Part 7

28 7 0
                                    

Tokk..tokk..tokk..

" Permisi Pak. Ini tugas yang bapak minta."

" Masuk." Jawab suara dari dalam ruangan itu.

Setelah mengetuk pintu untuk ke tiga kalinya, sebuah suara bariton itu mempersihlakannya masuk. Jingga menarik ganggan pintu menggunakan tangan kanannya sementara tangan kirinya di penuhi dengan tumpukan buku milik teman-teman sekelasnya. Jingga kemudian berjalan masuk ke dalam.

" Maaf Pak, buku-buku ini mau di taruh di mana?." Tanya Jingga sesopan mungkin.

" Letakkan saja di atas meja itu."

Jawab suara barito itu lantas menunjuk sebuah meja yang berada di pojokan ruangan yang di batasi sekat setinggi pinggang orang dewasa tanpa mengalihkan pandangannya dari balik kti yang sedang di bacanya.

Gilla nih dosen. Semuanya di coret habis-habisan sama dia.ckckck. Ujar batinya berdecak.

Matanya tak sengaja melihat kti yang sudah di bumbuhi dengan berbagai pola-pola abstrak oleh dosennya ini. Dia lantas berbalik dan menaruh semua buku-buku itu di atas meja yang tadi di tunjukkan dosennya lalu menyusunnya dengan rapi.

Suara pintu yang berderit menghentikan kegiatanya. Jingga menolehkan kepalanya mendapati sosok Levin yang masuk tanpa mengucapkan kata 'permisi' atau 'selamat siang, pak'.

" Kamu itu jangan kebiasaan masuk ruangan orang tanpa mengetuk pintu terlebih duhulu. Bagaimana kalau ada orang lain yang sedang berada di sini melihat kelakuan kamu?."

Tanpa melihatpun dia tau kalau itu Levin. Levin memang berbeda dari mahasiswa bimbingannya yang lain. Levin tidak memperdulikan perkataan dosennya itu. Dia lantas meletakkan sebuah kti di atas meja. Levin kemudian menarik kursi di depannya dan menduduki kursi itu.

" Aku mau konsul." Kata Levin singkat.

Edgar mengangkat kepalanya dari kti yang tidak berbentuk itu lagi. Menaruhnya ke samping dan mengambil kti milik Levin lalu membukannya. Lembar demi lembar di bacanya, menilai lalu mencoret bagian yang di anggapnya masih kurang.

" Sejauh ini kti kamu sudah cukup bagus. Hanya saja masih terdapat sedikit bagian yang perlu di perbaharui. Kakak harap besok kamu sudah datang menghadap kakak untuk menunjukkan hasil perbaikan kamu." Ujar Edgar seraya tersenyum ke arah Levin.

Apa?! Kakak?! Apa maksudnya?. Ujar batin Jingga bertanya.

Tanpa mereka sadari, Jingga terus memperhatikan dua orang itu dari balik sekat yang menghalangi mereka. Dia terus mendengarkan percakapan ke dua orang itu. Pemikirannya berkelana. Mencari maksud dari pernyataan dosennya itu. Kakak? Apa maksudnya coba? Tidak!! Tidak mungkin Levin adiknya Ikhsan. Otaknya kini terus berfikir hingga suara percakapan dua orang itu tak terdengar olehnya lagi. Jingga kemudian memilih keluar dari persembunyiannya. Kepalanya mendadak sakit memikirkan ada hubungan apa Levin dengan dosennya itu.

" Jadi kamu dari tadi masih di situ? Saya fikir kamu sudah pergi dari tadi."

Pertanyaan Edgar mengagetkan Jingga. Baru saja dia ingin keluar dari persembunyiannya, dosennya itu sudah terlebih dahulu memergokinya. Bagaikan maling tertangkap basa, Jingga gelagapan menjawab pertanyaan dosennya. Dosennya terus memandangnya, seperti sedang mencari-cari sesuatu.

" Maafkan saya pak, tapi tadi ada sebagian buku yang tercecer dengan tugas-tugas dari kelas lain. Makanya saya lama di dalam karena harus membereskan semuannya dulu. Kalau begitu saya permisi dulu." Jawabnya memberi alasan dan meminta izin untuk keluar.

♡♡♡

Syukurlah dosennya itu tidak bertanya yang macam-macam. Kalau sampai dia ketahuan menguping pembicaraan dosennya dan Levin, maka tamatlah riwayatnya. Habis perkara. Bisa-bisa dia akan mendapat nilai E akibat kecerobohannya itu. Terhitung sudah 2 kali dia tertangkap basa akibat kecerobohannya itu. Tapi dia patut bersyukur setidaknya dia tidak di hakimi dosennya untuk saat itu juga.

(AALS 1) wasn't mE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang