"Ikana! Shoot!" Intruksi itu sering kali ku dengar baik dari pelatih, pemain lain, maupun penonton saat aku sedang menguasai bola dengan bebas. Mereka selalu mengharapkan 3 point dariku. Sekalipun aku bisa melakukannya dengan mudah, tapi jujur saja aku muak. Karena akupun ingin men-dribble bola lebih lama, melakukan passing bahkan slam dunk seperti pemain lain, bukan sekedar menjadi specialist 3 point dan tembakan langsung seperti saat ini.
"Wae geurae, Ikana? Performamu hari ini banyak sekali penurunan." Omel Lee Yura, sahabatku sekaligus manajer tim basket kami sesaat setelah pertandingan berakhir.
"Nado molla." Jawabku singkat. Kali ini tim kami kalah telak dari Universitas Y, dan banyak orang menyalahkanku karena sering membuang kesempatan mencetak point pada pertandingan persahabatan barusan.
Apa aku kesal karenanya? Tidak! Aku bahkan senang melihat timku kalah, setidaknya aku berharap anggota timku bisa intropeksi diri dan berhenti mengandalkan skill individuku atau lebih tepatnya postur tubuhku.
Namaku Tomoki Ikana, berdarah Jepang - Korea namun lahir dan besar di Korea. Aku saat ini duduk di bangku kuliah semester awal, dan aku seorang pemain basket, Forward itulah posisiku didalam tim.
Sebenarnya menjadi pemain basket profesional bukanlah impianku. Aku terjun kedalam olahraga beregu ini karena dua alasan, yang pertama karena postur tubuhku yang tinggi. Sebagai putri dari Pensiunan Angkatan Udara Jepang dengan Mantan Super Model Korea, aku mewarisi tinggi badan ini dari kedua orangtuaku. Tinggi badanku saat ini 177 cm, hampir sama dengan tinggi badan seorang namja kebanyakan.
Alasan kedua adalah seorang namja. Saat SMP aku sangat menyukai seseorang, dan dia adalah pemain basket di tim sekolahku. Agar bisa dekat dengannya aku memutuskan masuk ke tim basket putri. Meskipun rencana pemdekatan itu tak berjalan lancar, tapi aku tetap bermain basket. Karena hanya inilah cara agar aku memiliki topik untuk dibahas bersamanya.
.
.
.
"Sabtu besok kamu akan datang, bukan?" Tanya Yura suatu siang, saat kami sedang makan bersama di kantin kampus. Aku sudah bersahabat dengan gadis ini sejak SD, dan kami selalu masuk di Sekolah yang sama. Ini sedikit menjemuhkan, tapi cuma Yura yang sejauh ini bisa memahami dan mengimbangiku.
"Sabtu? Kemana? Acara apa?" Aku justru balik bertanya karena tidak tahu arah pembicaraan gadis itu.
"Hya! Bukankah kemarin kamu sudah menerima undangan yang kuberikan? Kamu tidak membacanya ya?" Sungut Yura dengan emosi, dan aku selalu menikmati ekspresi lucu sahabatku ini saat marah.
"Mianhae Yura, aku terlalu banyak tugas jadi tidak sempat membacanya. Lagipula aku juga lupa meletakkan undangan itu dimana. Bisakah kau memberitahuku isi undangan kemarin?"
"Aisshh jinca!" Gerutunya sambil menendang kaki meja dengan kesal. "Itu adalah undangan reuni SMP kita yang akan diadakan hari sabtu besok." Jelasnya masih dengan nada sedikit tinggi. "Kamu datangkan?" imbuhnya.
"Molla."
"Aku dengar ini reuni angkatan setahun diatas kita dan juga angkatan kita. Itu berarti Wonwoo Oppa akan hadir juga disana. Bukankah kamu ingin bertemu dengannya Ikana?" Kali ini ucapan Yura terdengar seperti memancing emosiku ketimbang bercanda. Dan itu membuat moodku jadi berantakan.
Akupun memutuskan untuk diam daripada meladeni omongan Yura. Lalu sesuatu terbesit di otakku. 'Akankah dia datang?' - pertanyaan itu seperti hinggap dibenakku dan tak mau pergi.
"Baiklah! Kita akan pergi ke reuni besok!" Seruku kemudian, dan itu berhasil membuat Yura terlonjak senang mendengar keputusanku.
.
YOU ARE READING
Project Adore U
FanfictionProject from our Freelance Author (Yunietananda) with Riseuki , Ts_Sora , Vizkylee