Chapter 2

6.9K 544 4
                                    

[Jimin]

mungkin itu adalah obsesi baruku, meskipun aku tidak mau mengakui pada diriku sendiri, dan aku pasti menolak membiarkan Taehyung berada di dalamnya.

tapi mungkin hanya cuaca yang cukup dingin, dan bunga-bunga yang bermekaran. melodi kicauan burung, dan angin sejuk yang tertiup diantara rambutku, membuatku merasa ringan dan riang.

aku tidak ingin mengakui pada diriku sendiri bahwa alasan utama aku pergi ke taman sekarang, meskipun banyak pekerjaan rumah yang sangat banyak, adalah karena laki-laki itu dengan mata yang bersinar dan rambut yang begitu halus. bahwa ia masih hidup indah kompleks, dan aku ingin mengungkap semua rahasianya dengan goresan dari kuasku, dan coretan kasar dari pensilku.

dia adalah sebuah misteri, yang membingungkanku, dan dia lebih dari yang bisa kujelaskan dengan kata-kata.

mungkin karena kesepianku, dan kesunyiannya yang nyaman, yang sempat kukira canggung dan tidak nyaman sebelum aku melewati orang yang mencolok sepertinya.

ketika ia bergerak, dengan keheningan, halus dan perlahan. setiap gerakan tubuhnya sangatlah penting dan dengan alasan. aku ingin mengamati dia selamanya, dan untuk mencari tahu tentangnya.

paling tidak, itulah rencananya; meski tidak pernah satu pun berjalan baik dengan cara yang aku inginkan...

dengan gugup aku menghampiri lelaki yang terduduk di tempat yang sama, dan waktu yang sama seperti kemarin. aku penasaran apakah dia memang selalu tepat waktu, aku berharap dapat bertemu dengannya disini lebih sering.

aku terlalu terburu-buru.

"hai..." aku menyapanya, berlutut didepannya, sebelum akhirnya terduduk diatas hamparan rumput. dia terlihat hampir terkejut, tapi ia melambaikan tangannya perlahan, menemui mataku sekali dan melesat pergi dengan cepat.

"aku harap kau tidak keberatan aku duduk di dekat mu. sepertinya gambar yang kubuat berjalan dengan baik..." aku mencoba untuk tetap tenang. dia melihatku dengan mata yang besar, tanpa dosa. aku tersenyum gugup, sambil membuka halaman pekerjaanku yang terakhir dengan tangan yang gemetaran.

"aku belum tahu namamu..." kataku pelan, dan berharap dia akan menjawabku. mungkin aku terlalu cepat.

"ngomong-ngomong, namaku Jimin" aku tersenyum, khawatir ia akan meninggalkanku.

dia menjilat bibirnya pelan, sebelum akhirnya membuka mulutnya untuk berbicara. dia menarik nafas, melalui hidungnya, sebelum menutup mulutnya dan melihat kebawah.

"J-Jung.." bisiknya, hampir tidak terdengar.

"Jungkook..." suaranya begitu halus. dia terdengar seperti jarang berbicara, dan aku merasa bersalah untuk membuatnya melakukannya.

"senang bertemu denganmu, Jungkook" aku tersenyum, terpesona ketika melihat bibirnya, membentuk sebuah senyuman kecil.

dia harus lebih banyak tersenyum, itu benar-benar cocok untuknya; aku akan memberi tahunya suatu hari nanti, jika kami sudah cukup dekat.

aku menggenggam pensilku perlahan, sembari melihatnya memainkan jari-jarinya.

"Jadi..." aku berdeham. aku memutuskan untuk memperlambat membuat percakapan, karena khawatir akan membuatnya gelisah.

"apa warna favoritmu?"

__

aku mulai menilai segalanya berdasarkan warna; seperti palet cat, dan segala sesuatu menjadi lebih masuk akal dengan cara ini.

warna favorit Taehyung adalah apapun yang cerah, dia memberi tahuku. Kuning dan Oranye , semua nuansa hangat dari roda warna. dia menyukai saat matahari bersinar, menerangi matanya yang kecoklatan, atau helaian rambutnya; katanya dia menyukai semuanya, sesuatu yang tampak jauh lebih hidup.

dan ini masuk akal -- dia benar-benar penuh kehidupan, penuh kebahagiaan.

tapi ketika aku bertanya pada Jungkook tentang warna favoritnya, hatiku tenggelam. mungkin aku menganalisisnya terlalu berlebihan, dan tidak ada arti yang begitu dalam.

dan terlihat tidak mungkin bahwa warna favoritnya adalah biru. hampir semua benda yang ia sentuh berwarna biru, pakaiannya, bunga layu yang ia suka mainkan diantar jari-jemarinya.

bahkan rambutnya, kukira berwarna hitam legam, tapi ternyata terlihat sedikit biru, dan hanya bisa terlihat dibawah sinar matahari.

raut wajahnya selalu tak bernyawa dan kosong, seperti tidak memiliki energi, walaupun terkadang ia melihat kearahku.aku yakin ada kilatan putus asa, percikan kebahagiaan tersimpan dalam dirinya, yang memohon untuk dibebaskan.

dia hanya membutuhkan seseorang untuk menyalakan korek api, untuk mengeluarkan api yang berada di dalam dirinya.

dan aku berbohong jika aku bilang aku tidak ingin menjadi api itu -- walaupun kami baru saja bertemu.

aku membuka buku sketsa usangku yang tergeletak diatas meja, kertas-kertasnya; yang dibatasi oleh cover kertas yang kokoh, berkerut dan tak beraturan dari semua coret-coretan dan lukisan yang telah kukerjakan beberapa bulan ini. 

dengan perlahan aku membalik halaman-halamannya, mencari gambar terakhir yang kukerjakan, tanggal kemarin tertulis di pojok kanan atas halaman, wajah Jungkook yang hampir selesai, tergambar tepat ditengah kertas.

aku menghela nafas, khawatir aku tidak akan bisa menangkap keindahannya hanya dengan menggunakan pensil.

seharusnya aku mengambil foto, kataku dalam hati, sebuah senyuman terpampang di wajahku. mencoba membayangkan setengah bagian dari wajahnya, lekukan bibirnya dan garis dagunya yang tajam.

bibirnya, terlihat sangat halus -- halus seperti fitur muda. aku cepat-cepat menghilangkan semua pemikiran itu, aku menggelengkan kepala, aku tau aku menggila.

dia hanya seorang anak laki-laki, yang aku hampir tidak tahu apa-apa tentangnya, kecuali nama dan warna favoritnya. tapi tiba-tiba aku ingin sekali belajar lebih banyak tentangnya.

aku penasaran mengapa dia selalu terlihat gugup, dan tidak berbicara kepadaku.

seketika aku memiliki ide, dengan cepat aku mengambil secarik kertas, dan sebuah bolpoin.

aku bertekad untuk belajar lebih banyak tentang Jungkook, walaupun aku tahu itu akan sangat sulit.

________________________

Thank you for reading! :D

permission by : nerdyjimin


Colors | JikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang