Chapter 14

3K 339 7
                                    

[Jimin]

"Ia sedang tidak ada disini, ayo," Jungkook menulis dengan cepat ketika aku berdiri tepat di depannya, senyuman kecil yang ia berikan saat ia menarik tanganku perlahan dan menuntunku masuk ke dalam rumahnya untuk yang kedua kalinya.

Tidak ada yang berubah, dan aku penasaran apakah Jungkook bahkan menyentuh barang-barang di rumahnya.

Semua detil terlihat sama seperti apa yang kulihat pertama kali, bahkan posisi bantal dan remote televisi yang terdapat pada bagian pinggir meja kecil, mug putih yang berada di sebelahnya.

"Aku tidak ingin membawamu dalam masalah," ujarku, walaupun Jungkook yang terlihat begitu bersemangat yang terus membawaku semakin dalam di rumahnya, berhenti sesaat dan melihat ke arahku.

"Jangan khawatir," ia menulisnya dengan cepat, ia membuka pintu yang berada di depannya, mempersilahkan diriku untuk masuk.

Ia benar-benar tidak bercanda ketika ia bilang bahwa warna favoritnya adalah biru.

Semuanya berwarna biru, dan dihiasi dengan beragam bunga. Seprainya terdapat renda-renda kecil dan aku tidak bisa menahan senyumanku karena betapa cocoknya itu dengan sifatnya.

Tidak begitu banyak, dekorasi yang simpel dan warna yang solid. Harumnya yang begitu manis, semua terlihat rapi, hampir tidak tersentuh. Aku harap aku bisa menjadi teratur sepertinya. Aku seketika merasa malu, memikirkan keadaan apartemenku yang sangat berantakan.

"Kamarmu benar-benar indah," bisikku, walaupun tidak ada orang di rumah ini. Terkadang aku merasa seperti aku harus berbisik saat aku berada di dekat Jungkook, karena aku khawatir aku akan mengejutkannya.

Jungkook tersenyum, tangannya yang masih memegang tanganku cukup erat dan ia menuntunku dan mempersilahkan diriku untuk duduk di atas tempat tidurnya, memposisikan dirinya supaya ia bisa duduk sambil menghadapku, ia menunduk dan melihat ke arah buku tulisnya ketika ia sedang menulis apa yang ia ingin katakan.

"Tapi menurutku kau jauh lebih indah," ia melempar pensilnya jauh dari jangkauan, dan cepat-cepat memalingkan wajahnya dari pandanganku, memeluk buku tulisnya dengan erat.

Ia terlihat sangat malu.

__

Terlihat tidak jelas ketika kami akhirnya duduk di lantai, tapi Jungkook terlihat sangat santai untukku yang berusaha menggerakkannya, dan aku juga tidak begitu peduli.

Aku menyukai semuanya tentang hal ini, dan aku menyukai karpet lembut yang kami duduki saat ini, dan figur Jungkook yang tenggelam di dalamnya, tangannya yang memainkan karpet seperti anak kecil.

Aku tersenyum ke arah kertasku, menggambar sketsa Jungkook ketika ia sedang berbaring terbalik di depanku dan menggerakkan kepalanya perlahan mengikuti tempo musik yang sedang kuputar melalui earphone yang kubagi bersamanya. Ia selalu terlihat kagum dengan semua lagu favoritku, dan aku berpikir apakah ia pernah mendengarkan lagu sendiri.

Matanya tergerak, sebelum ia memiringkan kepalanya dan menyeringitkan wajahnya, untuk melihatku.

Terkadang sangatlah sulit untuk dipercaya bahwa ini adalah orang yang sama, seorang lelaki yang tidak berekspresi ketika pertama kali aku bertemu dengannya.

Aku tentu lebih menyukai melihatnya tersenyum, daripada ekspresinya yang kosong.

"Tanganku kram," aku menggerutu setelah menggores beberapa garis. Aku langsung berbaring di lantai, aku mendengar Jungkook tertawa kecil ketika ia menatap ke arahku.

Dia bahkan terlihat indah di sudut yang anehterbalik dan pipinya yang mengenai lantai.

Ia meraih tanganku perlahan, memijatnya supaya jari-jariku tidak terus menekuk.

Kausnya yang cukup lebar membuat dirinya terlihat kecil.

Mata Jungkook terlihat lelah ketika ia menghembuskan nafas panjang.

Aku ingin bergerak mendekat, untuk menyentuh bibirnya dengan bibirku, tapi aku tahu aku tidak bisa melakukan itu. Tidak di kamarnya yang kecil, tidak di rumahnya, tidak sekarang.

Ekspresinya tidak meneriakkan cium aku, lebih kepada mari kita berpegangan tangan lebih lama, karena aku terlalu malas untuk bergerak, dan aku suka dinginnya lantai ini.

"Jungkook," bisikku, tidak yakin apa yang harus aku katakan. Mungkin aku hanya ingin mendengar namanya, atau mungkin itu selalu berada di ujung lidahku.

Ia menatapku seakan-akan ia menungguku untuk melanjutkannya.

"Apa..." aku menutup mataku. Hal yang aku bisa pikirkan hanyalah senyumannya, dan kehangatan tangannya, yang sedang memegang erat tanganku.

"Apa yang kau rasakan?" Aku meringis, karena, apa maksudnya itu? Ia mengangkat alisnya, memegang tanganku lebih erat.

"Maksudku, apa...yang kau rasakan dariku?"

______________

t/n: akhirnya update juga :') author seneng banget :'))

Colors | JikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang