Chapter 7

3.5K 432 6
                                    

[Jimin]

"Katamu kau menyukai permen stroberi," ia melihatku dengan polos, pipinya yang sedikit merona, menggenggam buku tulisnya dan lollipop pink.

Aku tersenyum, mengambil permen itu dan berterima kasih padanya.

Dia memikirkanku.

Aku tidak bisa menahan untuk tersenyum, membuka permen itu dan memasukannya kedalam mulutku, sebelum menyilangkan kakiku di atas sofa.

Aku melihat Jungkook yang kesulitan membuka bungkus permennya, sebelum akhirnya menghela nafas dan menyodorkan permen tersebut ke arahku; meminta tolong untuk membukakan permen itu untuknya dengan malu-malu.

Aku ingin sekali memberitahunya bahwa dia terlihat sangat menggemaskan, tapi memutuskan untuk tidak mengatakannya ketika matanya terfokuskan ke arah bungkusan permen ditangannya.

Aku tidak yakin kapan ini terjadi, tapi aku sangat ingin mengajak Jungkook untuk berjalan bersamaku untuk yang sebenarnya; bukan hanya agar aku bisa menggambarnya (atau berpura-pura melakukannya)

Kami berdua menghabiskan waktu di atas sofaku, menonton acara yang belum pernah ia lihat sebelumnya, ketika memberitahunya sebuah lelucon yang membuatnya tertawa sambil menutup mulutnya.

Kadang-kadang aku menunjukkannya lagu-lagu baru, dan aku bisa melihat lirik-lirik tertulis di bukunya.

Banyak sekali hal yang ia tulis di buku tulisnya, hal-hal yang kucoba membacanya sebelum ia menutup bukunya dengan malu. Terkadang ia menggambar diriku, atau bunga-bunga. Dia sangat terampil menggambar bunga kecil itu.

Tidak ada gambarnya yang berwarna.

"Jungkook," panggilku tanpa berpikir, matanya bertemu dengan mataku dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Aku senang kita bisa berteman," tawaku, menyenggolnya pelan. Dia tersenyum kecil. Untuk orang lain, ekspresinya terlihat tidak banyak berubah, tapi aku bisa melihat perubahan-perubahan itu.

"Aku juga," hanya sebuah tulisan tangan membuatku sangat yakin, dan itu cukup mungkin saat aku menyadari kalau aku sudah berjalan terlalu jauh.

Kami akhirnya menonton film yang tidak begitu aku sukai. Aku jauh lebih tertarik kepada orang yang berada disebelahku.

Ia terlihat fokus. Seperti anak kecil, tersihir oleh aktor seperti itu merupakan suatu hal yang baru dan menyenangkan.

Aku tersenyum pada diriku sendiri, perlahan bersandar menuju kehangatannya, menarik selimutku ke pangkuannya untuk berbagi.

Dia melihatku dengan malu-malu dan bergerak mendekat, sebelum terfokuskan kembali ke televisi di depan kami, dan aku merenungkan perasaanku dan bagaimana aku telah terhibur dengan kesempatan ini untuk bisa duduk, hampir berpelukan, disebelah lelaki seperti Jungkook.

Jari-jariku terasa ingin sekali menyentuh tangannya, dan mengenggamnya.

Aku mengistirahatkan tanganku disebelah tangannya, sebelum mengangkatnya untuk mengusap punggung tangannya, melihat matanya yang menatap ke arahku.

Ia mungkin sangat membencinya dan tidak bisa menyuarakan perasaannya, atau tidak tahu harus melakukan apa.

Aku menggenggam tangannya perlahan, menariknya ke arahku, dan menekan kedua telapak tangan kami.

Kedua matanya tertutup, menunduk malu sedangkan aku hanya tertawa kecil, tanganku yang lain memegang tangan satunya, terpesona akan kehangatannya. Jari-jarinya jauh lebih kecil dariku, begitu rapuh.

Ia tidak menolak.

__

"Apa kau yakin ayahmu ada dirumah?" Tanyaku, tidak mau ia sendirian. Semua lampunya dimatikan, dan keadaan mulai menjadi semakin gelap.

Jungkook menatap kembali untuk beberapa saat sebelum mengangguk cepat, bulu matanya yang panjang membuat bayangan dibawah sinar bulan, ketika ia berkedip.

Aku mengerutkan keningku, berharap ia bisa bersamaku untuk waktu yang lebih lama, atau aku tidak harus berpura-pura kalau ini bukanlah nafsu yang memenuhi diriku, ketika ia menatap balik.

Aku mengambil satu langkah ke arahnya, ia menggenggam buku tulisnya jauh lebih erat, ia sedikit menunduk, dan aku merasa bersalah. Aku kira kami membuat sebuah kemajuan.

"Selamat malam, Jungkook," bisikku, menyadari sebuah goresan luka di pipinya. Aku tidak bisa membantu tetapi memikirkan bagaimana ia mendapatkan itu.

Masih banyak sekali hal yang tidak aku ketahui tentangnya. Tapi aku berharap suatu hari nanti aku akan mempelajari semuanya; mengetahui hal-hal yang ia sukai, diantara semua hal yang ia benci.

Mulutnya sedikit terbuka sebelum akhirnya tertutup perlahan, ketika ia memberiku sebuah anggukan dan berjalan menuju pintu masuk.

Aku menunggu sampai ia menutup pintunya, sebelum aku menghela nafas yang aku tidak tahu telah menahannya dari tadi.

"Aku sangat menyukaimu," bisikku, menendang kerikil ketika aku berjalan pulang.

__________________

t/n : minggu ini bisa update 2 kali karena ujian sekolah baru selesai, wkwk

Jangan lupa comment dan votenya :)

Colors | JikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang