Ada sesak yang tertinggal selepas mendung kemarin, tentang rasaku yang terpendam dan semakin dalam.
"Ada yang mau gue omongin sama lo." Ujar Fajar.
"Mau ngomong apa Jar? Sekarang aja." Ucap Hujan sambil tersenyum manis. Fajar tersentak, tiba-tiba seluruh tubuhnya gemetar. Lututnya pun terasa lemas.
"Na-nanti aja ya. Gue tunggu jam 5 di Cafe Merah. Gimana?" Tawar Fajar sambil menetralkan suaranya. Hujan terlihat bingung. Namun Hujan akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Gue tunggu pokoknya oke." Ujar Fajar sambil berlalu. Fajar tak tahu bahwa pipi Hujan tiba-tiba merona merah. Hanya ia yang tahu apa yang terjadi kala itu. Hujan pun menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang semerah tomat.
**
"Aku cape Mas!" Suara piring pecah terdengar di rumah bergaya Victoria itu. Fajar baru saja memakirkan mobil BMW X1 nya."Pergi kamu dari rumah ini kalau kamu memang cape! Aku gak butuh istri seperti kamu!" Teriak seorang laki-laki. Fajar mengepalkan tangannya. Lalu ia segera masuk ke dalam rumah.
"Bisa gak kalian berdua diam?" Teriak Fajar tak kalah keras. Ia cape dengan kehidupannya, ia cape melihat kedua orangtuanya selalu bertengkar.
"Kamu tau apa hah?" Ujar lelaki yang Fajar panggil Ayah itu dengan suara meninggi.
"Udah Mas. Fajar gak tau apa-apa." Ucap wanita yang tadi berteriak itu.
"Bunda mundur aja. Aku cape Bun punya Ayah kayak dia." Ujar Fajar dingin sambil menunjuk wajah Ayahnya. Ayah Fajar tak tinggal diam. Ia segera mengambil tongkat baseball yang ada di dekatnya dan memukulkannya pada kepala Fajar. Namun sayang, pukulannya itu meleset pada Bundanya yang berlari melindungi Fajar.
Ayah Fajar segera kabur dari rumah begitu ia tahu bahwa ia salah memukulkan tongkat baseball itu. Hati Fajar remuk melihat Bundanya tergeletak tak berdaya.
**
Fajar mondar-mandir di lorong rumah sakit. Bau obat menyeruak memasuki hidungnya. Ia melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.Jam 7, batin Fajar. Ia sudah telat 2 jam dari janjinya dengan Hujan. Ia ingin menelpon dan mengabari Hujan bahwa ia tak bisa datang tapi handphonenya lowbatt.
Disisi lain, Hujan setia menunggu Fajar sambil menyeruput Capuccinonya dan membalik halaman demi halaman novel yang dibawanya.
"Eh Hujan. Sendiri aja?" Ujar sebuah suara. Hujan mendongakkan kepalanya. Bintang, batin Hujan.
"Gue temenin mau yak?" Tawar Bintang sambil menaik-turunkan alisnya. Hujan tertawa melihat tingkah Bintang dan mempersilahkan Bintang duduk.
Hujan tak tahu bahwa saat ia membolehkan Bintang duduk bersamanya, itu adalah awal dari segalanya.
Yeyeeee! Part 4 jadiii:D jangan lupa coment sama vote yaaaak:D loveyouuuu:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan, Bintang Dan Matahari
RomansaHujan. Bintang dan Matahari tak mungkin kuhilangkan dari ingatanku. Bintang. Aku mencintai Hujan. Lebih dari apapun. Matahari. Aku letih bila selalu saja aku yang tersakiti. Akan kurebut kau Hujan.