Hujan.

546 19 7
                                    

Langkah kaki terdengar di seluruh penjuru lorong. Perempuan itu berjalan dengan cepat sambil mendekap buku digenggamannya. Langit terlihat mendung. Bukan berarti ia takut pada hujan, hanya saja ia takut 'sendirian'.

Karena terlalu cepat berjalan, ia tak sadar bahwa di depannya ada seorang lelaki. 'Lelaki' itu. Selang beberapa detik terdengar suara buku jatuh. Siapa lagi kalau bukan perempuan itu yang menabrak lelaki di depannya.

"Sorry. Gue tadi gak liat---" ucapan perempuan itu terhenti kala ia melihat sosok di depannya ini. Aura dingin dan kelam langsung terasa saat mata elang lelaki itu memandangnya.

"Gak papa. Lo kan penakut. Jadi pasti lo takut banget sendirian disini." Ujar lelaki itu dengan dingin. Perempuan itu bergidik ngeri.

"Gue minta maaf Jar." Jawab perempuan itu sambil menunduk. Tatapan lelaki yang dipanggilnya 'Jar' itu terlalu menusuk.

"It's okay Jan." Ucap lelaki itu sambil tersenyum simpul. Jarang-jarang perempuan itu melihat lelaki di hadapannya ini tersenyum.

"Lo mau kemana Jar? Sendirian lagi." Tanya perempuan itu memberanikan diri.

"Gue mau ngambil barang yang ketinggalan. Lo pulang sana Jan, nanti keujanan lagi." Jawab lelaki tersebut. Perempuan itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kemudian memunguti bukunya yang berjatuhan dan pulang.

Hujania Reina Anka, batin lelaki itu.

**

"Lo masih dimana? Gue jemput ya Jan?" Ujar suara diseberang telepon. Hujan hanya tersenyum sambil berkata.

"Gak usahlah Bi, gue pulang sendiri aja." Jawab Hujan.

"Bener lo mau pulang sendiri?" Ujar 'Bi' lagi dengan nada khawatir.

"Iya Bintang.. Aku pulang sendiri aja gak apa-apa kok." Jawab Hujan lagi. Kali ini memakai 'aku-kamu'.

"Yaudah. Kamu ati-ati ya. Aku sayang kamu." Ucap Bintang, lelaki itu, sambil menghela napas. Hujan memang keras kepala.

"Aku sayang kamu juga Bi." Balas Hujan.

Lelaki yang sedari tadi berdiri dibelakang Hujan hanya terpaku. Ia tak bisa berbuat apa-apa setelah Hujan mengucapkan 'aku sayang kamu juga Bi'. Ucapan itu serasa menohok hatinya. Seorang Hujan tak akan pernah bisa dimiliki olehnya.

Dan ia tak akan pernah memaafkan orang yang merebut Hujan genggamannya. Mata elang dan aura dinginnya memenuhi atmosfer SMA Wicaksana sore itu.

Heiii. Gimana first chapternyaa? Coment sama vote yaa jangan jadi silent reader:'( ini novel pertamaku di Wattpad soalnyaa. Tunggu kelanjutannya yaaa. Aku update tiap Jumat sama Minggu. See soon yaaaa:*

Hujan, Bintang Dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang