.

"Alay lagi. Nyingkat-nyingkat kata. Hiii, apa kata dunia?" katanya sambil berlagak yang di tipi-tipi gitu. Mengangkat bahu sambil mulutnya kemana-mana. Jijik. Banget.

"KACA RUMAH GUE GEDE NOH!" teriakku sambil berlari meninggalkan Dira yang masih ngoceh terus daritadi.

***

"Stupid," makiku pelan.

"Lo bilang apa?"

"Gue bilang stupid. Kenapa?"

"ANJIR! NGAPAIN LO NGATAIN GUE STUPID, HAH?! LO PIKIR GUE ITU APAAN?" jeritnya. Cewek di depanku koar-koar sendiri.

Sementara, aku hanya menutup kedua telingaku menggunakan tangan dan memejamkan mata.

Sonya Fanalia.

Seorang siswi di kelasku yang hebohnya gak ada ampunan. Sebenernya aku juga sih, tapi lebih parahan dia, banget.

Dia liat bungkus makanan di mejanya, padahal dia yang naroh sendiri aja udah koar-koar sendiri, teriak-teriak ga jelas. Apalagi diliatin ulet bulu, satu sekolah bakalan ngantri di dokter THT.

Oke, kembali ke cerita.

Sudah kebiasaan kelakuannya yang seperti itu.

"Lo tega banget ngatain gue gitu! Lo ga biaa mikir apa, gue juga punya perasaan kali! Gue gak terima! Lo kudu minta maaf ke gue! Lo gak boleh seenaknya bilang gitu ke gue! Lo...." ocehnya trus menerus.

"WOY, BERISIK!"

Para cowok di kelasku menatapnya dengan pandangan kesal, marah.

"Sehari aja gak heboh sendiri bisa, kan? Lagian suka-suka dia lah, mau ngomong apa ke lo. Mulut juga mulut dia kan? Jadi biasa aja dong, gak usah koar-koar gitu juga. Telinga gue panas dengernya," omel seorang cowok.

Deg!

"Fa-faisal?"

F A K ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang