11. His Retrieval

127 17 7
                                    

Heckoch.

Mereka ada di mana-mana. Bahkan di Coare pun, mereka bersarang. Kota yang terkenal akan limpahnya tambang batu bara dan mesin-mesin uap. Dari lapak pandai besi sampai pembersih sepatu, semuanya memakai tenaga uap.

Pada malam gelap itu, kota sunyi. Lampu jalan melambai, udara menggumpal menjadi angin yang bermain kejar-kejaran. Angin mengisi setiap gang sempit di celah-celah bangunan yang umumnya menjadi jebakan untuk insan yang keberuntungannya dicuri bulan.

Ketika aku sampai di rumah, Georges telah berada di ruang makan.

Pandangan anak berambut sewarna lumpur itu hanya tertuju pada makanan di atas meja—yang aku tidak ingat pernah membelinya. Ada yang tidak beres.

Anakku mengambil sendok dan garpu. Dengan kelopak mata beriris cokelat turun setengah layaknya bosan, ia menggumam, "Adalwolf Falkenrath." Melirikku. "Nama yang bagus."

Intonasi dan nada rendah itu sudah pasti bukan milik anakku. Aku mengamati tubuhnya. Tidak ada yang berubah. Matanya masih cokelat terang menenangkan, bajunya baju panjang hadiah ulang tahun dari ibunya, warna kulitnya masih sama, bentuk hidungnya masih seperti aku.

Hanya ekspresinya. Dingin mengintimidasi. Memandang rendah. Membuatku jengkel.

Meski begitu, mana anakku? Dibawa pergi? Dibunuh?

"Georges" menghela napas. "Tenang saja, bocah bau itu tidak mati. Aku meminjam tubuhnya." Ia mengambil daging sapi dengan potongan dadu yang takrapi dan melahapnya.

Aku mengangkat alis, lega sekilas, lalu menukikkannya lagi. Waspada setiap saat.

Kutarik kursi dan duduk di hadapannya, melihat ke arah daging setengah matang di atas piring kayu. "Siapa kau? Apa yang kauinginkan dariku?" tanyaku tanpa basa-basi.

Ia melahap daging itu, tidak menghiraukan pertanyaanku. Setelah piringnya bersih, baru ia menjawab.

"Namaku Inati. Kurasa kau tau siapa aku. Aku ingin kau menyamar menjadi seorang peneliti dan pergi denganku ke Pulau Ruse."

Dahiku berkerut, tidak senang mendengar nada memerintah dari orang tidak dikenal, sekalipun itu adalah makhluk legenda di Alterium. "Untuk?"

"Menghidupkanku kembali."

"Kalau tidak?"

Inati, dalam tubuh anakku, menatapku tajam. "Aku kuasai tubuh anakmu."

Aku memakan daging sapi yang disediakan, mengalihkan rasa takut yang disuguh gratis oleh insan yang menguasai Georges. Rasanya enak. Sepertinya bukan Glenna yang memasaknya. Untung Glenna sedang pergi ke rumah kerabatnya dan baru minggu depan pulang ke rumah. Aku tidak mau melakukan hal-hal seperti ini lagi. Kehidupan peneliti telah lama kutinggalkan.

Tetapi, ini menyangkut nyawa anakku. Dan itu berarti tidak ada alternatif lain.

Inati meletakkan sendok dan garpu di samping piringnya. "Jadi? Apakah kau bersedia, Tuan Peneliti Alkimia?"

Heh, dari mana dia bisa tahu julukanku? Mungkin ia mencari informasi, atau bisa membaca pikiran dan ingatan. Entahlah. Yang lebih penting di sini adalah Georges. Aku tidak ingin orang ini berlama-lama tinggal di tubuh Georges yang tak bersalah.

"Kapan kita mulai dan di mana letaknya?" Aku menghabiskan daging yang lezat ini, lalu mengelap mulutku dengan kain di samping meja. Atmosfer di rumah menjadi lebih dingin dan serius. Angin yang bertiup tidak cukup untuk membuka jendela yang terkunci, namun dingin tetaplah terasa.

"Besok kita mulai berangkat. Aku melihat kapal yang bernama Scienziato. Dekat sabana."

"Kota Gioque...." Kataku secara spontan.

Asthaeri Steampunk Tech G. ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang