Many Happy Returns

35 4 3
                                    

(Sunakawa Makoto's POV)

Matahari sore di musim panas terlihat indah dan hangat. Langit kemerahan tak berujung yang... Yah kalian tahu sendiri; pokoknya hari ini memang hari yang bagus. Rasanya sayang kami semua Hruz terkurung di dalam gedung turnamen seharian. Yah, aku yang sempat kalah di saat-saat terakhir ini tak bisa mengeluh;lagipula berkat kehadiran kami, sekolah akan mendapat bagian di kolom utama koran besok karena kami menyabet sebagian besar piala dalam pertandingan catur tingkat regional tahun ini, seperti 2 tahun sebelumnya.

"Sunacchin, kita berpisah di sini, " kata Shin-kun, melambaikan kedua tangannya begitu kami sampai di perempatan sekitar perumahan. Di sampingnya ada Mina-chan yang tersenyum dengan piala di tangan.

Yup, Mina-chan selaki ketua klub catur yang membawa aemua pialanya untuk penyerahan besok dengan kepala sekolah. Seperti biasa Shin-kun yang mengantar Mina-chan pulang sekaligus membawa piala-piala berat itu. Selalu seperti itu selama 3 tahun terakhir kami di SMP.

Sementara aku? Aku sebagai wakil ketua bertugas menyimpan sertifikat-sertifikat berharga ini sampai besok...

Dan mengantar Sakamoto Momoi, anggota andalan kami, pulang.

"Hati-hati di jalan, " ucapku sambil menganggukkan kepala.
" Daaaah Minami-senpai, Shinichi-senpai! " seru gadis berambut kemerahan itu. Argh, dia terlihat imut dengan pipi kemerahan itu.

'Argh, dia terlihat imut sekali kalau rambutnya diikat ke samping seperti itu,' ucapku dalam hati. Kucoba untuk tidak memelototinya terlalu lama. Jangan sampai dia tahu perasaanku!

Tapi... yah... ketahuan juga mungkin tak apa, sih...

A-apa yang kukatakan tadi?!

... Ahem.

Jadi begitulah kira-kira kehidupan masa SMP kami. Latihan di ruang klub, pertandingan, penyerahan piagam. Latihan lagi, pertandingan lagi, penyerahan piagam lagi. Bukannya aku menyombongkan diri karena selalu menang tiap pertandingan (yah, mungkin hanya sedikit memamerkan saja), tapi saking seringnya semuanya berlangsung secara otomatis, aku bisa melakukannya tanpa berpikir. Dan kali ini, tepat setelah berpisah jalan dengan Mina-chan dan Shin-kun, akan ada topik pembicaraan dan kami akan mengobrol terus hingga sampai di rumah bercat cokelat di mana Momoi tinggal. Dia akan melambaikan tangannya padaku, aku akan membalasnya sambil mengucapkan selamat tinggal, lalu berjalan ke arah sebaliknya di mana rumahku berada.

Selalu seperti itu.

Seharusnya juga akan selalu seperti itu.

Eeerr, sampai di mana tadi?

Oh ya. Topik pembicaraan.

"Kemenangan berturut-turut lagi, hm? Kau menghancurkan semuanya, ya!" pujiku sambil menepuk punggung Momoi yang mungil, yang ditanggapi dengan tawa gembira. "Kau lihat wajah lawanmu tadi? Seolah-olah mengatakan 'bisa-bisanya aku dikalahkan bocah'!"

"Tentu saja! Aku akan malu untuk jadi juniormu kalau tidak begini," jawabnya sambil tersenyum riang. Tapi hanya berlangsung beberapa saat, karena tawanya berangsur memudar dan meninggalkannya dengan senyum aneh yang tak pernah kulihat darinya sebelumnya. Senyuman pahit; seperti tanda menyesal atau berduka.

Eh? Kenapa? Jangan-jangan leluconku keterlaluan, ya? Aku sama sekali tidak paham dengan lelucon garing semacam ini. Jadi biasanya aku hanya meniru apa yang kira-kira akan dikatakan Shin-kun. Dari dulu aku memang punya selera humor yang buruk, sih. Tapi sepertinya selera humor Shin-kun juga tidak lebih baik, deh.

"Momoi-chan?" panggilku, berjalan agak mendahuluinya agar bisa melihat wajahnya lebih jelas, tapi justru membuatku silau karena posisi matahari sore yang berada tepat di belakangnya memantul di kacamataku.

"...Maaf, Sunakawa-senpai," katanya sambil menunduk. Dia berhenti berjalan.

"Hm? 'Maaf'? kenapa harus meminta maaf? Dilihat dari sisi mana pun, seharusnya aku yang meminta maaf karena tidak bisa menang di saat-saat terakhir, kan?" tanyaku sambil tertawa lagi, berusaha untuk menjadi periang di matanya.

Momoi tidak menjawabku. Dia hanya menunduk, memerhatikan satu bagian di jalan beraspal. "Momoi?"

"Tadinya aku ingin pergi tanpa bilang-bilang, tapi ternyata memang jauh lebih sulit dari dugaanku." Gumam Momoi, menggenggam lipitan roknya untuk menahan dirinya sendiri dari gemetar.

A... Ada apa?

Perasaan tidak enak macam apa ini?

"Apa maksudmu? Momoi? Ada apa?" tanyaku, entah bagaimana bisa menjaga nada tenang yang sangat tidak cocok dengan suasana hatiku sekarang.

"Sunakawa-senpai... ingat saat aku tidak bisa mengikuti kegiatan klub selama 2 minggu berturut-turut?" tanya Momoi.

"Iya." Jawabku. Tentu saja aku ingat. Dan, untuk catatan, dia tidak absen 2 minggu, tapi 16 hari. Seluruh 16 hari yang menyiksa karena dilanda rasa penasaran akan apa yang menahan gadis kecil dengan senyum menyegarkan ini untuk datang melakukan apa yang disukainya. "Ada apa dengan itu?"

Lagi-lagi Momoi tidak menjawab. Ada apa, sih? Kenapa... rasanya jadi tidak tenang begini? "Hei, Momoi?"

Lalu aku sadar.

Buliran-buliran air mata mengaliri pipi kemerahan Momoi.

"Kelihatannya aku takkan bisa melihat kalian lulus, ya," kata Momoi sambil tertawa kecil, mencoba menyembunyikan air matanya namun gagal.

Tunggu, apa yang─

"... Aku harus pergi."



....
...
..
.
W/S : that was short! Yeah! I'll update soon... Or not? Just... Later, okie? Maybe not this story specifically, but I'll update soon enough!
I. Won't. Die!

CHSMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang