Chapter 16

4.5K 363 20
                                    

[Jimin]

Pink; warna yang menyerupai matahari terbenam dan permen.

Pink adalah warna yang sering mewarnai wajah Jungkook; warna yang membuatku menyukainya.

Itu adalah warna bibirnya. Yang hanya bergerak perlahan dan memiliki senyum yang kecil. 

Yang perlahan menggumam namaku ketika ia perlahan mendekat.

Aku berharap aku bisa menangkap momen ini di kanvas.

Menggambarkan apa yang selama ini aku rasakan.

Aku berharap aku dapat menemukan warna sehangat dirinya ketika ia berada dekat denganku.

Ketika ia menaruh kepalanya di leherku dan menarikku lebih dekat, dengan keinginan.

Aku berharap dapat mendengar apa yang ia bicarakan, maka aku akan mengetahui apa yang ia pikirkan selama ini.

Aku memicingkan mata di dalam ruangan yang remang, melihat buku sketsaku, halamannya yang satu per satu kubuka. Semuanya sudah selesai dan nantinya akan kuberikan kepada Jungkook. Halaman itu bagaikan terbuka dengan sendirinya, tergeletak di atas mejaku.

Berbulan-bulan aku menangkap semuanya dengan gambarku, dan perasaan yang digambarkan oleh warna-warna yang beda.

Mataku kembali menoleh ke arah laki-laki di depanku, figurnya yang bergerak dan wajahnya mulai mendekat, karena, aku sangat menyukaimu, Jimin.

Mungkin gambaran yang menjadi kabur — mungkin warna-warna yang mulai terkuras dari pandangan — mungkin tinta yang perlahan mulai habis.

Mungkin ini adalah sebuah karya fiksi, fantasi yang kubuat dalam pikiranku, di mana Jungkook adalah milikku.

Tapi semua ini terasa begitu nyata, begitu hidup.

Kami tidak butuh kata-kata untuk mengkomunikasikan perasaan ini. 

Kami berbicara dalam bahasa tubuh, dan suara tawa kecil.

Gradasi biru dan hitam yang mengelilingi kami di dalam kegelapan kamarku ketika aku berbisik, memberitahu bagaimana aku sangat menyukainya denganku.

Wajah yang merah merona dan tangan dingin yang menggapaiku.

Kami berbicara dalam warna.

__

Aku mulai menyukai hujan, aku sadari itu.

Tapi mungkin menyukainya hanya ketika aku bersama dengan Jungkook, ketika kami berada di bawahnya, dan kaki kami yang membuat air bergemercik. Mungkin aku hanya menyukai tampang yang berada di wajahnya, ekspresi yang terkagum akan sistem natural dalam kehidupan.

Mungkin aku menyukai memegang tangannya ketika kami berlari, selalu tertawa, dan selalu berlindung di apartemenku. Suara decit sepatunya ketika ia berjalan di lantaiku, dan pakaiannya yang menggantung di bahunya sebelum aku memberinya pakaianku. Beristirahat di atas kasurku dengan selimut, tangannya menggapai tanganku.

Mungkin itu hanya terburu-buru.

Perasaan terburu-buru yang sama di momen ini. Dan sinar matahari yang mulai memasuki ruangan ini, kami hanya tertawa.

Tidak jelas di mana hubungan kami berdiri, walaupun aku tidak peduli Jungkook mengayun tanganku, tersenyum ke arah bayangan kami ketika sedang berjalan yang mengikuti sepanjang jalan.

Aku menyukai ketika ia memegang tanganku; jarinya yang gugup yang memegang erat, yang membuatku tidak yakin apakah aku harus menggenggamnya lebih erat.

Ia menengok untuk tersenyum kepadaku ketika kami berdua sampai di depan pintu rumahnya.

Bunga-bunga yang biasa menghias semuanya terlihat layu dan kusam.

"Aku tidak sabar," Ia mengetik dengan cepat, memegang handphonenya yang basah untuk aku membacanya.

Senyumnya yang melankolis membuatu ragu apakah ia senang atau bersedih.

Aku kembali memegang tangannya dan membuka perlahan pintu rumahnya, perasaan berat yang melanda kami. Sangat dingin, ketika kami mulai menginjakkan kaki ke dalam, aku menoleh ke arah sepatu yang berukuran besar yang tergeletak di dekat pintu.

"Apakah ayahmu ada di rumah?" Tanyaku, karena aku takut ia akan melihat kami berpegangan tangan.

Jungkook mengangguk cepat sambil tersenyum, menarikku lebih jauh ke arah dapurnya dan membawaku ke arah meja makan yang imut. Aku memperhatikan setiap gerak-geriknya dan kemudian ia membawa satu mangkuk blueberry di tangannya. 

Jungkook sangat menggemaskan, ketika ia menarik kursi di sebelahku dan duduk dengan malu-malu, membagi makanannya padaku di dalam kesunyian yang aku takut untuk membuyarkannya.

Terasa salah bagiku untuk berbicara, terasa tidak sopan.

Aku melihat ke sekeliling dengan curiga. Semuanya masih terlihat rapi dan masih berada di tempatnya masing-masing. Harum kopi yang memenuhi ruangan kecil ini, bersumber dari pot kopi yang berada di ujung konter, terisi penuh namun seperti terlupakan.

"Akankah ayahmu marah?" Bisikku ketika Jungkook menggapai tanganku di bawah meja, dengan tangan yang bergetar.

Ia melihatku dengan curiga, memiringkan kepalanya sedikit sebelum ia menulis sesuatu di atas secarik kertas.

"Kenapa ia marah? Ia menyukaimu," Ia tersenyum ke arah tulisannya, dan memasukkan satu beri ke mulutnya.

Aku mengerutkan kening. Dengan santainya Jungkook mengayunkan kakinya.

"Ia tahu tentangku?" Tanyaku lagi, sambil tersenyum karena perasaan senang, Jungkook menceritakan diriku pada ayahnya.

Dan mungkin pada momen ini aku telah mengatakan hal yang salah.

Ada kesunyian untuk beberapa saat, dan suara sesuatu yang meretak.

Wajahnya menjadi bingung, tapi ia mengusiknya dan kembali menuliskan sesuatu di atas kertas tadi. Senyumnya perlahan menghilang.

"Tentu ia tahu tentangmu, ia sedang duduk di sebelahmu..." Aku merinding, dan cepat-cepat menoleh ke sampingku.

Tepat di seberang ruangan, sebuah foto tergantung, sebuah foto yang aku simpulkan, itu adalah foto ayah Jungkook; seperti hanya sebuah bagian memori Jungkook.

Aku kembali ke arah Jungkook, dan ia hanya terdiam.

Air matanya yang penuh warna mengalir, kertas-kertas yang terobek, dan tinta yang mulai habis.

"J-jim-in," ia terbata-bata. Tangannya menggenggam erat tanganku. 

Aku melihat dengan pandangan yang mulai buram, ruangan menjadi berwarna kelabu.

"A-aku...aku hidup, di dalam ...kebohongan," Ia kesulitan mengucapkannya. Suaranya hampir berada di bawah bisikkan, dan hanya terdengar untukku.

Dan aku menyadarinya, dan kesadaran itu mebuatku terpukul. Jungkook hidup di tempat yang bahagia.

Ia telah mensimulasikan kehidupan yang penuh warna dan penuh kebahagiaan, karena kehidupan nyata terlalu menyakitkan untuk ia hadapi.

___________________________

a/n: maaf banget ya baru bisa update lagi! ;-; akhirnya ini di update juga TT^TT

Colors | JikookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang