Maaf typo dimana mana
Ranty buru-buru menoleh dan siapa yang dia lihat, yahh laki-laki yang dari tadi mengganggu otaknya
"Kak Ammar." dia tidak percaya
"iya." Matanya tajam menatapnya tangannya masih terbalut perban wajahnya masih pucat
"Kak Ammar ngapain disini." Tanyanya Ranty heran
"kalau mau bisa jangan mikirin yang aneh-aneh, loe harus konsen dan yakin pasti bisa." Ammar tidak memperdulikan pertanyaan Ranty berjalan perlahan mengambil bola
"kok nggak dijawab sih." Ranty menggerutu
"loe harus dalam posisi siap kalau sudah buka sedikit kaki kamu pandangan kedepan anggap aja jaringnya lebar selebar atap rumah atau apalah itu, terus tangan harus lurus tekan kuat-kuat karena tangan yang kuat akan melempar dengan kuat juga." Ammar menjelaskan dan memperhatikan dari belakang "lalu lempar." Ammar melempar kan bola dan masuk
"yeee." Ranty tepuk tangan dan Ammar mengerutkan keningnya lalu mengambil bola lagi
"sekarang loe coba." Ammar memberikan bola pada Ranty tapi Ranty menatap "ayo malah bengong." Ammar mengerutkan keningnya
"emm iya." Ranty salting lalu menerima bola dari Ammar lalu Ranty melakukan apa yang dilakukan Ammar
"buka lagi kakinya." Ammar mendekat "tangan harus kuat biar lemparannya kuat juga." Ammar memegang lengan Ranty, Ranty tidak berani melihatnya Ammar bergeser berdiri dibelakang Ranty dia melihat Ranty yang terdiam dengan posisinya, memperhatikan setiap sudut kepala Ranty dia tersenyum tipis
Ranty tidak berani bergerak dia mulai takut dengan tingkah Ammar, perlahan Ammar memegang tangan Ranty dari belakang
"pandangannya lurus kedepan tangannya harus kuat." Ammar menepuk-nepuk lengan Ranty
"emm iya." Ranty salting lalu melakukan apa yang dibilang Ammar padanya
Ranty belajar sesuai dengan arahan Ammar karena tingkah kaku Ranty membuat Ammar tertawa dan mereka tertawa bersama bahkan sekarang mereka main berdua
"yee curang." Ranty mengejar Ammar
"apa nggak coba aja." Ammar menghindar
Mereka terus berlari saling berebut bola, karena capek Ammar duduk disebuah bangku mengangkat kedua tangannya disandaran bangku
"terimakasih ya Kak." Ranty tersenyum duduk disebelah Ammar
"hmmm." Ammar tersenyum
"dari dulu Ranty pengen banget bisa basket tapi selalu nggak ada waktu buat mencoba belajar cuma waktu jam olahraga aja cuma bisa-bisa aja." Tambah Ranty
"kenapa suka basket karena suka sama pemainnya apa permainannya." Pinta Ammar
"hahhh ya suka aja karena kalau kita bisa keren gitu bisa buat pelajaran juga karena kita harus konsentrasi penuh saat main." Jawab Ranty
"kirain suka sama pemainnya biasa kan cewek gitu." Tambah Ammar
"nggak lah ngapain, pasti Kak Ammar banyak suka ya." Ranty tersenyum melihat Ammar
"mungkin." Jawab Ammar datar
"seneng ya jadi idola banyak cewek." Ranty tersenyum melihat Ammar
"hemm." Ammar membalas senyuman
Mereka terdiam sejenak saling diam
"emm tangan Kak Ammar kenapa." Ranty memberanikan diri bertanya
"nggak." Ammar menggeleng
"Kak kemana aja kok lama nggak keliatan." Tanya Ranty lagi
"emang siapa yang nyari." Ammar mengubah posisi duduknya mengahadap Ranty
"hahh nggak ada." Jawab Ranty gugup
"loe yang nyari." Ammar tersenyum
"nggak." Ranty malu dan seketika wajahnya merona
"itu buktinya tahu gue nggak ada beberapa hari ini." Pinta Ammar
"ya tanya aja kemana." Ranty mengerutkan keningnya
"kamu mau lihat." Ammar meletakkan tangan kanannya yang sakit dipangkuan Ranty
"hahhhh." Ranty kaget
"liat aja ini sakit apa nggak." Ammar menarik tangan Ranty memegang tangannya yang dibalut perban putih itu "ini karya kamu dan belum hilang." Menaruk tangan kirinya yang kemarin diperban Ranty "ini karya Dokter." Ammar menunjukkan tangan kanannya
Ammar menaikkan alisnya menatap Ranty dan Ranty membalasnya, Ammar mendekat
"sembuhin." Ammar berbisik lembut ditelinga Ranty dan napasnya mengenai Ranty membuatnya menutup mata, Ammar memperhatikan Ranty yang menutup matanya "kenapa." Suaranya pelan
"hahh." Ranty membuka matanya perlahan "emm nggak." Ranty tersenyum bodoh
Ammar menatapnya lalu perlahan dia tersenyum "bisa sembuhin nggak." Mengangkat dan mengulurkan tangannya didepan Ranty
"kan udah diobati nggak bisa Ranty bukan Dokter." Jawab Ranty
"loe bisa pasti bisa." Pinta Ammar lagi
"caranya." Tanya Ranty
"coba loe tiup tapi yang ikhlas." Jawab Ammar
Ranty menaikkan alisnya dan Ammar mengangguk
"baiklah." Ranty perlahan memegang tangan Ammar lalu mulai meniupnya dengan lembut, Ammar tersenyum lalu perlahan memejamkan matanya merasakan setiap hembusan napas Ranty, Ranty melihatnya dia tersenyum melihat Ammar setenang ini tidak ada kemarahan sedikit pun disana
Ammar membuka lagi matanya dan Ranty terus meniup tanganya pelan
"cukup." Ammar menghentikannya
"sudah." Tanya Ranty
"terimakasih." Ammar mengangkat tanganya menjauh dari dari Ranty "sudah sore loe nggak pulang." Tanya Ammar
"emm pulang." Jawab Ranty terbata
"bawa mobil kan." tanya Ammar lagi
"bawa." Jawab Ranty singkat
"ya udah sana pulang ini sepi lohh." Ammar menatapnya
"ngusir ya." Tanya Ranty
"ini tempat gue disaat gue pengen sendiri tahu-tahu nya loe tempat ini." Ammar datar
"dulu Kakak Ranty sering ngajak Ranty kesini kalau lagi ngebuburit jalan kaki gitu." Jelas Ranty
"mending loe pulang dech sekarang disini sepi loe nggak takut." Pinta Ammar
"takut kenapa." Tanya Ranty lagi
Ammar menatap Ranty lalu menggeser duduknya sangat dekat dengan Ranty
"gue bisa nglakuin hal yang lebih sama loe disini loe mau." Ammar berbisik
"kenapa harus takut kalau semua itu tidak mungkin terjadi." Jawab Ranty pelan tepat didepan Ammar, tiba-tiba Ammar menyibak rambut Ranty mendekatkan wajahnya
"loe yakin." Ammar pelan Ranty mendorong Ammar "hmmm." Ammar tersenyum "katanya nggak takut kok ngedorong."
"karena saya bisa melindungi diri saya sendiri." Jawab Ranty tegas
"becanda seirus amat." Ammar datar dan Ranty mengerutkan keningnya "ya udah gue mau pulang sakit tangan gue ngilu bye." Ammar berdiri dan berjalan perlahan
"Kak tunggu." Panggil Ranty dan Ammar menghentikan langkahnya tersenyum tipis, Ranty berlari mendekatinya "terimakasih atas semua nya hari ini dan sebagai tanda rasa terimakasih Ranty anterin pulang."
Ammar masih terdiam dan akhirnya dia mengangguk tersenyum, sepanjang perjalanan mereka hanya diam hanya sesekali mereka saling mencuri pandang
"ssstttt." Ammar menahan rasa sakit ditangannya
"kenapa Kak apa dimana yang sakit apa karena basket barusan." Tanya Ranty khawatir
"nggak tahu ngilu rasanya." Ammar mengerutkan keningnya
Dan Ranty melihat ada bercak darah ditangan kanan Ammar
"kita kerumah sakit ya." Pinta Ranty dan Ammar hanya memejamkan matanya tanpa menjawab "tahan ya Ranty tahu itu sakit tapi tahan ya." Ranty mencoba mengajak komunikasi Ammar yang mulai pucat "Kak Ammar buka matanya." Ranty memegang pundak Ammar dan Ammar membuka matanya berat lalu tersenyum
Sampai dirumah sakit Ranty membantu Ammar turun dan berjalan masuk kedalam
"kenapa loe baik sama gue padahal gue sering bikin ulah kan." tanya Ammar pelan
"sudah lah Kak jangan bicara yang itu dulu keadaan Kak Ammar yang lebih penting." Jawab Ranty "suster tolong." Teriak Ranty dan suster buru membawa kereta dorong untuk Ammar
Ranty menunggu dengan cemas diluar
"silahkan masuk." Suster memanggil Ranty
"saya." Ranty berdiri "iya terimakasih." Ranty masuk dengan penuh tanya kenapa dia harus masuk
"ditahan dulu lah kalau mau main basket jahitannya masih basah." Gerutu Dokter dan Ammar hanya tersenyum
Ranty berjalan mendekati Ammar dan Dokter yang sedang memasang perban baru ditangan Ammar
"permisi Dok." Sapa Ranty dan Ammar tersenyum
"kamu pacarnya Ammar ya hmmm pinter kamu." Jawab Dokter
"emm bukan Dok bukan saya cuma." Ranty mengerutkan keningnya
"hmmm." Ammar tersenyum
"iya juga nggak apa-apa iya kan Mar." Tambah Dokter
"tanya aja sama orangnya." Pinta Ammar lalu menatap Ranty
"emm gimana Dok tangan Kak Ammar." tanya Ranty mengalihkan bicara karena dia tidak mau dipojokkan
"tu kan perhatian Mar hmm." Dokter tersenyum Ranty merona "nggak apa-apa dia ceroboh aja." Jawab Dokter
"syukurlah." Ranty pelan
Ranty mengantarkan Ammar pulang
"thanks ya." Ammar tersenyum
"iya sama-sama terimakasih juga untuk teknik basketnya." Balas Ranty
"wooiii darimana sih kamu tu kapan sih nggak bikin aku khawatir." Kevin keluar dari gerbang
"tanya sama dia." Ammar menunjuk Ranty "gue masuk dulu ya." Ammar tersenyum lalu masuk
"Ran kamu." Kevin mengerutkan keningnya "kok bisa sama kamu darimana dia." Tanya Kevin "mampir dulu yok ngobrol." Tawar Kevin
Ranty keluar dari mobilnya "mau sih Kak tapi sudah sore mau ke caffe juga, emm intinya tadi kami nggak sengaja ketemunya." Jawab Ranty
"gitu ya oke nggak maksa juga sih." Pinta Kevin "emmm ketemu Milla nggak." Tanya Kevin
"iya ini dia yang nyuruh Ranty ke caffe, kenapa Kak." Jawab Ranty
"nggak salam ya." Kevin tersenyum malu
"walaikumsalam iya nanti disampein." Jawab Ranty
Setibanya dikamarnya Ammar merebahkan tubuhnya diranjang, matanya menatap langit-langit kamarnya dia tersenyum teringat dia sangat dekat dengan Ranty tadi mencium aroma rambut Ranty
"hehh gila." Ammar memejamkan matanya
Sepulang dari caffe Ranty berih-bersih lalu merebahkan tubuhnya ditempat tidurnya memejamkan tapi tiba-tiba matanya terbuka, dia teringat pada Ammar kenapa dia tiba-tiba muncul dan mengajarkannya teknik basket kenapa dia berbeda kenapa dia begitu dingin tapi memberi kesan yang sangat dalam
"sebenarnya kamu siapa." Ranty menghela napas membuangnya tak lama dia terlelap
Hari terakhir tapi Ranty was-was dengan kemampuannya, kekonyolan Rifai sangat lah begitu mengganggu, Ammar masih berada didalam mobil Kevin bermain game diponselnya
Kevin berjalan keliling melihat jalannya OSPEK terakhir sebelum nanti malam acara penutupan, tanpa sengaja dia bertemu dengan Milla
"heiii." Sapanya
"Kak." Jawab Milla
"gimana sudah." Tanya Kevin
"iya sudah tapi Ranty belum." Jawab Milla
"kamu haus nggak." Tanya Kevin lagi
"emmm eee." Milla bingung
"ini aku punya air." Kevin memberikan sebotol air pada Milla
"tapi Kak aku." Milla terbata
"apa." Tanya Kevin
"nggak haus kok tadi." Milla belum melanjutkan tapi dia sudah ditabrak Rifai yang mengejar temannya
"Sorry bro soryy." Rifai sambil berlari
Milla jatuh tapi Kevin menangkapnya mereka saling menatap lama
"emm Kak." Milla mencoba berdiri dan Kevin membantunya
"maaf." Kevin menggaruk leher belakangnya "tadi maaf ya." Kevin salting
"Milla yang minta maaf." Balas Milla
"Vin gue udah dapet konsepnya kita bisa kumpul sekarang." Salah satu pengurus Senat menghampiri Kevin
"oke sebentar lagi aku kesana." Jawab Kevin
"iya." Dia tersenyum lalu pergi
"emm aku pergi dulu ya tapi sebelumnya nanti kamu dateng kan acara penutupan OSPEK." Kevin masi saja salting
"iya dateng." Jawab Milla
"sama siapa." Tanya Kevin lagi
"siapa lagi." Jawab Ranty
"ohhh maaf ya bilang sama pacar kamu kalau aku nggak ngrebut kamu dari dia ya maaf." Kevin terlihat kurang suka dan terkejut
"hahh pacar hemmm." Milla menahan tawa
"kok ketawa ini beneran maaf ya bilang maaf sama dia." Tambah Kevin
"nggak ada Kak upss." Milla membungkam mulutnya sendiri
"nggak ada gimana maksudnya kamu nggak ada pacar gitu ya." Kevin mengerutkan keningnya
"emmm." Milla malu-malu
"hem kok malah senyum jawab iya apa nggak." Kevin lagi dan Milla menggeleng "yess." Kevin kegiarangan
"kenapa Kak." Tanya Milla mengerutkan keningnya
"hahhh nggak." Kevin tersenyum bodoh mencari alasan "emm samapi ketemu nanti ya mau ke sana dulu daaa." Kevin salting Milla tersenyum mengerutkan keningnya "bye." Tersenyum lagi dan Milla tersenyum melihat tingkah lucu Kevin
Setelah menunggu cukup lama sekarang giliran Ranty yang harus melaksanakan tugas terkahirnya di OSPEK, dia meyakinkan dirinya sendiri dia yakin kalau dia bisa lagian kemarin dia juga sudah belajar bareng Ammar, kakinya melangkah pasti
"kamu pasti bisa semangat." Milla yang sudah duduk dibangkunya tadi dan Ranty tersenyum
"ayo lah lama amat tu yang ditunggu dateng." Teriak Rifai
"hahhh." Ranty tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan Rifai
"hallo bro gimana keadaan loe." Rifai menghampiri Ammar yang masih berdiri dipinggir lapangan bersandar dipintu masuk dia hanya tersenyum "tangan loe nggak apa-apa loe baik kan." tanya Rifai
"kayak cewek ya." Ammar mengerutkan keningnya
"santai bro santai oke gue mau kesana dulu, loe mau liat dia kan si cantik." Rifai menggoda
"hmm." Ammar geram dan Rifai pergi karena takut Ammar benar-benar marah
Ranty masih menatap Ammar yang bersandar dipintu masuk, Ammar melipat tangannya didada hanya melihatnya datar
"ayo Ranty mulai siap." Aba-aba dari Rifai
"iya." Ranty seraya berpaling dari Ammar dan mulai berkonstrasi dengan bola basketnya
"kesempatan dua belas kali ya boleh gagal dua kali kalau nggak OSPEK tahun depan." Arahan Rifai
Tanpa peduli dengan Rifai yang berbicara Ammar sudah berjalan dan berdiri dibelakang Ranty
"kenapa nggak lempar." Bisik nya pelan
"hahh." Ranty kaget
"ayo lempar biar tu anak nggak ngomel." Tambahny lalu berjalan disebuah bangku dan duduk disana
Ranty yakin kalau dia bisa dia menatap Ammar sekilas dan Ammar mengangguk dan Ranty melempar bolanya yang pertama ya dia berhasil tepat dua kali bola yang tidak masuk jadi dia benar-benar lulus OSPEK. Karena Ranty mahasiswi terakhir jadi setelah Ranty selesai semua sudah bubar
"Aku ke toilet sebentar ya." Milla pamit
"iya." Ranty tersenyum
Ranty mengelap keingat nya yang cukup banyak keluar karena selain panas dia juga grogi takut juga misalnya dia tidak berhasil, dia lalu meminum air minumnya yang sudah dia persiapkan dari rumah dia sedikit mengangkat kepala karena sedang menikmati air minumnya dia tidak sadar kalau sekarang ada sepasang mata yang begitu dekat dengannya mempertahikannya
Dia menyangga kepalanya dengan tangan kirinya disandaran bangku matanya memperhatikan setiap air yang masuk dikerongkongan Ranty dia hanya berkedip sesekali saja, perlahan dia mengangkat tangannya mengambil paksa botol minuman Ranty
"airnya manis." Tanyanya
"Kak Ammar." Ranty kaget lalu mengusap air yang tumpah didagunya tanpa menjawab Ammar mengambil tisu ditangan Ranty dan mulai mengusap air yang tumpah didagu Ranty dia tersenyum tipis
"kenapa minumnya banyak." Tanyanya pelan
"emm karena haus." Jawab Ranty
Dia mendekat ke Ranty "kalau gue haus loe mau berbagi nggak." Tanyanya pelan
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku ada karena Kau ada
RomanceSebuah kisah cinta yang penuh dengan tetesan air mata, gadis ini baik cantik mencintai pemuda yang mempunyai kelainan saraf Cinta yang mulai tumbuh harus terpisah karena suatu hal Apa kah mereka bisa bertemu kembali dan bagaimana dengan cinta mereka...