[14] Tama

4.2K 520 17
                                    


Seperti pagi hari sebelumnya, Tama bangun dengan keadaan tidak enak. Dengan gerakan sederhana, Tama merenggangkan otot-ototnya.

Setelahnya ia turun ke bawah, di ruang makan sudah ada Audi yang tengah sibuk mengunyah roti bakarnya lalu, berdampingan dengan teh hangatnya. Dan sayangnya, ia tidak membuatkan sarapan yang sama untuk Tama.

"Buat gue mana?" Tanya Tama sembari mengusap wajahnya sebelum akhirnya menjatuhkan dirinya di kursi.

"Pertama, gue bikin roti bakar. Sedangkan, lo nggak suka yang dibakar-bakar, kan?" Ucapan Audi lebih terdengar seperti pernyataan dibanding, pertanyaan. "Dan kedua, gue nggak mau buatin lo kopi."

Tama berdecak sebal. "Kalau Aya aja dibuatin." Rutuknya.

Kontan, dengusan geli terdengar dari Audi. "Lho, lo kok iri sama pacar sendiri sih? Lucu ya," jawab Audi.

"Gue laper, Audi." Jawab Tama sembari memberikan penekanan.

"Kan, mau makan soto ayam sama Aya?" Goda Audi sembari menaik turunkan alisnya.

"Doain aja." jawabnya singkat. "Yaudah, gue mau mandi dulu." lanjutnya dan beranjak berdiri.

Audi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu kembali menggigit roti bakarnya.

Hanya butuh waktu kurang lebih lima belas menit, Tama sudah siap dengan pakaiannya.

Tama menatap pantulannya pada cermin. Ia mengusap rambutnya dan sedikit merapihkannya, kemudian ia buat sedikit berantakan.

Tapi, sebelum ia beranjak dari cermin, ia mendekatkan wajahnya kepada cermin. Kantung matanya sekarang lebih terlihat. Satu hal yang ia takutkan, Thaya menyadari hal ini.

Ya, semoga saja Thaya tidak memperhatikannya secara detail.

Setelah merasa semuanya telah beres dan rapih, Tama beralih keluar kamarnya dan turun ke bawah.

Ia langsung mengambil kunci mobil sesaat mendapati Audi dan Ibunya tengah sibuk memakai sepatu.

"Gue yang nyetir ya, Di." Ujar Tama yang langsung memasukkan kakinya asal ke dalam sepatunya dan segera beralih keluar.

"Ah! Gue aja, Tam!" Cegat Audi cepat dan mengejar langkah Tama–yang justru mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam mobil. "Gue buatin kopi deh," Rujuk Audi.

Tama membuka kaca mobil dan tersenyum jahil. "Udah kenyang kok minum air sabun."

Audi mendesis sebal lalu, beralih membenarkan posisi kakinya pada sepatunya.

"Udah, nggak usah rebutan," Sergah Dian yang baru saja muncul setelah mengunci pintu rumah. "Yang ada telat cuma karena kayak gini."

"Emang nih, Audi. Bikin telat aja," Timpal Tama.

"Pokoknya pulang, gue yang nyetir." Balas Audi sembari membuka pintu penumpang belakang.

Tama menutup kaca mobil dan tersenyum simpul. Gue kan pulang bareng Aya. batinnya.

Setelah itu, Tama segera melajukan mobil keluarganya tersebut menuju tempat persidangan berlangsung.

Entah ia harus senang atau tidak sekarang, bahkan semuanya terasa sangat biasa. Seolah-olah, seperti kali pertama Ibunya menyuruhnya dan Audi datang untuk pejamuan makan malam. Namun, kali ini menuju persidangan.

Dan mau tau apa persamaannya? Ia akan bertemu Thaya. Jika dahulu, ia dan Thaya ingin semuanya berakhir, lalu bagaimana dengan sekarang? bukankah kesempatan yang dahulu diinginkan kini datang?

Tapi, pertanyaan-pertanyaan tadi cukup membuat Tama menghela nafasnya berat. Alhasil, dua perempuan dalam mobil itu pun menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh tanya.

Mereka sampai sebelum waktu persidangan dimulai. Tidak telat. Ketiganya keluar dari dalam mobil dan berjalan beriringan menuju ruang persidangan tersebut.

Sebelum ketiganya mencapai pintu, Tama mendadak berhenti, sesaat mendapati sosok yang sudah beberapa hari ini tidak ia temui. Thaya.

Sama halnya dengan Tama, Thaya juga nampak berhenti dan menatapnya. Namun, detik berikutnya perempuan itu kembali bicara dengan Ayah tiri Tama–Herdi.

Langkah Tama mengikuti Audi dan Ibunya masuk ke dalam, bersamaan dengan Thaya dan Ayah tirinya.

Sementara Thaya memeluk Ibunya, dan menyapa Audi, Tama beralih memeluk Ayah tirinya itu.

"Sehat, Di? Jangan ngopi terus." Ujar Herdi kepada anak tirinya tersebut.

Tama melemparkan senyum tipisnya. "Ya, udah kebiasaan sih, Pa." Jawab Tama.

"Yaudah, Papa mau kesitu." Herdi menunjuk bangku yang akan ia duduki.

Tama mengangguk dan beralih duduk di samping Audi yang sibuk dengan ponselnya.

Pandangan Tama memandang ke sekitarnya. Banyak keluarganya yang datang dalam pihak Ibunya. Sama halnya dengan Ayah tirinya.

Sampai akhirnya, pandangan Tama berhenti pada Thaya.

Perempuan itu nampak memandang kosong ke arah Ayahnya. Tapi, seperti menyadari, Thaya menoleh dan menatap ke arah Tama.

Tama melemparkan senyumnya ke arah Thaya. Perempuan itu membalas senyumannya, namun terlihat ragu.

Keputusan Tama sudah bulat. Ia akan memberi tahu Thaya hari ini.

#

a.n
Hua ngaret ngepostnya ya..
Maklum minggu ini tugasnya udah kayak mau naik kelas besok :(

Minggu depan ujian.. mungkin bisa ngaret juga update-nya. Tapi, bisa juga engga :)

Dan semoga update ini memuaskan! Jangan lupa kalau suka vote ya :) Thank you!

Brought It To An EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang