Many Happy Returns II

8 1 0
                                    


W/S     : Please don't hate meee!!

...

..

.


(Sunakawa Makoto's POV)

Salju berjatuhan, menumpuk di topi dan mantelku tak peduli berapa kali aku menyingkirkannya. Ah, ternyata memang sudah musim dingin, ya. Aku sudah terlalu lama mendekam berkelana selama liburan hingga penghujung tahun sudah hampir tiba sebelum aku menyadarinya. Kukutuk rasa dingin yang menggerogoti wajah dan tanganku yang tak berpelindung, tidak seperti kebanyakan mahasiswa lain yang memakai sarung tangan lengkap dengan syal dan pakaian berlapis-lapis. Kadang aku heran betapa bodohnya aku sampai lupa memakai pakaian tebal di tengah musim dingin begini.

Kuaktifkan ponselku lagi, lalu melihat inbox. Hm, tidak ada yang baru sejauh ini. Padahal aku sudah menulis 3 e-mail pagi ini. Bukannya aku berharap banyak, sih, tapi lama-lama rasanya depresi mengirimkan semua e-mail itu tanpa mendapat satupun jawaban dari orang itu.

...Ya sudahlah.

"Makoto-kun!" terdengar suara tinggi seorang perempuan berambut cokelat yang sudah menunggu di gerbang kampus. Di sampingnya, terlihat seorang lelaki berambut pirang yang disisir rapi kebelakang yang melambaikan kedua tangannya sambil berteriak memanggil namaku.

"Mina-chan. Shin-kun. Lama tak jumpa," sapaku sambil berjalan mendekat. Shin-kun langsung menerjang dan mengelus kepalaku, membuat rambutku berantakan, sambil mengunci leherku dengan lengannya hingga aku tak bisa melarikan diri. Kubiarkan dia melakukannya, karena kalau tidak kemungkinan besar dia akan entah merajuk atau malah memukul kepalaku sekuat tenaga. Aku tak mau Shin-kun marah padaku setelah sekian tahun tak bertemu. Dan oh, ya. Pujian. "Shin-kun, tinggimu bertambah."

"Tahu saja kau!" Shin-kun menepuk punggungku kuat-kuat. Sudah kuduga; karena menurut kebiasaannya yang mudah terjebak dalam momen, dia pasti akan melakukan hal semacam itu, terutama padaku. Aku juga tahu Shin-kun ingin aku menyadari perkembangannya secepat mungkin seperti tadi. Yah, setidaknya dia melepaskan leherku hingga bisa bernapas dengan bebas.

"Mina-chan juga tambah manis," pujiku pada perempuan berambut sebahu yang entah kenapa tiba-tiba menutupi wajahnya dengan syal.

Jadi, yah, sudah 3 tahun, ya. Tidak terasa sama sekali. Setelah lulus SMA, kami semua melanjutkan ke universitas jurusan masing-masing. Shin-kun ingin jadi pengacara (wow), sementara Mina-chan masuk jurusan perbankan untuk bisa mengurus perusahaan multinasional keluarganya. Tahu-tahu Shin-kun sudah punya pacar, Mina-chan mengikuti pertukaran pelajar, dan aku berkeliling dunia untuk mengikuti berbagai kompetisi.

...Semuanya berubah.

Kami semua menjalani kehidupan masing-masing, terpisah dari satu sama lain, dan sudah jarang sekali berhubungan. Paling hanya video call atau Skype setiap tahun baru atau hari besar lainnya seperti natal atau paskah.

Kami tetap teman, kok. Semua masih ceria seperti biasa, bercanda dan saling mengolok seperti masa SMA dulu. Jadi harusnya, semuanya tetap sama seperti dulu... kan?

... Salah. Orang itu tidak ada.

Yah, bukan tidak ada, sih. Hanya... tidak di sini.

Hanya entah di mana.

Entah kenapa, ikatan kami merenggang tanpa orang itu.

Seharusnya aku tidak terlalu banyak berharap. Menurut perhitunganku juga, kalau pun aku berteman dengan seluruh murid di angkatanku, dari 100 orang, kemungkinan besar yang masih ingat padaku paling hanya seorang. Dengan kata lain, kemungkinan seseorang untung mengingatku dari ratusan murid lain di sekolah yang sama dan masih menganggapku teman setelah 3 tahun yang panjang itu kurang dari 1%. Mina-chan dan Shin-kun bisa mengingat namaku pun sudah untung.

CHSMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang